46. Fakta yang terungkap

75.6K 4.5K 655
                                    

Flashback on
"Kiri-kiri! Jangan Lo maju duluan bego!" ucap Anza kesel.
"Lo yang kiri lah nyet! Napa harus gue?!" balas Azam tak kalah kesalnya.
"Sedikit lagi... sedikit lagi kita bakalan menang!" seru Anza.
Dalam ruangan tersebut sangat ribut di karenakan dua manusia yang asik sedari tadi bermain game online. Siapa lagi kalau bukan duo A.
"Kanan zam! Itu samping Lo."
Drtt .... Drttt
"Ah, anjing!" pekik Anza begitu panggilan tak dikenal muncul pada layar ponselnya. Anza menggeser tombol hijau dengan kesal dan mendekatkan pada telinganya. "Hal—"
"ABANG!" Teriak orang di seberang sana.
Anza reflek menjauhkan telfon tersebut dari telinganya. Sampai handphone di tangan Azam jatuh ke bawah karena teriakan itu.
"Astagfirullahaladzim," ujar Anza.
"Abang! Abang!"
"Macam gue kenal?" Anza kembali mendekatkan pada telinganya "Iya halo. Ini siapa?"
"Gus Rafan, sama Abang? Gue Kila." Ternyata pemilik dari suara tersebut adalah kila.
Anza melirik ke arah Azam yang ikut mendengarkan. "Iya, ada dek. Kenapa cari Gubos?"
"Lisa... Lisa bang..." ucap Kila menangis.
"Iya, Dek, kenapa dengan Lisa?" ucapan Anza membuat interaksi semua anggota menoleh ke arahnya. Terutama Rafan.
"Lisa dihukum cambuk bang."
"Apa! Kok bisa dek? Dicambuk di mana?"
"Dia sekarang dibawa kelapangan. Abang cepat bilang sama Gus Rafan suruh pulang. Kasian Lisa bang," ujar kila terisak.
"Gimana ceritanya, Lisa sampai dicambuk?" Sebelum itu Anza loudspeaker agar semua bisa mendengarkannya.
Kila menceritakan semuanya pada Anza. Dari awal sampai akhir.
"Ok. Tunggu Abang di sana."
"Gubos!"
Rafan mengepalkan tangannya. Terdapat sirat kemarahan di wajahnya. "Retas semua cctv di pondok," titah Rafan pada Panji.  Panji mengangguk.
"Sabar sayang. Mas akan pulang," ucap Rafan dalam batin.
Flashback off.

"HENTIKAN!!"
Suara berat nan tegas itu mampu menghentikan semua orang di sana.
"Mas Rafan?" lirih Lisa dengan sisa suaranya. Badanya terasa remuk dan perih.
Orang yang mencambuk Lisa pun perlahan menjauh dari Lisa.
Rafan berjongkok dan menyamai tubuh Lisa. Ia mengelus pipi sembab Lisa dengan ibu jarinya. Saat itu matanya tertuju pada lembam di pipi kanan Lisa yang dipastikan akibat tamparan. Hati Rafan sakit saat melihat kondisi istri kesayangannya dengan keadaan sangat memperihatinkan.
"Mas? Apa ini Mas Rafan?" lirih Lisa bergetar, tangannya menyentuh wajah Rafan.
"Iya, Bee. Ini Mas. Maaf sayang, maaf karena Mas terlambat," gumam Rafan menyesal. Ia menyentuh tangan mungil itu yang terdapat sedikit luka. Satu tetes air mata keluar dari kelopak matanya. Lalu Rafan menggendong tubuh Lisa ala bridal style yang semakin membuat semua orang kaget saat melihat Rafan menggendong Lisa.
"ATAS DASAR APA KALIAN MENCAMBUK WANITA INI!!!" ucap Rafan menatap seluruh orang di sana dengan tatapan tajamnya.
"Dia mencuri Gus!"
"Dia maling di pondok."
"Berani kalian memfitnah istri saya!!" ucap Rafan lantang.
"Hah! Apa? Istri!"
"WANITA YANG KALIAN FITNAH, KALIAN HINA, DAN KALIAN CAMBUK. ADALAH ISTRI SAH SAYA!! KHALISAH SALSABILA!!" ungkap Rafan penuh penegasan. Lisa yang masih dalam gendongan Rafan sudah lemas tak bertenaga.
"SELAMA INI KALIAN TELAH MENYAKITI ISTRI SAYA!!"
"Maka dari itu. Kalian akan menerima konsekuensinya karena telah berani melukai fisik istri saya!!" murka Rafan menatap semua santri sana terutama para ustadz dan ustadzah yang berdiri kaku akibat mendengar fakta yang mengejutkan itu. Dan mereka telah melakukan kesalahan fatal sampai berani menghukum mantu Kyai Zainullah.
"Istri saya tidak bersalah, dia tidak pernah mencuri. Apakah kalian perlu bukti?" setelah Rafan berucap seperti itu. Tiba-tiba layar besar yang berada di depan masjid seketika menayangkan video rekaman Cctv di mana memperlihatkan dua santri wati mengendap-endap masuk ke dalam kelas. Seluruh mata tertuju ke arah layar besar tersebut. Keterkejutan semua orang bertambah saat wajah dari sang pelaku terlihat jelas di layar.
"Mely? Nina?" ucap mereka tak kalah terkejutnya.
Tak bisa dipungkiri lagi rasa kaget beserta tak percaya kini menyelimuti semua orang yang berkumpul disana. Ustadzah Indri maupun ustadzah Aisyah juga ikut syok melihat fakta sebenarnya.
Mely menegang, wajahnya memucat saat aksinya terekam jelas oleh cctv. Perlahan ia berjalan mundur sebelum beberapa santri mencegah aksinya yang berniat kabur. Kila yang tak tinggal diam mendekat dan mencengkram kuat tangan Mely. Kemudian ia menyeretnya ke tengah lapangan.
Kila menghempaskan tubuh Mely sehingga ia tersungkur ke tanah begitu saja tanpa ada iba sedikitpun. Kemudian disusul teman-temanya dari arah belakang. Sama halnya juga mereka ikut terhempas ke tanah begitu kerasnya oleh Sa'adah.
"Kalian semua lihat!! Pelaku sebenarnya adalah mereka! Ketua pengurus putri lah yang manipulasi semua ini!!" Kila berucap dengan lantangnya sambil menunjuk kedua manusia di bawahnya.
"Saya sudah bilang pada Anda, ustadzah Indri. Kalau sahabat saya tidak bersalah atas pencurian ini!!" geram Kila menggebu-gebu. Dadanya naik turun akibat ia menahan amarah yang besar. Awalnya ia pasrah dengan semua ini tapi setelah tahu faktanya, ia murka.
"Apa gunanya banyak Ustadz dan Ustadzah di sini? Kalau hanya bisa memutuskan perkara yang jelas-jelas tidak benar terjadinya!!"
"Saya sebagai santri di sini sangat kecewa atas tindakan semena-mena tanpa ada penyelidikan lebih lanjut!" Rasa kecewanya lebih besar saat melihat sahabatnya Didzolimi seperti ini.
Anza yang berada di sana tercengang melihat adeknya yang marah. "Itu beneran adek gue?" monolog Anza tak percaya.
"Keren juga adek Lo," sahut Azam menepuk pundak Anza.
"Satu hal yang saya tekankan pada kalian semua. Detik ini. Hari ini. Kalian harus tahu. Yang dikatakan Gus Rafan adalah benar. KHALISA SALSABILAH yang selama ini kalian fitnah, caci maki. Ialah istri SAH dari MUHAMMAD RAFAN AL ABYAZ FATTANA!" intonasi yang begitu keras keluar dari mulut Kila. Wanita itu menyeka buliran putih diujung matanya. Ia menangis setelah meluapkan emosinya. Kemudian ia beralih menatap sahabatnya yang lemah di dalam gendongan Rafan.
