⚜1⚜ Strangulated

418 60 8
                                    

"Kalian memiki waktu 1 minggu untuk mempersiapkan diri. Evaluasi penentuan line debut akan dilakukan Senin mendatang. Direktur akan menilai langsung kalian. Jadi, persiapkan sebaik mungkin kemampuan kalian."

"Baik, Pak!" Seluruh trainee serentak menjawab kemudian menunduk hormat melepas kepergian Pelatih Choi. Selepas kepergiannya, seisi ruang latihan langsung gaduh.

Sementara seluruh trainee ricuh membahas tentang perkiraan line debut sebagai anggota girlgrup baru, Yoojung kembali berlatih di sudut ruangan.

Gadis itu nampaknya tidak terlalu gugup seperti yang lainnya. Ia percaya diri bahwa direktur pasti akan memilihnya.

"Aku yakin gadis itu pasti terpilih. Cih! Tidak adil!" keluh trainee berambut merah menyala. Gadis itu melirik Yoojung dengan sinis. "Dia baru saja menjadi trainee selama 5 bulan, tapi kepala pelatih terus memujinya."

"Kudengar ia menjual tubuhnya pada direktur, makanya..."

"Sstt.. jika dia mendengarnya mungkin ia akan menghajarmu seperti ia membuat gigi depan Seorim patah bulan lalu."

Yoojung tersenyum miring. Gosip murahan seperti itu masih menjadi konsumsi yang menyenangkan bagi trainee lainnya. Mereka lebih senang bergosip daripada berlatih keras, itulah mengapa mereka tidak akan pernah bisa melampaui Kim Yoojung.

Pukul 6 sore, Yoojung selesai berlatih. Ia berjalan menuju halte dekat gedung agensinya dan duduk termenung sembari menunggu busnya datang.

Yoojung melirik jam tangannya kemudian menghela nafas panjang. Waktu yang berjalan menuju petang hari adalah waktu terberat yang Yoojung rasakan karena ia harus pulang ke rumah.

Jika rumah bagi setiap orang adalah tempat untuk mendapat kehangatan dan tempat tidur yang nyaman, maka tidak bagi Kim Yoojung. Memikirkan apa yang akan ia hadapi di rumah nanti membuat moodnya turun begitu drastis.

Ah, setidaknya ia harus bertahan hingga beberapa minggu lagi. Setelahnya, saat namanya nanti akan disebut sebagai line debut girgrup baru HB Entertainment, ia akan dapat pergi dari rumah dan tinggal di asrama.

Yoojung harap waktu segera berlalu. Ia akan dapat segera debut, menjadi terkenal, dan memiliki banyak uang.

Tenggelam dalam pikirannya, akhirnya bus yang ditunggunya pun datang. Yoojung melangkah masuk dengan malas. Bayangan suram rumahnya terus berkecamuk dalam benaknya.

"Ah.. menyebalkan."

***

"Aku pulang!"

Yoojung melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Rumahnya gelap seperti biasanya tanpa pencahayaan lampu dan terasa sangat lembab. Bau alkohol menguar begitu kuat membuat kepala Yoojung terasa pening.

Di ruang tengah, ia dapat melihat sosok pria paruh baya yang terkapar mabuk di lantai. Beberapa botol soju kosong berserakan di meja dan di lantai. Tv dibiarkan menyala tanpa ada yang menonton.

Sementara itu di kamar orang tuanya, Yoojung menemukan ibunya tergeletak di lantai. Matanya terbuka, tatapannya kosong, dan tubuhnya terlihat berantakan. Beberapa memar baru dan sedikit darah di pelipisnya menunjukkan bahwa pria mabuk ini baru saja memukulinya.

Yoojung tak peduli.

Jadi, ia melengos melewati tubuh pria mabuk itu menuju lemari es. Ia mengambil sebotol air dingin kemudian berjalan kembali menuju kamarnya.

"Kau sudah pulang, Yoo?" lirih pria mabuk itu setengah sadar. "Aah.. kepalaku pusing.."

Yoojung terhenti sejenak di ambang pintu kamarnya menatap pria berumur 49 tahun itu.

"Ambilkan ayah air, Yoo.. aaghh.." pria itu memiringkan tubuhnya kemudian kembali terlelap.

Yoojung mendecih. "Ayah? Aku tak punya ayah. Hei! Bersihkan semua kekacauan yang kau buat. Aku benci bau alkohol. Dan juga, setidaknya pergilah mandi. Kau bau seperti sampah, pria tua!"

Namun tentu saja pria itu tak bergeming. Bahkan dengkurannya semakin keras membuatnya muak. Yoojung melangkah masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamar.

