20. Hancur

1.2K 113 22
                                    

"Dik, Papa sama Mama sudah daftarin kamu sekolah di X, itu sekolah yang bagus buat Dika, bulan depan ada tes penerimaannya sayang," ucap Papa ketika mereka sedang menyantap makan malam.

"Tapi Pa, temen-temen Dika semua sekolah di SMP sini, nanti Dika ga ada temennya," sanggah Dika.

"Masalah teman itu bisa dicari sayang, tapi kalo kesempatan ini ga bisa dateng dua kali," jawab Mama Dika.

Dika terdiam. Dipikirannya berkecamuk. Ia tak ingin jauh dari teman-temannya, namun di sisi lain, ia membenarkan kata Mama. Sekolah itu memang sangat terkenal di antara sekolah lainnya.

"Nanti tiap pagi Dika bareng sama Papa aja, kan se arah sama kantor papa. Pulangnya juga nanti Papa yang jemput," tambah Papa.

Dika tak menjawab, namun kepalanya mengangguk, menandakan persetujuan.

Hari berlalu, Dika kini sedang asik bermain dengan HP barunya. Ia mengutak atik semua fitur yang ada. Berbagai game online sudah ia mainkan, namun ia merasa bosan.

Dika pun lalu membuka aplikasi chat, dan mencari kontak favoritnya, Ustad Izhar.

"Om lagi apa?" ketik Dika. Pesan terkirim, namun belum terbaca oleh Ustad Izhar.

Beberapa menit berlalu, ia masih belum menadapat jawaban. Biasanya Ustad Izhar segera menjawab semua chat yang masuk dari Dika. Ini bukan pertama kalinya Dika menghubungi Ustad Izhar. Namun ini pertama kalinya Dika tak kunjung mendapat jawaban.

"Om, Dika didaftarin di sekolah X, tapi Dika takut nanti ga punya temen," ketik Dika lagi. Pesan tersebut terkirim.

Dika meletakkan Hpnya menunggu balasan dari Ustad Izhar. Ia berbaring di kasur, lengannya menutup wajah Dika.

Tumben Om lama balesnya. Kemana ya? Mungkin sibuk kali ya. Pikirnya

Dika mencoba mengalihkan pikirannya dengan mencoba mengerjakan latihan soal, mengingat nanti akan ada tes masuk dari sekolah tujuannya.

Waktu berlalu, tak terasa malam pun tiba. Dika menghentikan aktivitasnya, dan kembali mengecek Hpnya. Ia berharap mendapatkan notifikasi favoritnya. Namun ia tak mendapati pesan dari Ustad Izhar, melainkan dari temannya yang lain. Ia menghiraukan pesan temannya itu.

Dika kembali membuka kolom pesannya dengan Ustad Izhar. Masih dengan tanda terkirim, belum ada dua garis biru di layarnya.

"Om?" Ketika Dika lagi. Kali ini pesan Dika hanya centang satu.

Kemana lagi si Om ini, kok sampe centang satu gini, pikir Dika kesal.

Sementara itu, di sisi Ustad Izhar, kepanikan melanda dirinya. Mbak Umi kembali kehilangan kesadarannya. Ia segera dilarikan ke IGD siang itu, mengingat kehamilannya yang sudah hampir mendekati jadwal kelahiran.

Ustad Izhar dan Ibu Mbak Umi kalang kabut. Mereka sudah menjaga mbak Umi dengan penuh perhatian. Mereka bahkan tak membiarkan mbak Umi untuk melakukan aktivitas yang berat. Ustad Izhar meminta Ibu mertuanya untuk istirahat saja di luar.

Tak lama, selang infus kembali terpasang di lengan Mbak Umi. Berbagai pemeriksaan dilakukan untuk melihat kondisi Mbak Umi. Ustad Izhar terlihat pasrah. Tangannya memegang erat tangan istrinya itu. Ia menatap wajah Mbak Umi yang terbaring lemah. Mulutnya tak henti-hentinya memanjatkan Doa.

30 menit berlalu, Dokter menghampiri Ustad Izhar dengan membawa beberapa hasil laboratorium.

"Pak, seperti yang saya tertulis di sini, istri bapak memiliki riwayat anemia, dan dari hasil lab terbaru, jauh dibawah batas normal. Jadi rencananya hari ini kita pantau dulu, istri bapak harus masuk rawat inap. Jika hasilnya tak kunjung membaik, harus dilakukan persalinan segera agar bisa menyelamatkan janinnya Pak, mengingat kondisi janinnya yang sudah berumur 8 bulan," ucap Dokter itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dika dan Para Suami - New ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang