Elliens Kingdom - White Haired Girl

44.4K 1.7K 52
                                    

Hari ini, kerajaan diselimuti dengan salju. Tidak seperti biasanya, salju turun tak hentinya. Gunungan salju ada di setiap sudut kerajaan yang kian lama kian dingin. Seluruh binatang di dataran itu mengadah ke langit yang tadinya biru nan lembut perlahan berubah menjadi putih keabu-abuan.

Para penduduk yang dengan seksama mendengarkan dari luar dinding istana berlutut tak percaya dengan nyanyian angin, antara harus senang ataupun sedih.

Didalam ruangan yang megah dengan dinding dilapisi emas putih yang berkilauan, menyilaukan dan berdenting karena nyanyian angin yang datang dari celah jendela yang terbuka. Menyanyikan apa yang telah disaksikannya kepada siapa saja yang sudi mendengar.

Didalam ruangan itu, hanya ada seorang wanita nan elok berbaring. Diwajahnya terukir senyuman yang menandakan berakhirnya penderitaan yang dibawanya. Atau kebahagian yang tak bisa dijelaskan, semata telah selesai dengan tugas sucinya.

Disebelahnya berlutut seorang pria yang memegang erat tangan kanan wanita itu sambil terisak menangis. Dalam diam. Waktu pun enggan berdetik, ikut berduka cita bersama paduka raja mereka.

Dari ruangan itu keluar seorang pelayan sambil menimang seorang bayi mungil yang terlelap. Wajah sang pelayan telah basah dengan air mata. Semua orang di luar ruangan terkesiap dari doanya pada dewa.

"Sang putri, telah lahir."

***

"

Nona sedang merangkai mahkota bunga?" Tanya pelayan yang duduk bersama dengan seorang anak berusia sekitar tujuh tahun. Gadis kecil itu menoleh sejenak dengan kedua mata abu-abunya dan mengangguk. "Darimana nona menemukan bunga indah itu?" Tanya pelayannya sambil tetap mengepang rambut gadis itu; sesuai dengan permintaannya.

"Kutemukan di taman dekat pelabuhan Haliun."

"Nona. Seharusnya Anda tidak boleh kesana. Banyak orang-orang asing berlalu lalang, mereka mungkin tidak mengenal Anda." Kata pelayan itu dengan nada seriusnya, khawatir dengan informasi dari tuannya tadi mungkin hampir mencelakakannya.

"Ah tidak kok. Malah aku bertemu dengan Charles. Sangat langka untuk melihatnya turun dari kapal."

"Tuan Charles takut laut."

"Benar."

Pelayan itu menyelesaikan kepangan terakhir dan menempatkan mahkota perak yang mungil di puncak kepala gadis itu. "Anda sudah selesai, nona."

"Terimakasih." Katanya sambil turun dari kursi dan berlari menggenggam mahkota perak di kepalanya dan mahkota bunga di tangan yang satunya.

"Charles!" Panggil gadis itu sambil bergegas mengikuti seorang anak laki-laki berusia sekitar sembilan tahun. Wajah riang gadis itu menggambarkan kepolosan yang belum tersentuh pengetahuan apapun.
"Nona." Charles berhenti melangkah, berbalik dan membungkuk dalam; memberikan hormat kepada tuan putri itu. Archane ikut membungkuk hormat (meskipun salah karena seharusnya seorang lady mengangkat dua sisi gaunnya sedikit dan tersenyum). Charles hanya terkekeh kecil menyaksikan kepolosan gadis kecil, temannya itu. "Anda akan menyaksikan pertandingan kali ini?" Tanya Charles. "Ya, tentu saja! Akhirnya ayah memberikan izin untuk hari ini. Tahun ketujuh! Setelah 6 kali ulang tahun dan enam kali juga aku tidak diperbolehkan melihat sayembara tahunan ini." Gadis kecil itu terlihat sangat antusias dengan hadiah kecil yang diberikan ayahnya. Charles terkekeh lagi sambil menggenggam tangan gadis itu dan mulai kembali berjalan ke arena. Ia tidak berhenti bercerita, sedangkan Charles hanya mendengarkan dengan sabar cerita-cerita ringan gadis disebelahnya itu.

Mereka sampai di gerbang depan arena tanding milik kerajaan. Semua orang yang hadir disana segera sadar dengan kehadiran mereka berdua dan membungkukkan badannya memberi hormat. "Nona, silahkan duduk di singgasana." kata seorang pelayan pada gadis kecil itu, sekaligus meminta Charles untuk mengoper genggaman tangannya kepada pelayan itu. Ia mengangguk dan segera menerima genggaman tangab pelayan itu dan mengikutinya ke singgasana yang sedikit lebih kecil daripada singgasana disebelahnya, milik ayahnya. Semua pandangan mata mengikuti gerak-geriknya sampai ke singgasana, kecuali Charles yang sibuk mempersiapkan diri untuk sayembara tahunan untuk memperingati hari besar kerajaan milik gadis yang tadi itu.

Tritanian History : A Tale From A Forgotten LandWhere stories live. Discover now