Ia hendak menjatuhkan diri ke atas ranjang demi melepas penat ketika matanya terpaku pada meja belajarnya yang berantakan.

"Aish!" buru-buru ia berjalan membuka laci mejanya. Di dalam laci meja ia mengambil sebuah kotak kayu yang gemboknya telah dirusak. Kotak kayu itu adalah tempatnya menyimpan uang hasil bekerja sambilannya.

Namun ketika ia membuka kotak kayu itu, tak satupun ia mendapati uangnya tersisa. Yoojung mengumpat. "Sial! Pria tua b*ngsat itu.. Aghhrr!"

Yoojung membanting kotak kayu tersebut dan segera keluar kamar. Ia menghampiri si pria mabuk dan menendang perut buncitnya. "Hei, dimana kau sembunyikan uangku?!"

"Engh.." pria itu menggeliat.

"Eish, berikan uangku dasar pencuri!" Yoojung menarik kerah pria itu.

Pria itu membuka matanya sedikit. "Uang? huwaangh aph-a?" tanyanya tak jelas akibat mabuk.

Yoojung mendecih kesal. Ia melepaskan genggamannya dan beralih menuju kamar tempat ibunya berada. "Ibu! Apakah kau mengambil uangku lagi?!"

Wanita tua dengan banyak kerutan lelah di wajahnya menolehkan kepala. Ia sedang duduk di depan cermin mengoleskan beberapa krim luka. "Eoh." Jawabnya singkat kemudian melanjutkan menatap cermin untuk mengoleskan krim pada luka di wajahnya.

"KENAPA?! AKU BEKERJA KERAS UNTUK MENGUMPULKANNYA? KENAPA TAK BILANG AK-"

"Uangmu adalah milik ibu juga. Jangan mengeluh."

"APA?!" Yoojung mengeraskan rahangnya emosi.

"Semua yang kau miliki adalah milik ibu. Itu adalah bayaran ibu karena telah melahirkanmu."

Air mata Yoojung mulai menetes. Tangannya mengepal dan matanya menatap ibunya penuh amarah. "AKU JUGA TIDAK PERNAH MINTA DILAHIRKAN! AKU TIDAK PERNAH MEMINTA DILAHIRKAN DARI RAHIM PELACUR SEPERTI IBU!"

Wanita itu sontak berdiri dari duduknya dan berjalan cepat dengan amarah mendekati Yoojung. Lantas dalam gerakan cepat dan berat, ia menampar pipi putrinya begitu keras.

"Sekalipun aku tak pernah mengharapkan kau lahir, anak setan! Aku sudah melakukan berbagai cara untuk menggugurkanmu tapi kau sendiri yang bertahan dalam kandunganku. Ya, maafkan aku karena aku tak punya uang untuk mengaborsimu. Bahkan aku sudah mencoba meminum racun agar kita mati bersama. Tapi kenapa? Kenapa kau terus hidup menyusahkanku hingga sekarang?!"

Ucapan wanita itu dengan cepat menghancurkan dinding yang Yoojung bangun dalam dirinya. Hatinya terasa sakit, namun ia terus mencoba untuk tidak menangis.

"Kembalikan uangku!" ucapnya bergetar. Sungguh, itu adalah uang yang susah payah ia kumpulkan untuk membayar SPP sekolahnya. Sejak masuk SMA, orangtuanya tak lagi membiayai sekolahnya, itulah mengapa Yoojung bekerja part-time begitu keras untuk membayar sekolahnya sendiri.

Wanita itu melengos acuh mengabaikan Yoojung. Ia kembali duduk di depan cermin dan mengoleskan kembali krim di wajahnya yang luka. "Aku sudah memberikannya pada Daewoon-ssi."

Yoojung menatap tak percaya ibunya. Ia tahu betul siapa Daewoon sialan itu. Selingkuhan ibu sejak sebulan terakhir ini kerap kali meminta ibu uang. Amarah Yoojung memuncak dan ia mati-matian menahan diri untuk tidak meledak. "Cih, pantas saja ayah memukuli ibu terus. Pelacur memang pantas mendapatkannya."

Ibu Yoojung menghela nafas untuk yang ke sekian kalinya. Ia menatap putrinya melalui pantulan cermin dan berkata, "Masuk ke kamar. Berada dalam satu rumah denganmu sudah cukup membuatku muak. Setidaknya jangan tunjukkan mukamu dihadapanku. Itu menyebalkan!"

Yoojung menghentakkan kaki dengan kesal. Ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu dengan keras. Lantas menjatuhkan diri di atas kasur dan mulai menangis di atas bantal usangnya.

"Aku ingin mati."

[tbc]

Hot Blooded KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang