Chapter 1 : Ketika Agustus Dimulai

52 14 1
                                    

Kemarin Jisung ulang tahun :)
Jadi aku update banyak deh hihihi

Selamat ulang tahun jisung-healing-nya aku.

Selamat ulang tahun jisung-healing-nya aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pemimpin negeri yang tak dihendaki rakyat sendiri, pantaskah menduduki orang nomor satu negeri?"

Andaru Rajendra

***

Romlah menatap Andaru dengan wajah bingung sekaligus malu, dia menilai Andaru adalah orang kaya. Sementara dirinya hanya rakyat kecil yang tak mampu membiayai Andaru makan enak. Setelah anak laki-laki itu diantar Pak RT untuk tinggal dirumahnya, romlah jadi salah tingkah terus.

Ibu tiga anak itu hanya tak mau Andaru merasa kesulitan di keluarganya. Ari mendengus kala pantatnya didepak Romlah. Dia yang tadinya asik nongkrong depan tabunan alias Bakaran sampah langsung menoleh kaget. "Apaan sih, nyak?"

Romlah melirik sekitar sebelum berkata pelan sekali. "Enyak cuma masak sayur asem sama ikan teri, ri. Kesian dia, masa baru dateng lauknya begitu?" perempuan yang tak lagi muda itu mengeluarkan uang dari balik saku dasternya.

Duit dua puluh ribuan yang lusuh ditaruh dalam genggaman Ari. Dipelototinya sang anak yang masih ternganga-nganga. "Nih, lu beli dah nasi goreng atu. Yang sedeng aja, ri. Takutnya dia kaga doyan pedes."

"Nyak," bibir Ari kedutaan. "Dia yang milih mau diposisi kita, orang-orang serba kekurangan. Biarin dia ngerasain apa yang kita rasain." ujar Ari mendesah. "Lagian Enyak, ari makan nasi pake garem aja kaga segini kesiannya. Masa Enyak lebih sayang sama orang sih?!"

Romlah menggeplak kepala Ari main-main, raut wajah kesalnya membuat Ari hampir ingin terbahak.

"Gua masukin dalem perut lu, ri!" ketus Romlah, lalu melirik kedalam rumahnya. "Emang kite bakal dijadiin pilm, ya, ri?"

"Hah?" Ari sontak melongo. "Apaan dah, nyak?"

Romlah mengedip-ngedip jenaka, sinar polos dimatanya membuat Ari selalu berdoa agar mata Ibunya tak ternoda oleh air mata. "Ntuh, ri. Yang kayak di Tipi-tipi. Nyang rumahnya dibedah gratis abis nolong mahasiswa yang nyamar."

"Ya Allah, enyakkkk!" jerit Ari, menepuk jidatnya. "Si Daru lagi ada projek buat skripsi sama misi-nya. Dia nggak bakal bedah rumah kita, nyak. Yang ada dia beban baru buat kita, numpang idup si Daru tuh!"

Romlah menatap Ari lekat-lekat, sorot ragu dimatanya membuat Ari gregetan. "Masa sih, ri? Kata tetangga ntar rumah kita bakal dibedah."

"Enyak percaya aja, ah." Ari menabok lengannya yang digigit nyamuk, lalu melirik Romlah lelah. "Si Daru mau belajar jadi orang miskin, nyak."

"Lah? Ngapain dia mau jadi orang miskin?" Romlah makin kebingungan.

Ari terdiam, sejujurnya ikut tak percaya dengan pengakuan Andaru ketika laki-laki itu memohon diizinkan tinggal dirumahnya.

Kemiskinan Yang Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang