Observation on Originality (2): Cryptomnesia

122 19 15
                                    

Kenapa orang sering merasa idenya paling orisinal, datang dari otak sendiri, padahal riset aja cuma dari satu buku atau dari segelintir hal yang mereka suka?

Terus pas dibilang, "Kayaknya aku pernah lihat ini deh."-mereka langsung nggak terima. Kalau dibilang plagiat, wah, tambah ngamuk. Mereka dengan keras membantah, "Please! Sumpah demi apa pun aku nggak plagiat!"

Which is, probably true. Bisa aja ide itu cuma kebetulan sama, atau idenya terlalu mainstream, pasaran, jadi tampak serupa walau tak sama. Orang bisa menggunakan klaim itu karena dalam pikiran sadar mereka, ya mereka memang nggak bermaksud plagiat.

Tapi pernah kepikiran nggak, mungkinkah manusia secara nggak sadar sudah plagiat?

Jawabannya, mungkin.

Dalam psikologi, fenomena ini disebut kriptomnesia. Ingatan manusia itu nggak perfect, guys. Orang bisa salah mengira idenya orisinal, miliknya sendiri, padahal itu datang dari hal-hal yang pernah dia baca/alami di masa lalu, cuma dia lupa. Ini nggak akan jadi masalah kalau hal itu bukan sesuatu yang punya hak cipta, seperti pengalaman pribadi, mitologi, urban legend, dsb. Namun, kalau itu udah bergesekan sama buku/film/game/apa pun yang punya hak cipta, hati-hati. Orang nggak peduli dengan sumpah atau klaimmu, mereka cuma menilai seberapa mirip karyamu dalam "meniru". Kalau itu terlalu mirip sehingga wajar bila disebut plagiat, ya udah.

"Terus solusinya gimana?"

Riset. Ini enggak bosen-bosen kusebut di sini karena memang penting banget. Banyak baca, banyak cari pengalaman, perluas wawasan. Percayalah. Kamu nggak bisa cuma baca satu buku, terus berharap ide yang kamu hasilkan itu murni dari otakmu sendiri. Pasti buku itu berpengaruh besar ke pemikiranmu, yang ujung-ujungnya bikin kamu secara nggak sadar meniru banyak hal dalam buku itu. Semakin besar pengaruhnya, semakin besar kemungkinan kamu dicap plagiat. Sebaliknya, makin banyak riset, kamu jadi makin paham mana topik yang udah klise dan mana topik yang belum banyak dieksplorasi. Malah seringkali ide orisinal itu muncul setelah membongkar, memelintir, atau menggabungkan ide-ide lama.

Lantas, apakah cerita harus seratus persen orisinal? Pada dasarnya, kan, tidak ada yang benar-benar baru di dunia ini. Sekeras apa pun kamu berusaha orisinal, pasti tetap ada yang mirip. Malah seringkali kemiripan ide atau kesamaan formula itu yang membuat karya kalian bisa terhubung ke lebih banyak pembaca.

Sisi relatability ini penting banget apalagi kalau kalian bikin genre fiction (misteri, thriller, horror, sci-fi, romance, fantasy, dsb) dan fanfiction (yang tentu bakal mengundang fans dari cerita aslinya). Kalau konten cerita kalian melenceng jauh dari ekspektasi pembaca yang jadi target kalian, mereka pun bakal merasa aneh. Misal, novel detektif yang diset-up sejak awal sebagai cerita realistis, tapi di akhir solusinya melibatkan magis, kan nggak lucu. Atau cerita fantasy yang diharapkan punya sistem kekuatan, mitologi, dan worldbuilding yang keren, malah jadi fantasi bocil-bocil sange (sama-sama "fantasi", sih, tapi ... sudahlah, biar mastah-mastah fantasi yang menilai).

Idealnya kita pengen karya kita orisinal, sekaligus berkualitas, ditambah populer. Namun, tidak ada yang ideal di dunia ini. Lagi-lagi balik ke tujuan kita menulis. Kalau mau tulisan kita lebih banyak dibaca, tentu kita perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang relatable dengan orang pada umumnya. Kalau mau tulisan kita lebih orisinal dan tetap berkualitas, ya perlu riset, latihan, riset, dan latihan lagi.

Semoga bermanfaat.

Sumber

https://dictionary.apa.org/cryptomnesia

The Absurd Art of WritingWhere stories live. Discover now