18. Tuntaskan

1.3K 94 7
                                    

Dika dan Ustad Izhar berjalan menuju warung Bakso yang terkenal di desanya. Selama perjalanan, Ustad Izhar lebih banyak diam. Pikirannya kacau. Ia malu atas perbuatannya yang baru saja terjadi.

Sementara Dika, ia tak menyangka atas apa yang baru saja terjadi. Jika biasanya ia hanya dicium oleh orang-orang di pipi, tapi kali ini ia mendapat ciuman di bibir, dari orang kesayangannya.

Pikiran Dika kembali teringat kejadian yang baru saja ia alami. Jantungnya berdebar mengingat hal itu. Ia bisa merasakan bibir Ustad Izhar yang tebal, meskipun hanya sekilas.

"Wahh, sama anak sulung Pak Ustad?" sapa Bang Panji, tukang bakso di desanya. Bukannya Bang Panji tidak mengenal Dika, justru karena kedekatan Dika dan Ustad Izhar, membuat orang orang menganggap Dika sebagai anak dari Ustad Izhar.

"Hehe, iya Bang. Baksonya dua ya, makan di sini," jawab Ustad Izhar.

"Tiga," ucap Dika singkat.

"Lah, kan cuma berdua," tanya Bang Panji kebingungan.

"Iya bang, om ustad satu, Dika dua, hehe," jawab Dika dengan santai. Tanpa meminta persetujuan Ustad Izhar, Dika menambah pesanannya sendiri.

"Emang habis?" tanya Ustad Izhar.

"Iyaa dong, laper om," jawab Dika.

"Ya sudah, jadinya tiga mangkok ya bang, minumnya satu teh anget, dan satu lagi..." ujar Ustad Izhar.

"Es teh aja," jawab Dika. Ustad Izhar menoleh ke arah Dika. "Gapapa Om, kan baksonya udah hangat," imbuh Dika

"Siap laksanakan, silakan duduk," ucap bang Panji.

Tak lama, pesanan mereka sudah siap tersaji di meja mereka. Dika menyantap bakso itu satu persatu. Ustad Izhar tertawa melihat tingkah Dika yang menggemaskan. Bagaimana tidak, ia melihat pipi Dika semakin membesar ketika mengunyah bakso di mulutnya. Ia hanya bisa tertawa melihat itu.

"Dik...," ucap ustad Izhar dengan ragu.

"Hmmm?" jawab Dika singkat. Ia masih mengunyah bakso di mulutnya.

"Anu..." ucap Ustad Izhar dengan ragu. "Soal tadi, jangan bilang siapa-siapa ya," imbuh Ustad Izhar memberanikan diri.

Dika menatap wajah serius ustad Ihzar. Ia menelan bakso yang ada di mulutnya, namun kesusahan. Dika batuk karena tersedak.

"Minum dulu," ujar Ustad Izhar. Ia mengambilkan gelas es teh, dan memberikannya pada Dika. Dika menyambar gelas itu dan meminum es tehnya.

Dika mengambil napas panjang, "iya om Ustad, gapapa. Lagian Dika juga suka," jawab Dika. Degh! Ia sadar ada yang salah dari ucapannya barusan.

"Maksudnya?" Tanya Ustad Izhar keheranan.

"Hmmm... Maksud Dika...." dika berpikir sejenak. "Dika suka kalo ada yang perhatian sama Dika, itu berarti ada yang sayang sama Dika," imbuhnya.

"Ohhh, gitu. Kirain," jawab Ustad Izhar.

"Kirain kenapa Om? Om sayang sama Dika kan?" Jawab Dika mencoba bersikap biasa.

Pertanyaan itu hanya dibalas senyuman oleh Ustad Izhar sembari mengelus kepala Dika. Dika membalas senyuman Ustad Izhar.

Mereka berdua menyelesaikan makan siang mereka. Ustad Izhar berencana mengantar Dika pulang, namun Dika menolak. Ia ingin menemani Ustad Izhar hari ini, bahkan ingin menginap di rumah Ustad Izhar.

Namun, gayung tak bersambut, Dika tidak diijinkan untuk menginap, karena besok Dika harus ke sekolah dan sebentar lagi ujian nasional. Dika harus mempersiapkan ujian itu. Dika mendengar itu kecewa pada Mama dan Papa. Namun Ustad Izhar mencoba menenangkan Dika, dan akhirnya Dika dengan berat hati menerima keputusan itu. Ia berpamitan dengan Ustad Izhar dan memeluknya erat-erat, sebelum akhirnya melepas kepulangan Ustad Izhar.

Dika dan Para Suami - New ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang