12. Sungai

5.3K 123 11
                                    

"awww, udahh Dikk... uhh, gelii," Ustad Izhar terkejut dengan perlakuan dika. Ia mencoba melepaskan gigitan Dika di putingnya yang coklat dan ditumbuhi sedikit bulu itu. Namun Dika enggan untuk melepaskannya.

Dika semakin kuat memberontak hingga membuat ustad Izhar terbaring di saung itu. Dika semakin gencar melakukan aksinya. Ia menaiki perut ustad Izhar yang masih dilapisi oleh keringat. Mulutnya tak berhenti untuk menyedot dan mengigit-gigit puting itu.

"Ughhh, Dikaaa, ahhh," desah Ustad Izhar. Ia mulai menikmati apa yang dilakukan oleh Dika. Dika semakin bersemangat karena tidak ada penolakan dari ustad Izhar. "Jangan keras-keras gigitnyaaa, ahhh," tambahnya. Dika memaikan kedua puting itu bergantian, kanan dan kiri. Begitu pula tangannya tak hanya diam, ia ikut memilin kedua puting itu.

Dika merasakan sesuatu yang keras diantara kedua paha Ustad Izhar. Tampaknya sesuatu mulai terbangun di bawah sana. Berkedut dan menyundul perut Dika. Ustad Izhar tentu sadar akan hal itu. Keringat Ustad Izhar kembali bercucuran membuat tubuhnya mengkilap.

"Dikaa,... ahh udah Dik... Om nyerah," pinta Ustad Izhar lagi. Ia mencoba melepaskan gigitan Dika. Hatinya bergejolak untuk melepaskan kenikmatan itu. 'ini ga bener ini,' ucap Ustad Izhar dalam hati.

Kali ini serangan Dik melemah, memberikan kesempatan untuk Ustad Izhar melepaskan putingnya dari terkaman Dika.

"Hahhh, kamu inii... siapa yang ngajarin itu," ucap Ustad Izhar sembari menghela napas menenangkan dirinya. Dika hanya tersenyum puas.

"Jangan diulangi lagi ya, ga boleh seperti itu," petuah ustad Izhar, Dika mengangguk. Ia lantas duduk di tepi saung, dengan kaki menjuntai di atas tanah. Ustad izhar mengambil rokok dan memasukkannya ke dalam mulut. Ia menyalakan korek api, dan menghidupkan rokoknya.

Dika spontan langsung merebahkan kepalanya di pangkuan Ustad Izhar. Ustad izhar menyambut kepala Dika dan mengelus-elus rambutnya. Dika sudah dianggap sebagai anaknya sendiri oleh ustad Izhar. Dika pun demikian, ia seperti memiliki banyak orang tua yang sayang padanya.

Dika kini memandangi wajah ustad Izhar lekat-lekat. Ternyata wajah ustad Izhar sungguh menawan. Rambut yang tercukur rapi, mata yang tajam, hidung yang mancung, Rahang yang tegas dengan bekas cukuran pada jambangnya. Pandangannya turun ke dada ustad Izhar yang sangat bidang dan kokoh, dengan rambut tipis yang menghiasi, bahkan sampai di bagian putingnya yang kecoklatan. Perutnya punt terbentuk secara alami, terkotak-kotak, bagaikan dipahat dengan sempurna. Meskipun badannya berkeringat, ia sama sekali tidak bau. Ustad Izhar memang pandai menjaga tubuhnya.

Pandangan Dika kembali ke wajah ustad Izhar yang sedang menyesap rokok di mulutnya. Menyadari ia sedang diawasi, Ustad Izhar menatap Dika yang sedang berada di pangkuannya. Tatapan mereka beradu.

"Kenapa liatnya kayak gitu?" tanya Ustad Izhar memecah keheningan.

"Gapapa, Om ustad ganteng, hehe," puji Dika.

"Hahaha, kamu ini bisa aja," tawa Ustad Izhar sambil mencubit hidung Dika. "Dika juga ganteng, lucu, pinter, rajin ngaji pula," imbuhnya.

Dika yang mendengar pujian itu menjadi malu-malu.

"Tapi gembul, hahaha," ledek Ustad Izhar sambil mencubit pipi Dika.

"Ihhh, baru aja muji, malah diledekin lagi," jawab Dika cemberut. Wajah cemberut Dika, membuat pipinya tampak semakin membesar.

"Hahaha, ngambek lagi nihh?" tanya Ustad Izhar.

"Hmmm," jawab Dika ketus. Ia beranjak dari pangkuan ustad Izhar dan duduk membelakanginya.

"Lhoo, beneran ngambek ceritanya," ujar Ustad Izhar. Ia mencoba menggoda Dika dengan menggelitik perut Dika. Namun Dika tidak merespon, hanya diam

Cupp... sebuah ciuman mendarat di pipi Dika. Ustad Izhar gemas dengan sikap Dika, ia tak tahan untuk tidak mencium pipinya itu.

Dika dan Para Suami - New ChapterWhere stories live. Discover now