Part 5 Nostos

284 49 20
                                    

Okan merasakan sesuatu di dadanya. Suatu perasaan aneh yang telah lama ia rindukan. Partikel debu melayang-layang dalam berkas cahaya matahari. Okan sangat senang dengan pemandangan itu. Tenang, hangat, dan membawa banyak kenangan.

Aku akhirnya pulang.

Okan kecil berlari mengelilingi halaman, berguling-guling di hamparan rumput hijau sampai pakaiannya kotor. Tiba-tiba bagian dalam hidungnya terasa gatal. Ia senang dengan reaksi alami tubuhnya itu. Suatu tanda bahwa ia benar-benar mengalami semua realitas ini.

"Huattciiimmm!!"

"Aduh, Okan, alergimu kambuh lagi. Tuh lihat banyak debu. Masuk rumah!"

Okan membiarkan ingusnya bergelantungan sambil tersenyum lebar sementara Mona sibuk mengelap ingus Okan dengan tisu. Dunia masa lalu ini telah jadi masa depannya. Ia merasa perlu sedikit bersantai dan menikmati waktu yang langka ini. Suasana di rumah begitu membuai perasaannya.

"Kenapa lagi kamu, kok suka senyum-senyum sendiri?"

"Hehehe..."

"Rindu sama anak perempuan paling cantik di sekolahmu ya?"

"Hee? Tidak, Ma. Okan senang, rumputnya empuk, dan mataharinya hangat."

"Ada-ada saja kamu, Nak."

Sebuah koin di halaman mengalihkan pandangan Okan. Ia mendekati koin lima ratus yang berkilau itu, memungut dan mengelapnya dengan kain baju. Ketika mata Okan memandang ke depan, Pak Mantri rupanya sedang memerhatikannya. Okan tersenyum dan melambaikan tangannya. Pak Mantri membalas lambaian tangan itu, lalu buru-buru masuk ke dalam rumah. Pak Mantri kemudian terlihat mengintip dari jendelanya. Ketakutan, Pak Mantri kemudian menutup rapat tirai jendelanya.

Orang itu sejak dulu sama saja kelakuannya. Selalu takut bersosialisasi.

Tiba-tiba Okan teringat René yang juga kurang suka bersosialisasi. Dalam hati ia bertanya-tanya bagaimana situasi di Rumah Kepiting saat ini dan kapan ia harus memulai 'aksi'nya.

***

Keluarga René akhirnya berhasil tiba di rumah kepiting. Kapal mereka tampak sangat kotor dan tidak terawat. Mereka bergerak dengan tergesa-gesa. René melompat turun dari kapal sambil menggendong Ergo. Calea tertinggal di belakang, masih merasa kesal, dan dalam gendongannya ada sesuatu terbungkus kain handuk yang sengaja dibasahkan.

Rumah kepiting telah berpindah tempat ke sebuah pelabuhan. Marina sudah menunggu di dekat kaki rumah kepiting dengan sebuah payung besar karena sedang hujan. Jantungnya berdegup cepat. Ia belum sepenuhnya siap melihat wujud anaknya. Lalu, akhirnya wajah itu muncul dari atas kapal. Marina terkejut, tapi cepat-cepat berusaha memakluminya. Seseorang yang telah mengkonsumsi ikan merah selama bertahun-tahun tentu saja akan punya wujud seperti itu. Mereka tampak seperti manusia yang bersisik di beberapa bagian tubuh. Otot mereka terlihat kekar dan kuat. Kulit mereka benar-benar merah seperti warna darah segar.

Calea sempat bingung melihat Marina yang memakai masker oksigen. Ia menyusul René untuk menanyakan hal itu. Lalu, René memberitahu bahwa masker oksigen adalah hal yang wajib manusia normal gunakan. Karena udara tidak lagi baik untuk paru-paru mereka. Calea hanya bisa maklum.

"Calea! René! Kemari kalian! Ya Tuhan, sudah lama aku ingin ketemu!"

Marina mencoba menyembunyikan perasaannya, betapa ia kecewa karena anaknya telah berubah menjadi mutan yang menyeramkan. Namun, akan menjadi jauh lebih buruk jika saja Calea tidak mewarisi wajah cantiknya. Belum lagi munculnya mata kecil di dahinya, menyita perhatian siapapun yang jadi lawan bicara, seperti kejadian bertahun-tahun yang lalu saat fisik René mulai berubah. Tapi lagi-lagi Marina kembali kagum, karena mata ketiga itu adalah mata yang sangat indah. Warna irisnya cantik seperti amber biru khas Dominika.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MINDFRAME [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang