58. Hari kelulusan

45.5K 3.5K 307
                                    

"Yeayy.... Kita lulus!" sorak Kila antusias diikuti semua para santri lainnya.
Yah, hari ini merupakan hari kelulusan bagi kelas tiga Aliyah angkatan 13. Dimana semua para santri menyambut dengan bahagia.
Setelah rangkaian wisuda telah mereka lakukan. Kini tinggalan bersua foto bersama keluarga atau dengan pasangan masing-masing.
"Eh, foto foto dulu kita," ajak Kila pada keempat sahabatnya.
Lisa yang berjalan perlahan di karenakan usia kandungannya kini telah memasuki bulan kedelapan. Jadi hal itu membuat Lisa sedikit kesulitan untuk berjalan.
"Satu...dua...tiga.... Senyum." Terdengar suara jepretan dari handphone yang di pegang oleh Kila.
"Sekali lagi Kila," ujar Uswah pada Kila.
"Gaya bebas!" titah Kila mulai memencet tombol.
Cekrek
"Lagi Kila lagi!"
"Ya Allah kenapa dah Uswah?" tanya Sa'adah mulai jengah.
Kila memutar bola matanya malas namun ia tetap menuruti ucapan Uswah, "Iya bawel."
Cekrek
Tak jauh dari mereka, terdapat lima cowok berdiri sembari menatap kearah para wanita yang asik bersua foto. Dengan tatapan fokus pada kelimanya.
"Gue heran sama kaum hawa, foto berkali-kali tapi yang di upload cuman satu?"  komentar Anza menatap heran.
"Sampai memori penuh tuh handphone tapi yang diambil satu biji doang," sambung Azam yang juga ikut mengomentari kaum hawa.
"Namanya juga cewek." Tambah Anza.
Ketiganya tak menggubris ucapan duo A melainkan fokus kepada lima gadis tersebut sehingga sedetik dari itu Azam kembali berucap.
"Kalau diliat-liat santri disini pada cantik-cantik semua terutama calon istri gue," puji Azam melihat keseluruhan para santri disana tapi yang ia lihat cuman Kila seorang.
"Calon calon, kapan yang mau di khitbah? Yang ada malah kecolongan Lo sama yang lain," saran Anza.
Azam menoleh kearah Anza, "Sabar sabar gue lagi nyiapin mahar dulu," timpal Azam.
"Bukan prihal mahar yang lo belum siap tapi mental lo yang belum siap," sambung Irul membuat yang lain menoleh kearahnya.
"Pernikahan bukan diukur dari banyaknya mahar yang lo berikan pada sih dia akan tetapi dilihat dari diri lo sendiri," katanya lagi.
Azam terdiam mendengarkan ucapan dari Irul.
"Tuh Zam, dengerin kata abwang Irul. Kalau lo benar-benar serius sama adek gue buruan tuh di khitbah, nanti di tikung baru terasa lo," anjur Anza memberi saran pada Azam.
Ucapan Anza ada benarnya juga yah. Seketika Azam mengangguk dengan mantap, "Ok! Gue udah ambil keputusan," kata Azam membuat keempat cowok tersebut serentak menoleh kearahnya.

*****

Sudah merasa puas dengan hasil foto yang begitu banyak sehingga membuat penyimpanan internal penuh akibat foto-foto mereka. Akhirnya mereka beranjak dari sana untuk menemui keluarga mereka masing-masing.
Azam melihat Kila yang sedikit berlari ke arah dirinya dengan senyum manis sehingga membuat jantungnya berdegup kencang.
Reflek ia memegangi jantungnya itu.
"Gue gak salah liat kan?" tanya Azam tak percaya, "Mimpi apa gue semalam?" gumamnya.
Seketika Azam menutup mata "Gue pasrah kalau dipeluk sama Dek Kila."
Satu detik
Dua detik
Saat hampir dekat dengan dirinya, ternyata Kila melewati Azam begitu saja. Merasa tak ada yang memeluk dirinya. Azam berinisiatif membuka kedua matanya.
"Loh, kok gak dipeluk?" batin Azam kemudian berbalik kebelakang.
Seketika itu juga ia melihat Kila memeluk kedua orangtuanya.
Sungguh harapan Azam musnah begitu saja.
Sedih, malu dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. Itu lah yang dirasakan oleh Azam.
"Mami Papi," ucap Kila memeluk Mami Dita.
"Selamat ya Sayang atas wisudanya," ucap Mami Dita memberi kecupan di pipi Kila.
"Iya Mami," balas Kila.
"Anak Papi udah wisuda, sini peluk Papi," sahut pak Zaki seraya merentangkan kedua tangannya.
Kila langsung berhamburan kedalam pelukan pak Zaki.
"Papi masih ingat kan janjinya?" tanya Kila melepas pelukannya.
Alis pak Zaki terangkat sebelah, "Janji apa ya? Papi lupa," ucap pak Zaki seraya berfikir.
Kila mencebik bibirnya kedepan "Ihh. Papi kok bisa lupa sih, itu loh handphone baru," jawab Kila mengingatkan.
"Oh iya, handphone baru."
Kila tersenyum lebar, "Kapan mau di beliin handphonenya?" tanya Kila tak sabaran.
"Tunggu kamu pulang ke rumah," kata pak Zaki.
"Beli apa Pi?" sela Anza juga ikut nimbrung.
Kila menoleh kearah Anza, "papi mau beliin gue handphone baru," jawab Kila cepat dengan nada terlihat pamer.
"Ella, cuman handphone baru doang kok bangga," cerca Anza sehingga mendapatkan tatapan tak suka dari Kila.
"Biar lah kan gue anak emas nggak kayak lo anak pungut, mbewekk" Kila membalas seraya menjulurkan lidahnya.
Tak terima di katakan anak pungut, "Lo tuh yang anak pungut, gue mah anak perak," timpal Anza.
"Anak perak? Anak karatan sekalian!" balas Kila lagi.
Helaan nafas terdengar dari Pak Zaki dan Ibu Dita saat melihat perdebatan kedua anaknya tersebut yang dimana membuat mereka harus menyiapkan kesabaran ekstra.
Di lain sisi. Kedua orang tua Lisa menghampiri dirinya yang tengah bersama Rafan. Tak lupa juga Aslan juga ikut bersama kedua orang tuanya. Demi merayakan kelulusan sang adik tercinta maka Aslan terpaksa datang walau harus menahan rasa cemburunya melihat Rafan yang dekat sama sang Adik.
"Assalamualaikum, Sayang," salam ummi Halimah dan abah Adam.
"Waalaikumsalam Ummi Abi," jawab keduanya. Rafan mencium punggung tangan mertuanya satu-satu.
"Abang gak diinget nih?" sindir Aslan, merengut sedih.
Lisa melepaskan pelukannya pada ummi Halimah dan beralih menatap kearah Aslan, "Hehehe lupa Abang," ucap Lisa cengengesan dan memeluk tubuh Aslan walau terhalang oleh perutnya yang besar.
Lihat lah sekarang, dimana Rafan menatap keduanya dengan wajah tak suka alias cemburu. Walau demikian Rafan tak menampakkan kalau dia sedang dilanda api cemburu. Ia hanya memperlihatkan wajah biasa.
Lisa terlebih dahulu melepaskan pelukannya. "Kirain Abang gak datang di wisuda Lisa ternyata dugaan Lisa salah."
"Mana mungkin Abang gak datang di hari kelulusan Adek Abang yang cantik ini. Apalagi Abang bakalan dapat ponakan baru," tutur Aslan memegang perut Lisa yang buncit.
"Abang mana kado buat Lisa?" tanya Lisa menengadah.
"Emangnya Adek Abang ini mau minta apa sih?" mencubit hidung mancung Lisa gemes sembari melirik ke arah Rafan.
"Hm... mau apa yah?" Lisa mulai berfikir seraya mengetuk dagunya.
Lama menunggu jawaban dari Lisa dan sedetik itu juga, "Lisa mau Kakak Ipar," jawabnya lantang tanpa beban.
Helaan nafa terdengar dari mulut Aslan, "Nyesel gue nanyain," batin Aslan frustasi.

*****

Memasuki bulan kedelapan. Memanglah sulit untuk melakukan aktivitas apapun. Bukan cuman berjalan yang harus tertatih-tatih, tapi postur tubuh harus menanggung akibatnya. Badan yang awalnya seperti gitar melodi kini berubah menjadi gitar spanyol.
Saat ini jam menunjukkan 10:30 malam. Bukannya tidur, wanita muda yang tengah hami tua itu memerhatikan dirinya didepan cermin dari atas sampai bawah. Ia memutar badannya ke kanan dan ke kiri seolah-olah ia sedang menilai dirinya lewat cermin
"Badan Lisa gak bagus lagi," komen Lisa membolak-balikkan tubuhnya.
"Kalau Lisa gemuk, pasti mas Rafan bakalan ninggalin Lisa, nanti cari istri baru lagi." Terdengar helaan nafas keluar dari mulutnya.
"Lisa nanti bakalan jadi janda kembang dong?" kembali Lisa berucap dengan pikiran yang semakin kemana-mana.
Ceklek
Lisa berbalik ketika pintu kamarnya terbuka. Senyum lebar dari tatkala melihat sayang barusan membuka pintu kearah Lisa. Namun bukan balasan yang ramah yang ia dapatkan melainkan tatapan berbeda di wajahnya.
Perlahan Rafan berjalan menghampiri istrinya yang kemungkinan moodnya dalam keadaan tidak bagus.
"Kenapa kok mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Rafan lembut dengan tangan menangkup pipi berisi itu. Lisa tak menjawab.
"Lisa kelihatan gemuk gak?" tanya Lisa tiba-tiba.
Satu alis Rafan terangkat, ia bingung atas pertanyaan yang dilontarkan oleh istrinya. "Tumben kamu nanya kayak gitu, Bee?" tanya Rafan, balik.
"Ih... Mas jawab dulu bukan tanya balik?"
"Iya iya, kamu gak gemuk, cuman ...."
Rafan menggantungkan kalimatnya. "Sedikit berisi aja," jawabnya secara fakta.
Respon Lisa bukan senang melainkan sebaliknya. "Berarti Lisa gemuk dong!" timpal Lisa mengerucutkan bibirnya kedepan.
Yah, yang harus Rafan lakukan hanya lah pasrah dan pasrah.
"Cantikkan aku atau mantan kamu?" Kembali Lisa bertanya yang di mana membuat Rafan melotot sempurna.
Damn! Mantan? Jangankan mantan pacaran aja Rafan tak pernah. Karena prinsip Rafan yaitu stay sampai halal maka dari itu ia berpegang teguh atas prinsipnya.
"Bee, Mas gak punya mantan cuman kamu satu-satunya wanita yang Mas temui dan wanita pertama yang Mas nikahi," ujar Rafan memegang kedua tangan Lisa.
"Terus yang namanya Laras tuh siapa? Kok Mas bisa kenal?" tanya Lisa dengan tatapan intimidasi.
"Teman Mas semasa SMA gak lebih," jawab Rafan serius tanpa ada kebohongan di dalam kalimatnya.
Memang fakta kalau Laras adalah teman semasa SMA Rafan dulu.
Tak ada kebohongan di mata Rafan melainkan kejujuran disana. "Mas gak bohong, kan?" tanya Lisa memastikan.
"Iya Bee, Mas gak pernah pacaran dan gak dekat sama dia. Hanya sebatas teman sekolah aja," tandas Rafan menyudahi ucapannya.
Lisa langsung berhamburan kedalam pelukan Rafan, "Maaf... Lisa takut kalau Mas akan berpaling dari Lisa dan ninggalin Lisa sama dedek bayi," ungkap Lisa dalam pelukannya. Rafan membalas pelukan Lisa dan mengelus punggungnya.
Kemudian Rafan menyudahi pelukannya dan menangkup pipi Lisa dengan kedua tangannya.
"Tatap mata Mas," pinta Rafan. Lisa pun mendongak.
"Cinta pertama dan terakhir Mas adalah kamu. Dan tidak ada lagi nama wanita lain selain nama kamu," katanya tak pernah lepas memandangi wajah cantik Lisa.
"Arwa ul Qulub Qolbuk wa ajmalul kalaam himsuk wa ahla maa fie hayaatie hubbuk," ucapan yang bermakna indah keluar dari mulut Rafan yang dimana membuat Lisa kembali memeluk tubuhnya.
Artinya: Hati yang paling menakjubkan adalah hatimu, suara yang paling indah adalah bisikanmu. Hal termanis dalam hidupku adalah mencintaimu.
Ah rasanya Lisa pengen terbang ke atas genteng. Ingin berteriak sekencang-kencangnya agar seluruh dunia tahu bahwa malam ini ia sangat bahagia sekali.
Mereka berdua menyudahi pelukan dan mereka menyatukan dahi mereka satu sama lain, "Ana uhibbuki fillah, Bee."
"Kama 'anani 'uhibuk min allah," balas Lisa dalam bahasa Arab. Dengan senyum merekah diantara keduanya.
Rafan menjauhkan kepalanya, "Mau tidur?" tanyanya, Lisa mengangguk.
Tanpa berlama-lama, Rafan menggendong tubuh Lisa begitu saja, dan membawanya menuju keatas ranjang mereka. Dengan perlahan Rafan meletakkan Lisa diatas ranjang.
Lantas Rafan meletakkan satu bantal empuk pada bagian punggung agar istrinya merasa nyaman. Setelah itu ia pun ikut naik untuk menyusul.
Rafan mensejajarkan wajahnya pada perut Lisa untuk memberikan kecupan singkat sebagai perpisahan tidur. "Selamat tidur malaikat kecil Baba, tidur yang nyenyak disana, jangan ganggu Bunda tidur yah," ucap Rafan lalu mengecup lama perut Lisa.
Dan terakhir Rafan beralih mencium kening Lisa, "Mimpi indah, Zaujati."
Lisa terpejam menikmati ciuman dari Rafan dengan senyum mereka di bibir pink nya. Kini wajahnya bersemu merah seperti pantat kerbau.
"Good night my husband," ucap Lisa sebagai penutup dari obralan mereka.
Perlahan mata mereka berdua terpejam dengan seiring waktu berjalan, dan hembusan angin yang begitu tenang menjadi musik pengantar tidur.

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now