Orang Kedua

131 31 12
                                    

4640 kata

Kaulan berubah menjadi kelinci ketika aku mengintip dari balik rumah warga. Gadis itu melompati petak demi petak trotoar dengan kedua kaki dirapatkan. Tangannya disatukan, membentuk telinga kelinci yang menari pelan. Kaulan bersenandung kecil menyanyikan lagu Naik-naik ke Puncak Gunung, tidak peduli umurnya menjelang tujuh belas. Tidak ada dari aku atau teman-teman yang mengetahui sisi lain Kaulan ini. Buku dan jaket gadis yang ketinggalan di ruang BK-lah menghantarkanku pada rahasia lucunya.

Sebagai penghubung Kaulan, aku adalah satu-satunya teman yang berinteraksi dengannya. Ia tidak bisa dibilang sebagai gadis baik. Emosiku dites berulang ketika meladeninya. Lambat laun aku mengerti kalau Kaulan sesungguhnya kesepian.

Tanpa aku, mungkinkah buku dan jaketnya tetap berada di ruang BK? Ini sebenarnya persoalan mudah. Jika barang tertinggal pun tidak ada masalah. Siapa yang mau mencuri buku catatan dan jaket bekas pakai? Namun aku jadi lebih sentimentil karena kutahu tidak akan ada orang lain memungut barang Kaulan, sebab gadis itu dikucilkan.

Mungkin satu-satunya orang yang mau memungut barangnya adalah diriku. Demi mengantarkan barangnya, aku rela melintasi sisi jalan yang berseberangan dengan rumah. Saat itu Kaulan lebih dahulu melintasi gerbang, jadi kami terpisah cukup jauh. Aku berlari kecil meniti trotoar, sedikit menyibak bahu demi bahu orang tak dikenal, dan terkadang tersandung batu segenggaman tangan.

Seperti orang yang hampir ketinggalan kereta, tanganku berusaha menggapai Kaulan. Tak pernah terlintas di kepalaku Kaulan berjalan secepat itu. Siluetnya mengecil dan menghilang di balik gang besar. Singkatnya aku tertatih-tatih mengekori Kaulan.

Sore pada waktu itu cukup dingin. Hujan reda sekitar setengah jam yang lalu, menyisakan separuh mendung yang menaungi kota. Tidakkah Kaulan lupa dengan jaketnya di cuaca yang basah ini? Ia bergeming ditiup angin, seakan itu bukan apa-apa.

Laju kakinya berhenti sejenak, ia mendongak ke langit. Aku ragu mendekat karena ia mendongak cukup lama dan tampak tidak normal. Beberapa orang pasti bakalan pegal leher, tetapi Kaulan mematung. Orang-orang pasti akan menganggapnya aneh. Serius, dia seperti patung di trotoar sepi.

Setelah ritualnya selesai, kedua kakinya dirapatkan. Tahu-tahu ia melompat ringan sambil menggoyangkan tangan. Kukira ia sedang meniru pocong, tapi tidak ada pocong yang melompat sambil menari. Baru kuketahui saat menyusup lebih dekat, ia meniru kelinci sambil bersenandung.

Jujur itu mengagetkan. Selama ini ia tampak tidak tertarik dengan hal yang kekanakan. Kaulan yang menari di gang kosong? Aku urungkan niatku menyapanya. Kubekap mulutku yang mau tertawa dengan buku dan jaket Kaulan. Semerbak wangi mawar dari jaketnya menguar samar. Seketika tawaku tergadaikan menjadi jantung yang berdegup cepat. Bagaimanapun barang ini milik lawan jenisku ....

Pada akhirnya aku menjadi penguntit dadakan yang hinggap dari rumah ke rumah. Kuselidiki seberapa lama ia menjelma menjadi kelinci. Ritual lucunya itu berakhir saat Kaulan hampir tiba di wilayah rumahnya. Aku berhenti di sana, barangnya tidak jadi kukembalikan.

Tanpa bisa kutahan, tarikan di kedua sudut bibir melebar. Aku ingin tertawa, namun kutahan. Mungkin untuk selanjutnya aku ingin melihat ritual Kaulan lagi, itu yang kupikirkan. Dan sungguhan kulakukan hingga hampir menjadi kebiasaan—setidaknya hampir karena aku ketahuan warga.

Dilihat dari manapun, aku tampak menyerupai penguntit. Seorang warga berteriak keras, mengagetkanku dan menarik perhatian Kaulan. Aku hampir diciduk, kerah belakangku saja ditarik tinggi-tinggi seperti mengangkat anak kucing. Aku pasrah jika nanti disidang keluarga dan sekolah. Tiga bapak-bapak entah kenapa menyerupai om-om hobi nge-gym.

Kaulan muncul dari balik dinding itu. "Amu? Dari tadi aku emm ... cari kamu buat pulang bareng, t-ternyata di sini." Gadis itu berusaha tersenyum senatural mungkin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 02, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ayam dan Ceker BesinyaWhere stories live. Discover now