"Udah Lis. Semuanya udah berakhir. Lo bisa hidup tenang sekarang, Lo nggak bakalan di hina lagi," cicit Kila tersenyum kecil.
Lisa tersenyum tipis. "Makasih, Kil."
Uswah dan Zahra menangis terharu saat tahu kalau Lisa tidak bersalah. Akhirnya Allah menunjukkan kekuasaannya kepada makhluknya yang lemah ini.
Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata. Kapankah datang pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (Qs. Al-Baqarah ayat 214)
Ketika semua masih fokus pada Mely. Dari arah pintu masuk pondok. Sebuah mobil Alphard putih memasuki pekarangan pondok dan berhenti saat melihat kerumunan di lapangan.
"Kyai? Itu mobil kyai!" sahut salah satu Ustadz. Buru-buru ia menghampiri mobil itu dan membukakan pintu untuk kyai Zainullah. Ya. Kedatangan kyai yang tak terduga sukses membuat mereka ketar ketir.
"Ada apa ini?" tanya Kyai setelah keluar dari mobil dan dibelakang, Nyai Safitri ikut keluar juga. Hal yang pertama ia liat, Lisa yang berada dalam gendongan Rafan.
"Lisa!" ucap nyai Safitri berlari ke arah Lisa. "Ini kenapa, Rafan? Lisa kenapa?" tanyanya beruntun. Tangannya terulur membelai wajah sembab Lisa.
Kyai berjalan di mana matanya tertuju pada mantunya yang digendong oleh Rafan apalagi ia melihat ada bekas tamparan pada wajahnya. "Kalian apakan mantu saya? Hah?!" murka Kyai Zainullah, rahangnya juga ikut mengeras diikuti jenggotnya yang bergetar. Baru kali ini pengasuh Pondok Al-hakim itu murka dengan raut wajah marah. Ustad pun ikut terdiam tak berani mengangkat suara.
"Lisa sayang." Nyai Safitri memegang wajah menantunya dengan tatapan sedih. "Kenapa kamu bisa begini, sayang." Tumpah sudah air matanya. Hatinya ikut terluka saat melihat menantunya dalam keadan seperti ini.
"Aw," ringis Lisa kesakitan.
"M-mas sa—saki-tt..." rintih Lisa mengadu di saat ia merasakan perih di punggungnya.
Rafan menunduk ke bawah. "Sakit, Bee? Kita ke rumah sakit sekarang."
"Rafan, cepat bawa Lisa ke rumah sakit."
Sebelum itu, Rafan memerintahkan pada Anza dan Azam. "Amankan jalan! Jangan sampai ada macet sedikit pun!" titahnya sembari masuk ke dalam mobil yang disediakan sedari tadi.
Semua anggota mengikuti perintah dari Rafan dan bergegas mengamankan jalanan. Irul menyetir mobil dengan kecepatan tinggi.
"Bertahan, Bee. Jangan ditutup matanya, sayang. Lihat Mas," ujar Rafan memangku Lisa seperti anak kecil yang dipangku ibunya.
"Ma-mas. Punggung Lisa sakit," lirih Lisa parau.
"Hey! Matanya nggak boleh ditutup, jangan tidur dulu, bee," kata Rafan mengelus pipi Lisa.
Rafan memberikan ciuman di kelopak mata Lisa.
"Tapi badan Lisa capek, mas. Lisa nggak kuat."
"Sampai di rumah sakit, kita tidur, ya. Tapi jangan sekarang." Pelukan Rafan kian mengerat.
Sepuluh menit akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Yang dimana telah disambut beberapa petugas medis di luar pintu. Rafan langsung menggendong tubuh Lisa dan beralih membaringkan di atas brangka. Brangka tersebut didorong masuk menuju salah satu kamar.
Rafan yang hendak masuk ditahan oleh suster yang akan menangani Lisa. "Maaf pak. Bapak tunggu diluar," ujar suster tersebut.
Rafan mengalah. Ia tertunduk dilantai bersamaan cairan bening keluar dari kelopak matanya. "Maaf, Bee. Maafkan mas," lirih Rafan. Hatinya sakit saat melihat orang yang ia sayangin terbaring lemah di dalam. Rasa penyesalan di hatinya begitu besar karna disaat istrinya menderita ia tidak berada di sampingnya.
Para inti Grexda yang melihat keterpurukan ketuanya merasa sedih. Mereka juga ikut sedih, saat melihat keadaan Bubos yang tak berdaya itu.
Tak lama dari itu. Suara deruman kaki yang berjalan cepat menuju ke arahnya. "Lisa!" Ucap Ummah. Raut khawatirnya sangat jelas di wajahnya. Bukan Ummah Halimah saja yang di sana melainkan Abah dan kedua orang tua Rafan juga ikut datang untuk melihat keadaan Lisa.
Rafan mendongak. "Lisa Gimana keadaannya, nak Rafan?" tanya ummah Halimah dengan air mata yang mengalir.
"Masih ditangani oleh dokter, Ummah," jawab Rafan lemah.
"Ya Allah. Kenapa bisa kayak gini?" Ummah Halimah tidak bisa membendung kesedihannya. Tubuhnya terkulai lemah yang dimana langsung di bopong sama Abah Adam.
"Istighfar, Ummah. Putri kita kuat. Dia bakalan baik-baik aja," ujar Abah Adam.
Nyai Safitri menghampiri Rafan dan memeluk putra sulungnya itu. "Ummi. Afan gagal jadi suami yang baik bagi Lisa," lirih Rafan dalam dekapan umminya.
"Abang berhasil jadi suami yang baik. Abang belum gagal," ujar ummi Safitri sembari mengelus punggung Rafan.
Rafan kembali menangis dalam pelukan ibunya. Tidak ada Rafan yang cuek, datar. Melainkan Rafan yang rapuh. Rafan yang lemah. Ini lah sisi lain dari cowok pemilik mata elang itu.
Dari lorong sana. Terlihat Aslan berjalan ke arah Rafan dan tiba-tiba menarik kerah baju Rafan dan lansung melayangkan bekomen mentah pada rahangnya sehingga Rafan tersungkur ke bawah.
"Lo, jadi suami nggak becus!"
"Aslan!" Semua di sana kaget atas tindakan tiba-tiba dari Aslan.
Aslan kembali menarik kerah baju Rafan. "Kemana aja Lo saat adek gue disiksa? HAH! Lo bener-bener nggak bisa diandalin jadi suami!!" cecar Aslan penuh emosi. Matanya menyorot tajam seakan ingin membunuh.
"Aslan! Cukup!" Suara lantang dari Abah Adam. "Ini bukan sepenuhnya salah Rafan!" Abah Adam menarik lengan Aslan agar menjauh.
Rafan menyeka sudut bibirnya yang sedikit berdarah. Lantas Ummi Safitri menghampirinya. "Kamu nggak papa, nak?"
Rafan mengangguk.
"Abang tenang," Ummah mengelus punggung Aslan. "Ini bukan salah Rafan. Jangan sperti itu, Nak. Istihfar."
Selang beberapa menit. Dokter pun keluar dari dalam ruangan tersebut. Mereka yang di sana langsung menghampiri dokter tersebut.
"Dok! Gimana keadaan menantu saya?" tanya nyai Safitri mendekat.
"Alhamdulillah. Menantu ibu baik-baik aja. Tapi ia mengalami luka lebam yang serius di punggungnya dan di wajahnya," terang dokter tersebut.
Semua orang bernapas lega saat mendengar kabar Lisa yang baik-baik saja.
"Boleh kami masuk, Dok?"
"Boleh. Tapi ..." Belum selesai ngomong, para ibu-ibu menerobos masuk ke dalam. Tak sabar ingin bertemu Lisa.
