3. I can't do anything either

12 3 7
                                    

"Jadi kau dikirim ke penginapanku?"

Suasana sedari tadi tegang mulai mencair. Bram melihat lengan pria yang berada di hadapannya. Sebuah gelang telah melekat disana.

"Apa yang kau lakukan sampai kau dikirim ke tempatku? Kau tahu, itu bukan tempat yang tepat untuk manusia." Bram memijit pelipisnya.

"Mungkin pria tua bangka itu sudah menganggapku sebagai monster."

"Ayahmu?"

Pria itu mengangguk sembari menyilangkan tangan di dada. Ia sama sekali tidak keberatan dengan keputusan ayahnya.

"Apa kau tidak memiliki rencana lain? Dale, kau yakin tidak keberatan untuk tinggal di penginapanku?"

"Apa segitu tidak inginnya kau jika aku ada di sana?" ketus lelaki yang dipanggil Dale itu.

"Bukan begitu. Kau sendiri menyadarinya bukan? Kau ditempatkan di kelas A. Kau pastinya tidak akan diperlakukan baik, sama sekali tidak baik. Ini bukanlah sesuatu hal yang bisa ditolerir oleh tubuh manusia. Kau tidak akan tahan untuk tinggal seminggu disana."

"Aku tahu. Aku juga membawa misi dari si tua bangka itu. Ini tidak sepenuhnya hukuman darinya."

"Apa misimu?"

"Akan ada di lampiran surat yang akan sampai ke kantormu. Segera selesaikan urusanmu di sini dan serahkan pada anak buahmu. Kau juga memiliki misi penting dari direktur."

"Baiklah."

"Dan tarik sampel yang dikirim ke wilayah ini. Jangan sampai mereka mengacau."

Bram tertawa kecil. "Aku lebih mencemaskan kau yang akan mengacau di sini."

Dale tersenyum miring. "Kau yang sudah membuatku datang dari jauh kesini, apa tidak boleh aku bersenang-senang sedikit?"

"Mari bersenang denganku. Bermain dam atau catur? Aku menantikan malam-malam indah bersamamu." Bram mengalungkan lengannya di leher Dale, membuat pria jangkung itu harus sedikit membungkuk.

"No! Seleramu aneh! Aku sama sekali tidak akan bersenang-senang denganmu! Dasar bapak-bapak," Dale berusaha melepaskan kuncian Bram.

Bram tertawa lepas. Pinggangnya merasakan ada benda keras yang menempel di celana Dale. Sudah pasti itu senjata yang dibawa Dale kemanapun ia pergi.

Mereka berdua kembali ke posko pengungsian untuk membereskan sesuatu. Bram memutuskan untuk kembali besok, dini hari. Ia harus segera mengetahui misi apa yang diberikan ayahnya pada dirinya.

Bram kembali ke dapur darurat. Ia berjalan dari pintu belakang. Beruntung orang yang dicarinya sedang berada di sana, memasak persediaan makanan untuk esok hari.

"Gavind, ikut saya sebentar," titah Bram.

"Baik Tuan."

Gavind cekatan membereskan peralatan dapur yang menempel pada dirinya. Ia menyerahkan tugasnya pada yang lain. Mereka berdua keluar dari sana dan berhenti di tempat Dale menunggu.

"Saya akan pergi dini hari nanti ke kantor. Tugas di sini saya serahkan pada kamu. Pastikan tidak ada pengungsi yang mendekati area bangku penonton sampai semua sisa sampel dihapuskan. No mistake, keep secret."

"Baik Tuan. Apa ada komando lain Tuan?"

"Tidak ada. Jika ada pengungsi yang memutuskan untuk pulang ke rumahnya, pastikan kau awasi mereka. Selain untuk keselamatan meraka, jangan sampai mereka menemukan sedikitpun jejak kita."

"Saya mengerti, Tuan."

"Kau bisa kembali. Jika ada sesuatu, kabari aku."

Gavind mengangguk dan bergegas kembali. Ia adalah salah satu anak didik Bram yang menjadi tangan kanan Bram. Pria itu diasuh oleh Bram ketika ia menemukan Gavind tersesat di hutan ketika Bram melakukan misi penelitian.

Opposition SideWhere stories live. Discover now