Artistic License

259 45 26
                                    

"Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukanlah seperti pipa yang menyalurkan air. Kata-kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas. Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam." (Sutardji Calzoum Bachri)

"Artists are granted special permission to do things that don't make sense. Artistic license." (Laura Lee Gulledge, Page by Paige)


Artistic license (a.k.a. licentia poetica/poetic license, historical license, dramatic license, narrative license, or creative license)  adalah suatu 'keistimewaan' yang memperbolehkan pengarang menyimpang dari fakta atau aturan jika penyimpangan tersebut menjadikan karyanya lebih baik daripada ketika faktanya akurat.

Ketidakakuratan adalah hal yang lumrah di kisah fiksi, dan seringkali pengarang sadar akan hal itu. Entah fakta sejarah, atau fakta ilmiahnya yang salah, apa pun itu. Mudah bagi pembaca untuk bilang, "Penulisnya kurang riset/kurang piknik nih! Di dunia nyata tuh nggak gini!" Namun, bisa saja si pengarang sudah tahu itu salah, tapi tetap menuliskannya.

Mengapa? Sebab dalam fiksi, menyampaikan cerita bagus adalah hal yang terpenting, sedangkan riset 'cuma' jadi pelengkap. Kalau beberapa hal harus dipelintir biar ceritanya lebih bagus, ya bakal dipelintir kayak kabar gosip clickbait.  Kalau suatu adegan bakal terlalu membosankan seandainya dibikin benar-benar kayak real life, ya bakal dipercepat narasi dan dialognya. Kalau diksinya jadi kurang berwarna seandainya harus plek sesuai KBBI dan PUEBI, maka silakan pinjam istilah slang dari bahasa lain atau bahasa bikinanmu sendiri.

Yang perlu diingat, artistic license itu bak pedang bermata dua. Kalau kamu mau memakai artistic license sebagai excuse, ceritamu harus benar-benar bagus, sehingga pembaca enggak ambil pusing sama ketidakakuratan di dalamnya. Bayangin aja, udah ceritanya jelek, fakta dan kaidahnya salah semua lagi. Memang sih, seperti yang sudah dibahas di bab Quality vs Popularity, bagus tidaknya suatu cerita itu subjektif. Cuma jangan baper kalau ada yang tetap mengkritik suatu ketidakakuratan di ceritamu, meskipun disengaja, sebab enggak semua orang tahu dan peduli dengan artistic license.

Pembaca mungkin bisa memaklumi saat fakta ilmiah dan sejarah di ceritamu kurang akurat, tapi tidak berpengaruh besar dalam plot, atau sebaliknya, ketidakakuratan itu sangat perlu agar ceritanya bisa jalan (misal, kamu nggak mungkin nulis cerita tentang perang antargalaksi tanpa kendaraan yang melaju minimal setara dengan kecepatan cahaya, sehingga harus melanggar banyak hukum fisika). Akan tetapi, tidak semua penyimpangan diperbolehkan. Artistic license bukan alasan untuk tokoh yang mendadak berubah tanpa penjelasan, atau plot twist di luar konteks tanpa ada penyebab logis atau petunjuk apa pun sebelumnya (a.k.a. asspull). Artistic license mengizinkan penyimpangan terhadap konsistensi eksternal dan kadang konsistensi genre, tapi TIDAK terhadap konsistensi internal.

Terlalu banyak menggunakan artistic license juga kurang disarankan. Pembaca bisa menganggapmu malas riset, atau lebih buruk, mereka malas baca ceritamu lagi. Kalau kamu bukan penyair seperti Sutardji atau pelukis seperti Affandi--yang cuma njerit AAAHHH!!! di atas panggung dan nyoret-nyoret ngawur di atas kanvas tetap diminati banyak orang--mending tetap utamakan riset.

Enggak perlu iri atau komplain, "Kok author X tetap kondang dan dapat penghargaan? Padahal banyak banget kesalahan di novelnya." Akui saja. Mereka sudah punya nama, sudah punya brand dan pengikutnya sendiri, sementara pembaca tulisan ini mungkin baru bercita-cita jadi penulis terkenal (ngapain juga penulis terkenal baca tulisan absurd ini wkwkwk). Wajar jika saat mereka melakukan penyimpangan seabsurd apa pun, mereka dianggap melakukan gebrakan kreatif, sedangkan saat orang kayak aku yang bikin, aku malah dianggap kurang waras. 

"Lho, kok hidup enggak adil sih?"

Ya, hidup memang tidak adil, terutama untuk orang yang selalu komplain tanpa pernah melakukan hal yang bermanfaat dalam hidupnya (diam-diam menyindir diri sendiri).


Sumber: 

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Kredo_Puisi | Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

https://en.wikipedia.org/wiki/Artistic_license

https://me.me/i/sutardji-calzoum-bachri-o-amuk-kapak-kata-kata-bukanlah-alat-mengantarkan-pengertian-dia-bukan-seperti-quote-0050351633274fea8f4012204b2add27

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/AnthropicPrinciple

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/ArtisticLicense

https://www.thoughtco.com/what-is-artistic-license-182948

The Absurd Art of WritingWhere stories live. Discover now