17. First .....

1.1K 77 10
                                    

Kondisi Mbak Umi semakin hari semakin membaik. Ia kini sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Dokterpun berpesan agar menjaga kehamilan dan kesehatan Mbak Umi karena kehamilan Mbak Umi berisiko.

Sepulang dari rumah sakit, Mbak Umi dan Ibunya bergegas pulang ke rumah Ibu Mbak Umi. Sedangkan ustad Izhar kembali ke rumah untuk menyelesaikan urusan dengan Papa Dika.

"Sudah sah ya Pak," ucap Ustad Izhar.

"Sudah sah Pak Ustad, terima kasih banyak," jawab Papa.

"Saya yang terima kasih banyak, bapak sudah banyak sekali membantu saya," timpal Ustad Izhar

"Yahh, bukan masalah Pak Ustad. Lagian, bapak juga udah sering ngemong Dika," ucap Papa. "tuh, anaknya sedih dari kemaren," imbuhnya.

Semua mata tertuju pada Dika yang juga ada di ruang tamu itu. Terlihat di wajah Dika kesedihan yang amat dalam. Ia akan kembali ditinggal oleh salah satu orang kesayangannya. Masih tergambar jelas perasaan ketika Om Muh berpamitan, kini ia harus menghadapinya kembali dengan melepas kepergian Ustad Izhar.

"Uhhh sayang, sini sini," ucap Ustad Izhar, ia meminta Dika untuk mendekat padanya.

Dika melangkah dengan gontai. Ia langsung memeluk Ustad Izhar lagi dan membenamkan wajahnya di tubuh Ustad Izhar. Ia mencoba meresapi semua momen itu, suasananya, harum wangi tubuhnya, usapan lembutnya, hingga deru napas Ustad Izhar. Ia ingin merekam semua kenangan itu, meskipun hanya akan ditinggal oleh ustad Izhar selama beberapa bulan saja.

"Mau ikut Om Ustad jalan-jalan?" tanya Ustad Izhar.

Dika hanya mengangguk mengiyakan, sedangkan wajahnya masih terbenam di dada Ustad Izhar. Ustad Izhar menoleh ke arah Papa Dika seolah meminta ijin. Papa Dika hanya mengangguk dan tersenyum.

"Ya sudah, ayoo," ucap Ustad Izhar. Ia melepas pelukan Dika, dan terlihat wajah Dika sudah basah oleh air mata lagi. Ustad Izhar menghapus air mata Dika di pipinya.

"Udah dong jangan nangis, nanti Om ikutan sedih lagi," ujar Ustad Izhar.

"Mana senyum gantengnya?" tanya Ustad Izhar menggoda.

Dika pun mencoba tersenyum, meskipun tak selebar biasanya, namun garis senyum terlihat di bibirnya.

"Nah gitu dong, pamit dulu sama Papa sana," pinta Ustad Izhar.

Dika bergegas menuju Papanya untuk berpamitan. Ia ingin segera menghabiskan waktu terakhirnya dengan Ustad Izhar.

"Gendong!" pinta Dika tiba-tiba.

"Hmmm, manja ya kamu. Ya udah," ujar Ustad Izhar. Ia pun langsung menggendong Dika di punggungnya.

Mereka berdua mengobrol banyak hal, Dika aktif bercerita tentang sekolah dan teman-temannya. Sepanjang jalan menuju rumah Ustad Izhar, mereka bertemu dengan beberapa warga desa. Beberapa menyapa mereka dan beberapa hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

"Kok ke rumah Om Ustad? Katanya mau jalan-jalan," protes Dika.

"Ya kan ambil motor dulu sayang, emang mau jalan kaki terus?" Jawab Ustad Izhar. Dika menggeleng spontan.

Setibanya di rumah Ustad Izhar, ia mengeluarkan sepeda motor bebek tua dari dalam rumahnya. Motor itu nampak berdebu, karena memang sudah beberapa hari sejak Mbak Umi dirawat dna tidak pernah dihidupkan.

Ustad Izhar mencoba menyalakan motornya itu. Beberapa menit mencoba, motor itu tak kunjung menyala. Bahan bakarnya masih ada, namun entah kenapa motor itu tetap tidak mau menyala. Keringat membasahi kening Ustad Izhar. Ia tak tahu lagi bagaimana harus menyalakan motor itu.

"Yah dik, motornya ga mau nyala," ucap Ustad Izhar.

"Hmmm, terus gimana dong jalan-jalannya?" tanya Dika kesal.

Dika dan Para Suami - New ChapterWhere stories live. Discover now