[ 04 ] Dialectic!

249 69 22
                                    

04. Dialectic

Never thought of him as a friend, but I think he thinks otherwise – m.r.(s)

Proyek Silverstone akhirnya selesai setelah tujuh bulan waktu pengerjaan yang sempat membuat waktu liburan tahun baru tim kecil proyek itu sedikit berantakan. Juwita terpaksa membatalkan seluruh rencananya cuti dan berlibur ke Madrid karena ada beberapa proses negosiasi yang perlu dia selesaikan bersama seluruh tim demi selesainya transaksi pembelian 40% saham PT Antarnusa oleh investor dari Filipina. Sementara itu, Zain yang tidak memiliki rencana cuti dan liburan apapun diperbantukan untuk membantu Juwita yang sudah sedikit kewalahan. Miruna pun tak terlewatkan merasakan imbasnya. Dia terpaksa harus kehilangan tiket menonton beberapa penyanyi luar negeri yang sudah dibelinya dari jauh-jauh hari.

Walau demikian, di antara ketiga orang itu, Miruna tetap merasa dia yang paling beruntung. Bagiamana tidak?! Sejak hari di mana untuk pertama kalinya dia makan siang bersama Zain yang biasanya selalu makan bersama geng kantornya sendiri, Miruna merasa punya kedekatan yang berbeda dengan Zain. Cowok itu selalu punya pertanyaan yang menurut Miruna dapat membantunya mengenali diri sendiri.

Beberapa kali mereka makan bersama hanya berdua atau bersama Hans. Lebih sering mereka bertukar pikiran dan bekerja bersama hingga malam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan di Proyek Silverstone. Zain memang irit bicara, namun setiap mulutnya mulai bersuara, Miruna merasa semuanya jadi lebih berarti untuk didengarkan.

Misalnya saja seperti sore ini ketika mereka sedang bersiap-siap untuk mengikuti acara team dinner yang diselenggarakan Pak Guntur untuk merayakan berhasilnya transaksi PT Antarnusa dengan investor dari Filipina. Juwita tidak mengikuti acara ini karena sejak kemarin, senior mereka itu sudah cabut ke Madrid menggunakan cutinya yang gagal digunakan saat tahun baru kemarin. Jadilah Zain dan Miruna berdua menjadi cungpret-cungpret di tengah Bapak Ibu Boss yang nanti akan datang ke acara itu.

"Lo bawa mobil, Za?" tanya Miruna saat Zain sudah menghampirinya di kubikel dengan keadaan sudah siap untuk berangkat.

Zain menggelengkan kepalanya. Lokasi apartemennya dekat dengan restoran tempat acara perayaan ini akan diselenggarakan, sehingga tadi pagi Zain memilih menumpang mobil kakaknya yang juga tinggal di gedung apartemen yang sama dan sedang punya urusan juga di gedung kantor Zain.

Miruna membalas, "Oke, kalau begitu kita naik mobilnya Toper. Tadi siang gue udah minta kuncinya, jadi kita nggak perlu ke tempat Toper dulu. Yuk, jalan!"

Keduanya keluar area kantor menuju lift. Seperti biasa, jika tidak ada topik yang terlalu penting dibicarakan, Zain dan Miruna selalu terperangkam dalam keheningan. Meski begitu, keduanya tak pernah ada yang terlalu ambil pusing. Belakangan Miruna semakin belajar menghargai hening dan memikirkan hal-hal sebelum kata-kata meluncur dari mulutnya – sejak mengenal Zain.

Pintu lift terbuka memecah keheningan mereka. Di dalam lift, suara denting dari mesin lift tadi seolah menjadi tanda bagi Zain untuk mulai bicara. "Lo udah kenal lama sama Toper, Run?"

"Dia teman kakak gue dari kecil. Karena jarak umur kita cuma beda dua tahun, gue dan Toper jadi teman juga. Lama-lama dia malah lebih dekat sama gue dibanding sama kakak gue. Waktu keterima FE UI, Toper juga salah satu yang menyemangati gue dan bilang kalau semua akan baik-baik saja. Kita berdua nggak suka finance pada awalnya, mungkin karena capek tumbuh di keluarga bankers. Setelah kuliah, Toper malah suka banget sama business dan finance. Dia bilang nggak mau jadi bankir tapi dia mau kerja di industri keuangan. Toper duluan masuk ke kantor ini. Gue sering lihat dia kerja keras, walaupun pulang malam – bahkan kadang pagi, tapi dia semangat banget. Jadi gue mau masuk SMF juga."

Amour #3 (Serial Bintara)Where stories live. Discover now