"Tapi jangan ramai-ramai," sambung sang dokter.
Inti Grexda menahan tawa ketika melihat wajah cengong dari Pak dokter.
Saat berada dalam ruangan Lisa. Dilihatnya tubuh mungil yang terbaring lemah tak berdaya di atas brangkar. Wajah yang selalu tersenyum. Kini hilang dengan wajah sendu.
Ummah Halimah tak kuasa menahan air matanya. Ia memeluk tubuh Abah Adam. "Hiks... Lisa mas," suara isakan dari sang ibu yang begitu pilu.
Rafan terdiam mematung. Tubuhnya seakan-akan dihantam belati tajam. Hatinya begitu sakit ketika melihat istri kecilnya terbaring lemah di sana. Dengan posisi tidur yang menyamping ke kanan. Membuat hatinya perih tak tertahan.
Ummah Halimah berjalan perlahan ke arah sang putri. Tangannya terulur mengelus pipi chubby yang masih ada bekas lembam di wajahnya. Akibat elusan itu. Tidur Lisa terganggu. Sayu-sayu matanya mulai terbuka perlahan. Rasa perih di sekujur tubuhnya mulai terasa sakit saat ia bergerak kecil.
"Lisa sayang. Ada yang sakit sayang," tanya ummah menahan tangis.
"Ummah?" lirih Lisa lemas.
"Iya, Sayang."
Ummah Halimah membawa Lisa dalam pelukannya. Ia memeluk tubuh rapuh sang putri. "Ummah di sini."
"Lisa takut Ummah... Lisa takut." Lisa berkata sangat pilu.
"Sssut... Jangan sedih sayang, ada ummah disini." Ummah mengelus puncak kepala Lisa lembut memberikan ketenangan pada sang putri.
"Mas Rafan mana, Ummah?"
Rafan mendekat. "Ini mas, Bee."
"Mas Lisa takut," cicit Lisa lirih.
Rafan membawa Lisa kedalam pelukannya dan memberi satu kecupan di dahinya.
Aslan memutar matanya malas. "Ck. Ngenes amat jadi jomblo," gumam Aslan yang di dengar Abah Adam.
"Mangkanya nikah." Senggol pak Adam pada perut Aslan. Aslan langsung keluar dari ruangan tersebut. "Ciee ngambek," ejek pak Adam.
"Mending kita keluar dulu," ajak pak Adam. Mereka semua mengikuti saran dari pak Adam.
Selepas kepergian semua orang. Rafan duduk samping Lisa. "Ada yang sakit? Hm?"
Lisa mengangguk. "Punggung Lisa sakit..." rengek Lisa.
"Sini Mas liat."
"Tapi malu..."
"Nggak ada orang."
"Nanti, di rumah aja."
Rafan mengangguk. "Ya sudah."
"Mas peluk lagi ...." rengek Lisa lagi.
"Sini." Rafan merentangkan tangannya agar Lisa masuk kedalam pelukannya. Hangat. Itulah yang dirasakan Lisa.
"Tidur ya, Bee?"
"Tapi peluk," pintanya. Sungguh menggemaskan sekali Lisa sehingga membuat Rafan terkekeh kecil.
Rafan naik diatas brangka Lisa yang diperkirakan muat dua orang. Keluarga Rafan sengaja memilih kamar VIP khusus buat Lisa agar membuatnya nyaman di sana.
Rafan menepuk-nepuk punggung Lisa pelan. "Tidur ya, cantik." Bisik Rafan ditelinga Lisa.
Di sisi lain.
Cowok berkacamata hitam berjalan masuk ke dalam ruangan yang nuansa putih. Salah satu asistennya mendekat ke arahnya.
"Cari info mengenai laki-laki ini," titahnya memberi selembar foto.
"Baik, Tuan."
"Jangan sampai ada yang terlewatkan, cari sampai ke akar-akarnya. Dan segera berikan pada saya."
"Semoga Lo bisa jagain dia. Dari para musuh-musuh gue."

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now