Flashback

142 34 11
                                    

Oneshot ini adalah awal mula dari little piece.

Happy reading.

***

"Lo itu ya. Anak baru tapi kelakuannya bener-bener." geram siswa id card bertulis panitia tergantung di lehernya. Siswi peserta ospek di depannya hanya menunduk. "Sebagai hukuman, kamu cari kakak kelas yang namanya Boby Abdillah. Bawa dia kesini dalam waktu 30 menit." perintahnya.

Siswi baru itu mendongak, matanya membulat. "Tapi, kak,-"

"Gak ada tapi-tapian. Sana cari dia!" potong kakak panitia itu cepat.

Siswi baru bernama Shania itu hanya menghela nafas. Ia berbalik, mulai meninggalkan lapangan. Menyusuri koridor dengan bingung. Sesekali ia bertanya kepada kakak kelas yang ia jumpai.

"Cari di belakang, bawa pohon yang lebat itu."

Shania mengeryit. Jangan-jangan si Boby Boby ini siswa yang bunuh diri di sekolah, trus jadi penunggu sekolah. Pantas saja kakak-kakak kelas yang mendengar hukumannya tadi terlihat aneh. Ia bergidik ngeri.

Kakak kelas yang ditanyainya tertawa dengan keras. Berhasil menyadarkannya dari pikiran-pikirannya yang semakin liar.

"Tenang. Dia bukan penunggu pohon itu kok. Dia cuma temenan sama penunggunya."

"Ya?" Shania tambah bingung.

Kakak kelas itu tertawa lagi. "Buruan cari Boby di belakang sebelum orangnya ilang."

"Eh," Shania seolah baru sadar kalau waktunya semakin tipis. "Makasih, kak." ia sedikit membungkuk lalu berlari meninggalkan kakak kelas itu.

"Hati-hati ya! Jangan coba ganggu dia kalau lagi baca komik!" teriak kakak kelas itu.

Sedang di belakang sekolah, tepatnya di bawah pohon yang cukup rindang. Boby duduk di dalam diam, serius membaca komik, di kedua telinganya menggantung headset.

Angin berhembus, ia meletakkan komiknya di pangkuan. Kepalanya menghadap ke atas dan matanya tertutup dengan sendirinya. Rambutnya yang agak panjang bergoyang mengikuti hembusan angin.

"Permisi, kak." sapa Shania yang akhirnya menemukan Boby. Ia menunggu, tapi lelaki di depannya tidak bergeming. Berbekal keberanian dan waktu yang semakin mepet, akhirnya ia berjongkok, mencolek pelan lengan Boby. "Kak Boby?"

Deg!

Dan ketika mata sipit berbalut kacamata itu itu terbuka, ia membeku. Kedua bola mata itu menatapnya kebingungan, namun ada sorot mengintimidasi di sana. Bukannya ketakutan, Shania justru terpesona. Seolah-olah ia tenggelam ke dalamnya. Lama ia terdiam, lelaki di depannya sampai mengerutkan kening.

"Mampus!" umpat Shania, dia mengingat kalau waktunya semakin menipis. "Kak Boby Abdillah kan?" tanyanya memastikan.

Salah satu alis Boby terangkat. "Kenapa?"

"Kak Boby bisa ikut aku ke lapangan gak, sebentar doang?" tanyanya takut-takut, ia berdiri dengan kedua lutut.

"Enggak!" jawab Boby terlampau datar. Ia kembali melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda.

"Kak, please. Aku lagi dihukum. Kalau aku gak berhasil bawa kak Boby ke lapangan, aku bakalan dihukum lagi. Demi Tuhan, aku udah capek dihukum terus dari kemarin." papar Shania, wajahnya memelas. Berharap kakak kelas di depannya itu mau menolong.

"...." Boby tidak bergeming, ia masih fokus membaca komiknya. Seakan-akan tidak ada orang lain di sekitarnya.

Shania yang melihat semakin ketar-ketir. Ia melirik komik yang dibaca Boby. Tidak ada cara lain, ia harus melakukan ini.

Side StoriesWhere stories live. Discover now