Chapter 3 : Definisi DPR!

54 10 0
                                    

"Dewan perwakilan rakyat atau Dewan Septictank Komunal? Kok tiap aduan masyarakat terus ditampung tanpa upaya perubahan?"

_Raden Raynar Lasmana_

***

Andaru menonton Enyak menutup warung dengan wajah bingung. Enyak terlihat murung menatap sayur-mayur yang mulai layu.

"Nyak?" Andaru mendekat, mengambil papan yang di tulis angka urutan dengan mudah. "Kok sedih?"

Romlah tersenyum tipis, menunjuk sayur didepannya sedih. "Nggak abis, ru."

Andaru belum menjawab, ia menyelesaikan kegiatannya menyusul balok-balok itu berurutan. Lalu menepuk-nepuk kedua tangannya. Dihampirinya Romlah dengan raut yang turut kecewa.

"Nggak apa-apa, nyak. Nanti kita cari solusinya, gimana?"

Romlah mengedip-ngedip takjub, Andaru ini sangat menghormatinya dan menyayanginya. "Iya, ya. Diapain ya enaknya sayur begini biar kaga sia-sia, ru?"

"Diolah? Enyak bisa jualan lauk pauk sederhana. Pasti laku, nyak. Nanti Daru bantuin share ke temen-temen."

"Bantuin sere itu ngapain, ru?" tanya Romlah, polos.

Andaru tertawa kecil. "Maksudnya Daru promosikan ke temen-temennya Daru. Ada banyak anak kos yang nyari-nyari lauk murah." jelasnya seraya menggiring Romlah untuk duduk. "Gimana, nyak?"

"Boleh tuh, ru. Ntar besok Enyak siap-siapin deh, jadi kalo ada sayur nggak laku, nggak jadi sia-sia."

"Bener." Andaru mengangguk. "Siti sama Dul belum pulang main?"

"Yaaah bocah kayak gitu mana pernah pulang waya gini ru, bedug magrib kedengaran baru mereka nongol!" kata Romlah, mengambil kipas tangan dan mengipasi dirinya seraya selonjoran. "Emang tuh anak kaga ada takut-takutnye di culik Nene Ronggeng!"

Andaru menggaruk tengkuknya, agak tidak paham dengan kalimat Romlah. Namun dia berusaha semaksimal mungkin untuk menangkap maksud dari Ibunya Ari ini.

Bunyi suara mobil bak yang sudah tua itu terdengar memekikkan telinga, Ari turun seraya membanting pintu pelan. "Makasih, gad!"

"Santai." Jagad menunduk sedikit untuk melihat jendela, lalu melambai pada Romlah dan Andaru. "Nyakkk!"

Romlah mengangkat kipasnya, tergopoh-gopoh berdiri. "Jagad! Mampir tong!"

Ari menggeleng ketika Jagad tertawa keras dan menolak dengan halus, Jagad juga pamit pada Andaru. "Nyak, ada nasi?"

"Salam dulu baru nanya makanan, Ari!" meski mengomel, Romlah menyodorkan tangannya untuk di cium oleh Ari. Lalu dia tergesa menuju dapur. "Situ duduk, Enyak ambilin dulu."

Ari melempar dirinya di bale depan, tempat Andaru juga duduk. "Ade apenye, nyakk?!" teriak Ari.

"Jengkol sama sayur asem!" balas Romlah teriak juga.

Ari melotot, semangat. Namun kemudian dia teringat sesuatu, apakah Andaru suka jengkol?

"Lo doyan jengkol, Daru?"

Kemiskinan Yang Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang