Chapter 4 : Memulai Perjuangan

50 8 0
                                    

Rajaku, Andaru. Dan Nestapaku yang malang, selamat bersusah-susah dan raihlah kemenangan~

***

Sehabis salat subuh, Ari yang masih agak ngantuk diminta oleh Romlah untuk mengantar Andaru ke stasiun kereta terdekat karena Andaru akan pergi kuliah.

Lokasinya memang cukup jauh, makanya Andaru berangkat pagi-pagi buta. Andaru melirik Ari yang memberinya jaket milik lelaki itu.

"Dingin, ru." kata Ari, sembari berlalu begitu saja untuk mengambil kunci motornya.

Andaru memakai jaket yang sudah agak kumuh itu tanpa banyak bicara, ia memastikan sekali lagi barang bawaannya sudah benar. Lalu keluar kamar dan menemukan Romlah- baru keluar dari dapur menenteng tempat makan.

"Enih, buat elu sarapan ntar." ujar Romlah, menaruh bekal itu di tangan Andaru. "Itu isinya cuman nasi goreng doang, daru. Enyak cuma tambahin sosis sama telor. Moga-moga elu doyan ya, lauknya seadanya aja."

Andaru menggeleng kecil. "Enyak, ini malah udah lebih dari cukup." dia menghela nafas. "Maaf terus ngerepotin ya, nyak."

Romlah mendelik, menabok lengan Andaru tanpa sungkan. "Elu! Kayak ama siapa aja." kemudian dia menyerahkan uang sekitar Rp. 30.000 dalam genggaman Andaru. "Nih buat jajan, Enyak cuma bisa ngasih segini."

Kini, sepasang mata Andaru membulat kaget. Dia langsung menyerahkan kembali uang dari Romlah dengan perasaan tak enak hati. "Nyak, ya Allah. Ini pegang aja buat Enyak."

"Hus!" Romlah tetap keras kepala, dia mengusap-usap bahu Andaru. "Elu kan di sini udah Enyak anggap kayak anak, Daru. Enyak punya tanggung jawab juga. Udah pegang, buat jajan ntar di sekolah."

"Kampus, nyak." sambar Ari, sudah siap akan pergi. "Universitas."

"Apaan, Ri? Univanitas?" Romlah ngedip, sekaligus mengeja.

Ari mengangguk saja. "Iya udah, univanitas."

"Oh, kalo orang kuliah bukan di sekolaan ya, Ri. Di Univanitas."

Andaru menyikut Ari, kemudian mengikuti Ari menyalami Romlah sebelum berangkat.

"Ati-atiiii! Naek motornya jangan ngebut, Ri!"

"Iya, nyak!" balas Ari, turut berteriak.

Andaru melambai setelah memakai helm. Dan keduanya mulai melesat kala langit masih temaram. Dan bintang mulai tak terlihat satu-satu.

***

Hari ini para anggota BEM akan mengadakan rapat. Meski bukan ketua, Andaru berperan cukup penting dalam keanggotaan.

Sekretaris utama BEM!

"Daru, horas kawan!" Johnny Simanjuntak, kawannya yang merangkap jabatan sebagai Bendahara menyapa. "Sibuk kali kau belakangan ini."

Andaru berdecak kecil, dia pasrah kala Johnny merangkulnya kala berjalan. Masalahnya, lengan Johnny yang penuh otot itu terasa berat di lehernya.

"Kawan," ucap Johnny, melirik wajah Andaru. "Benar itu?" tanyanya, kepalanya bergerak. "Kau tidak tinggal di rumahmu?"

Andaru mengangguk. "Kenapa?"

Kemiskinan Yang Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang