"Jangan biasakan menyelesaikan masalah pakai kekerasan," kata seseorang.
Pak Hamdan beserta empat remaja menoleh.
"Nanti malah bikin masalah tambah panjang," lanjut orang itu. Ia membetulkan rantai arloji sambil mendekati kawan sebangku semasa sekolah.
"Bukan kekerasan seperti itu. Hanya perkelahian kecil. Ya ... maklumlah darah muda," timpal Pak Hamdan, fans garis lunak Haji Rhoma Irama.
Arief, Sahrul dan Fajar menegakkan badan menyadari tulisan REZALDI di dada seragam cokelat pria yang datang itu. Bripda Wibowo bersama dua polisi lain tampak di belakang tidak mengekor atasannya.
AKP Rezaldi menyodorkan tangan. Dengan segan Arief dan dua pemuda bergantian menjabatnya. Wafa menangkupkan kedua tangan depan dada dan tersenyum tipis.
"Tangannya pada dingin-dingin," kelakar AKP Rezaldi.
"Kan gugup, Pak," sahut Sahrul berupa bisikan tapi semua orang bisa mendengar.
"Hahahaha. Kalau bukan pengedar, bukan pemakai, ngapain gugup, Mas?"
Sahrul hanya nyengir. Yang ia khawatirkan adegan ia dengan Fajar cosplay jadi petarung UFC telah disaksikan seluruh pegawai kantor polisi!
"Oh iya. Seandainya Mas-Mas di sini mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari anggota kami, baik sejak penggeledahan sampai saat ditanya, saya sebagai atasan menyampaikan permintaan maaf. Mengingat prosedur tidak selalu berjalan lancar..."
Sesaat mereka masih berbincang, Pak Hamdan mendorong pundak putrinya. Menuntunnya menjauh.
"Ayah." Alis Wafa berkerut.
Pak Hamdan mengedarkan pandangan ke sekitar. "Kenapa kamu ikut-ikutan ke sini?"
Tanpa langsung menjawab, Wafa menarik dan mencium tangan kanan sang ayah.
"Nak, kenapa kamu ikut-ikutan ke sini?" ulang Pak Hamdan.
"Ayah juga kenapa ke sini? Ayah cepu, ya?" cecar balik gadis berjilbab.
"Apa itu cepu?"
"Mata-mata polisi."
"Bukan."
Wafa hampir menyilangkan tangan di dada menunggu alasan ayahnya, tapi urung dilakukan. Menurutnya menyilangkan tangan di hadapan orang tua tidak birrul walidain.
"Cuma kasih informasi seperlunya ke teman polisi..."
Lah, sama aja, Yah.
"...Teman Ayah sudah lama mengintai rumah kos itu," jelas Pak Hamdan.
Mereka sama-sama menatap pemuda berkemeja hitam merangkul bahu dua adik tingkatnya.
"Kak Arief enggak bersalah," lirih Wafa setelah sekian detik.
Pak Hamdan menghela napas panjang. Laporan-laporannya tentang orang-orang mencurigakan kepada AKP Rezaldi melalui WhatsApp berujung Arief nahas. Ia tertangkap usai ditemukan sabu seberat dua gram di tempat sampah kamarnya. Dalam waktu dekat anak muda itu ditetapkan sebagai pengedar.
"Serahkan pada mereka yang punya kapasitas menyelidiki. Ayo pulang, Nak."
Wafa mengerjap. "Aku mau balik ke ruang interogasi. Boleh, enggak, Yah?"
Pak Hamdan kaget. "Buat apa?"
"Ada yang pengin aku coba ceritakan sama Pak Gani." Sesuatu mengganjal pikirannya sejak siang.
"Ayah ikut." Pak Hamdan mengizinkan tapi tidak suka putrinya pergi sendirian.
"Ayah mau bersaksi juga?" Wafa mempercepat langkah di sepanjang selasar karena Pak Hamdan mendahuluinya. Ia yakin ayahnya turut menyaksikan diskusi tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Buntu
Fiksi Remaja(fiksi remaja - misteri) "DAN NARKOTIKA, TIKA! APA PUN JENISMUUU ... TAK AKAN KUKENAL LAGI DAN TAK AKAN KUSENTUH LAGI WALAU SECUIL, SECUIL!" Nada dering dangdut sang polisi mengagetkan dirinya. Mengingat statusnya yang kini 'gantung' akibat terseret...