02.3 End - February: Dear, Wendy | syh+ssw+mti

71 4 32
                                    

F:DW | Tiga: Berbahagialah



[6 Tahun Kemudian]

Setelah lulus sekolah dan menempuh jenjang perguruan tinggi di luar negeri, aku tidak pernah tahu akan kabar Wendy. Bertanya pada Tae-Il? Untuk apa? Setidaknya, aku masih memiliki otak untuk berpikir kalau menunjukkan rasa ketertarikanku pada Wendy di depan Tae-Il adalah sesuatu yang akan sangat kusesali nantinya.

'Yak! Johnny Seo! Di mana kau?' begitulah bunyi pesan dari nomor Yuta. Setelah dia tahu aku akan menghabiskan waktu liburan di Seoul selama seminggu, sahabatku yang berdarah Jepang itu amat bersemangat mengajakku reuni.

Buktinya saja, di penghujung bulan Februari ini, Yuta mengajakku dan teman-teman lainnya untuk berkumpul sekadar minum kopi bersama di sebuah kafe. Katanya, Tae-Yong juga akan ikut dengan mengajak serta kekasih barunya.

Untunglah, lokasi kafe tidak terlalu jauh dari rumah. Cukup 15 menit bersepeda, kini aku sudah bisa melambaikan tangan dan mengukir senyuman lebar tanpa dosa di depan teman-temanku semasa SMA yang rupa-rupanya sudah menunggu kedatanganku sejak lama. Di meja yang tersusun panjang, ada Yuta, Tae-Yong dan pacarnya, juga 6 teman lelaki lain yang dulu sekelas dengan kami.

"Bagus sekali, Tuan Chicago! Kami sempat berpikir kalau kau mungkin saja masih duduk santai di dalam pesawat," sindir Yuta, cukup halus.

"Dari mana saja kau, ha?!" pertanyaan bernada sinis itu datang dari Tae-Yong yang tampaknya sudah sangat kelaparan.

Usut punya usut, mereka ternyata rela menahan lapar hanya demi menungguku. Terkesan sungguh setia kawan memang, tapi percayalah, akan selalu ada udang di balik batu. Mereka harusnya bersyukur, aku adalah contoh sahabat yang lumayan peka akan keinginan mereka.

"Harap tenang! Harap tenang!" seruku. "Karena kalian sudah sabar menunggu, minuman kalian semua biar aku yang bayar."

"Asyik! Benar, ya?! benar, ya?!" tanya Yuta, antusias. Aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Pelayan! Tolong buatkan orang-orang di meja ini kopi yang paling mahal, ya!" teriak Tae-Yong dengan semangat membara.

Keputusan yang bijak sekali, Johnny.

Seharusnya kubiarkan saja sahabat-sahabatku itu sebal seharian. Kalau sudah begini, habislah jatah uang jajanku selama satu bulan ke depan.

"Duduklah, Tuan Chicago! Aku ingin segera memperkenalkan kepadamu gadis cantik di sebelahku ini," ucap Tae-Yong, seperti tak sabar.

Saat aku menggeser kursi untuk duduk, kulihat seorang gadis yang baru saja berlalu hendak keluar dari kafe tampak tak sengaja menjatuhkan dompet merah mudanya saking sibuk menelepon.

"Nona! Dompetmu jatuh!"

Gadis itu berpaling, dan untuk beberapa saat, duniaku seolah-olah telah berhenti berputar.

"Mesum?"

Sebutan yang sangat tidak etis itu membuatku seketika merasa tertampar. Dialah Wendy, gadis yang bahkan setelah 6 tahun berlalu masih saja mengingatku sebagai lelaki mesum hanya karena kecelakaan di perpustakaan.

Eh, tapi tunggu dulu! Apakah aku patut bahagia? Bukankah itu berarti, selama 6 tahun ini, gadis yang telah mengubah warna rambutnya menjadi merah menyala itu tidak pernah melupakan momen pertemuan pertama kami?

"Apa selain menjadi lelaki mesum, sekarang kau merangkap pula menjadi pencopet?"

Tawa tertahan kemudian terdengar dari mulut teman-temanku. Tawa Yuta dan Tae-Yong malah terdengar paling keras di antara yang lain, seperti puas sekali.

SOME PEOPLE CALLED IT LOVE | NCT + WayV SeriesWhere stories live. Discover now