Rekaman

5 0 0
                                    

            Beberapa jam telah berlalu, pegunungan selatan telah terlewat, Shezam sekarang terbang diatas hamparan samudera luas, aku ingin mencoba pergi kesuatu tempat, menurut kakekku ada sebuah daratan luas jauh diseberang selatan, daratan itu bernama Australia, tempat dimana orang orang tinggi dan berambut pirang tinggal, tapi sekarang entah apakah masih ada orang orang itu sekarang.

Aku memeriksa kamera belakang pesawat, awan badai berwarna hitam masih terlihat, badai yang besar itu memang sering kami alami waktu aku dulu masih hidup didesa bersama orang orang survivor, badai itu sangat kelam, dan seperti tak berujung, seperti seisi bumi telah ditelan dalam kegelapan, semua orang akan berlindung selama dua hari atau paling parah sampai satu minggu dalam bunker bawah tanah ketika badai hitam itu terjadi, kami menamainya dengan badai Halimun, biasanya terjadi dua atau tiga kali selama setahun.

"badai yang gila, tak kusangka badai itu menutupi dari ujung pantai utara ke ujung pantai selatan, untungnya tidak lebih gila lagi sampai bisa ke samudera ini." ujarku.

Bippp... bippp...

Indikator radar kembali menyala, mendeteksi dua objek raksasa yang lebih besar tiga kali lipat daripada naga tadi, objek itu berada tepat dibawah Shezam, aku mencoba menyalakan kamera dibawah pesawat dan mencoba melihat ada apa disana.

"paus.?" gumamku, aku baru pertama kali melihatnya, namun aku cukup yakin jika itu paus, kata kakekku satu satunya hewan yang paling besar di laut itu adalah paus, entah apakah aku benar menebaknya kalau itu paus atau bukan, yang jelas hewan ini sangat begitu besar.

Dua paus itu nampak berenang mengikuti Shezam, setiap kali mereka bergerak, ombak bergulung cukup besar tersibak tubuh raksasa mereka, pemandangan yang sangat menakjubkan, aku segera pergi meninggalkan kursi pilot setelah memastikan kendali otomatis menyala, dan bergegas membangunkan Linlin.

Linlin baru membuka matanya ketika aku langsung menarik tangannya untuk segera bangun.

"ada apa kak.?" tanya Linlin.

"ada makanan besar.!" ujarku.

Linlin langsung segar kembali, ia bahkan beranjak dan berlari mendahuluiku, "mana makanan besarnya kak.?" tanyanya sambil memegangi perutnya yang sudah kembali lapar.

Aku berjalan dan mengajak Linlin mendekati kaca samping pesawat, kini paus itu berada di samping kanan, berenang sedikit agak menjauh.

"lihat disana." ujarku sambil menunjuk paus itu.

Linlin tampak tergoda, air liurnya menetes, "bolehkah aku memakannya kak.?" tanya Linlin.

"boleh kalau kau bisa menangkapnya." ujarku bercanda.

"siap." jawab Linlin.

"eh.?" aku tidak pernah mengira jika ternyata Linlin berkata serius, gadis itu tiba tiba berlari kearah pintu keluar Sheza dan membukanya.

"Linlin.!" teriakku, untung saja aku sempat memegangi ekornya sebelum ia benar benar terjatuh karena melompat keluar dari Shezam.

"kenapa tidak boleh.?" tanya Linlin saat aku menariknya kembali kedalam Shezam.

Aku menghela nafas, "apa kamu bisa berenang.?" tanyaku.

Linlin tampak terdiam sejenak, ia seperti mengingat ingat sesuatu, "hmmm.. mungkin bisa."

"mungkin.?, sudahlah.. lupakan, aku akan memasak ikan besar yang sebelumnya kita tangkap saja." ujarku, kami pun pergi menuju ke dapur Shezam untuk menyiapkan segalanya.

Bunker : Harapan TerakhirOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz