PENGHUNI 4

10 1 0
                                    

Buat kalian yang merasa bosan dengan bab awal, jangan dulu di skip ya..

Karena bab selanjutnya akan banyak plot twist, misteri dan juga hal hal yang menarik didalam cerita ini, dan untuk konflik yang mendalam ada di pertengahan bab..

Selamat membaca
Thank you 🌸

🕯️

Tok..tok..tok..

Aku yang sedang terbaring sambil memainkan ponsel, terkejut oleh suara ketukan pintu, membuatku bangkit dari tempat tidur.

Tok..tok..tok..

"Sabar ya, sebentar."

Ketika aku membuka pintu, aku disambut dengan sebuah party popper yang meledak di tangan abangku sendiri, Eksa.

Dor..

"Selamat ulang tahun, adikku sayang."

Melihat Eksa membawa hadiah, dan Aldi membawa kue ulang tahun dengan lilin yang menyala, membuatku terharu dan terkejut dengan kejutan ini.

"Tiup lilinnya dulu." Kata Aldi sambil tersenyum.

Sebelum tiup lilin, aku berdoa terlebih dahulu agar keinginan terbaik kami tercapai. "Semoga kita selalu bersama, panjang umur, saling mengerti dan menghargai, dilimpahkan rezeki, dan tak pernah melupakan satu sama lain, meski sibuk."

"Amin."

Aku meniup lilinnya, lalu kedua abangku memeluk dan mencium dahiku.

"Ternyata kalian sempat merayakan ulang tahunku bersama, sungguh tak terduga. Kalau ibu masih ada, pasti lebih meriah." Ujarku, mengingat ibu yang sudah tiada.

Mereka terdiam sejenak, tetapi senyum mereka kembali saat aku menghibur mereka.

"Ini hadiah dari kami berdua," kata Eksa sambil memberikan dua kotak kado.

Aku menerimanya. "Terima kasih, maaf jika merepotkan kalian."

"Tidak apa-apa."

"Kita juga merayakannya dengan ikhlas," jawab Aldi.

"Oh ya, kak, besok aku ada ldks selama tiga hari. Boleh?" Tanyaku meminta izin.

"Tentu saja boleh," jawab mereka serempak.

Tiba-tiba ponsel Aldi berbunyi. "Maaf, aku harus pergi. Ada panggilan dari atasan. Maaf, tidak bisa lama." Aldi memberikan kue itu padaku sebelum pergi.

"Eksa juga harus rapat sekarang," kata Eksa sambil melihat jam tangannya.

Mereka pergi, meninggalkanku dengan kue ulang tahun dan kado-kado itu.

"Tidak apa-apa, Claudia, tidak boleh egois," gumamku sambil meneteskan air mata dan tersenyum tipis.

Aku pun menuruni tangga menuju dapur, lalu duduk di kursi meja makan, meletakkan kue di atas meja, sambil menatapnya dengan sedih.

"Kalau saja keluargaku masih utuh, pasti lebih seru, tapi semenjak kejadian itu..." Air mataku mengalir membasahi kedua pipiku, tidak sanggup melanjutkan perkataan.

KELAS TERAKHIR Where stories live. Discover now