Ehek!

158 37 5
                                    

Boby menoel-noel lengan Shania, kepalanya bersandar tak berdaya di sandaran sofa. "Shan, aku lapar." rengeknya untuk kesekian kalinya.

"Makan sana, di dapur ada makanan. Biasanya juga langsung makan tanpa disuruh." ujar Shania tanpa mengalihkan pandangan dari novel yang di bacanya.

"Tapi aku maunya makan bakso di depan komplek." tangan Boby beralih, memainkan rambut panjang Shania.

"Tangan kamu diem dulu deh. Ini tuh tanggung, tinggal 3 bab lagi." Shania menepis tangan Boby yang memelintir rambutnya.

"Sini aku bantu baca biar cepet selesai." Boby menggapai novel yang lebih dulu dijauhkan Shania dari jangkauannya.

"Mana bisa gitu sih!" novel yang dibaca Shania mendarat dengan mulus di kepala Boby. "Diem! Aku selesaiin ini dalam 20 menit kalau kamu gak ganggu aku."

"Kalau aku mati kelaparan dalam 20 menit, kamu yang tanggung jawab." gerutu Boby yang sudah pasrah.

"Hmm, nanti aku yang ngurusin pemakaman kamu."

"Amit, amit!" Boby langsung menegakkan punggungnya dan memukul-mukul sofa yang didudukinya. "Kamu kalau ngomong kok sembarangan sih." gerutunya.

Shania hanya mendelik malas. "Kan kamu sendiri yang bilang kalau kamu ..."

"STOP!" Boby menutup telinganya, "Aku nungguinnya sambil tiduran aja." ujarnya menuju kasur Shania.

20 menit kemudian

Shania membereskan novelnya, menyimpannya di deretan novel koleksinya di lemari kecil dekat meja belajar.
Ia tersenyum kecil melihat Boby yang tidur tengkurap di kasur miliknya. Ia mendekat ke sisi di mana Boby tertidur, melepas headset dari telinga Boby lalu meletakkannya di nakas beserta ponsel milik Boby. Ia lalu berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengisi perutnya sendiri. Tanpa membangunkan Boby.

***

Boby menggeliat, perlahan kedua matanya terbuka. Setelah merasa nyawa sudah terkumpul ia celingukan mencari Shania yang ternyata ikut tertidur di sampingnya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas begitu saja saat melihat wajah damai Shania saat terlelap. Kepalanya bergerak untuk memperpendek jarak antara dirinya dan Shania. Ia mengecup kening Shania lembut, kemudian kedua kelopak mata gadis itu secara bergantian. Kedua matanya otomatis terpejam saat kecupannya semakin turun menuju bibir pink milik Shania, ia membuka matanya cepat saat merasakan ia mencium sesuatu yang teksturnya berbeda dengan bibir Shania.

Ia mencium telapak tangan Shania. Entah sejak kapan gadis itu bangun. Sekarang ia menatap tajam kepada Boby yang masih belum menarik bibirnya dari telapak tangannya.

"Mau ngapain!?" tanya Shania dengan nada yang sama sekali tidak bersahabat.

Boby memundurkan kepalanya pelan-pelan, setelah merasa jaraknya cukup nyaman ia nyengir, memamerkan deretan giginya.

"Mau curi kesempatan dalam kesempitan!? Berani ya sekarang!" cecar Shania.

"Eng, enggak!"

"Boong!"

"Serius, tadi ada nyamuk di situ!"

"Halah, gak usah ngelak lagi." Shania menekan-nekan jidat Boby, "Di sini tuh tertulis dengan jelas kalau kamu mau nyium aku tadi!"

Shania bangkit lalu duduk di samping Boby yang masih telentang.

"Iya deh, iya. Aku mah emang selalu salah kalau sama kamu." pasrah Boby.

"Ish!"

Boby ikut duduk, ia merentangkan tangannya bermaksud merenggakan ototnya yang terasa sedikit kaku. Ia menggerakkannya ke kiri dan kanan, yang tentu saja mengenai Shania yang duduk di sampingnya. Membuat gadis itu melotot dan menepis gerakan tangan Boby kasar.

"BOBY!"

"Apa, sayang?"

"Apa, sayang?" Shania meniru apa yang dikatakan Boby, bermaksud mencibir. "Pulang sana!" usirnya

Boby tertawa kecil, ia memegang kepala Shania dengan kedua tangannya, kemudian menariknya dan mendaratkan kecupan-kecupan kecil di bibir Shania.

"BOBY!"teriak Shania. Ia berusaha melepas tangan Boby yang mengurung kepalanya. Setelah berhasil ia mendorong wajah Boby agar menjauh. "Mesum!"

"Biarin. Mesumin pacar sendiri ini!"

Shania memutar bola matanya malas.

"Kamu udah selesai baca novelnya kan? Ayo kita makan!"

Dahi Shania berkerut, ia menepuk pipi Boby. "Bangun, By!" Ia menunjuk jam yang tertempel di dinding. "Warungnya udah tutup jam segini."

Mata Boby melotot, "Jam 1? Kok kamu gak bangunin aku sih?"

"Kayak kamu bakalan bangun aja." jawab Shania cuek. Ia turun dari kasur, memungut sepatu Boby di lantai dan mengambil kunci mobil di nakas. Ia memberikan barang-barang itu kepada Boby. "Pulang." ujarnya datar.

"Tapi aku laper, sayang." Boby memasang wajah sememelas mungkin.

"Makan di tempat kamu aja. Masih ada pasta instant di kulkas." Shania menarik tangan kanan Boby agar bangkit dari duduknya di atas kasur.

Boby hanya pasrah, ia mengikuti tarikan Shania menuju pintu kamar dengan sepatu di tangan kirinya. "Gak nganterin sampe depan?" tanyanya.

"Enggak!" Shania mendorong punggung Boby keluar kamar.

"Aku gak boleh nginep?" tanya Boby lagi.

Shania menggeleng, "Dadah, tidur nyenyak ya sayangkuh!" ia berjinjit mencium kening Boby.

5 detik kemudian pintu di depan Boby tertutup dan terdengar kunci yang diputar pertanda sang empunya benar-benar tidak akan membiarkannya masuk lagi.

Boby mendengus. Ia berjongkok memasang sepatunya asal. Kepalanya mendongak saat mendengar teriakan Shania.

"HP kamu, aku sita. Tadi aku baca ada chat-an kamu sama cewek!"

Bahu Boby melemas, dengan gontai ia berjalan keluar unit Shania menuju unitnya sendiri yang berada satu lantai di atas unit Shania.

***

Repost

Side StoriesWhere stories live. Discover now