Blue Rose

13.5K 843 6
                                    

Jangan lupa vote dan comment-nya ya!

Archanne mengingat terakhir kali ia datang ke Vierith. Dua tahun yang lalu. Ayahnya pun ikut dengannya untuk memperkenalkan tanah Vierith pada Archanne. Terutama pada aliansinya; keluarga kerajaan Vierca selain Jeff.

Kedatangan Archanne dan Paduka Raja membawa sensasi yang berbeda pada tanah Vierith. Semua orang tahu bahwa Archanne adalah putri dataran es yang punya kekuatan lebih daripada hanya kekuatan untuk menciptakan es. Banyak yang mengatakan bahwa Archanne dapat menciptakan kehidupan dari kedua tangannya atau dari hembusan nafasnya, banyak yang berasumsi Archanne bisa menciptakan tumbuhan seperti kerajaan Archarian; kerajaan yang dipimpin Charles.

Tetapi satu yang dapat dibuktikan orang, bahwa kemanapun Archanne pergi, ia bisa membawa keseimbangan bersamanya.

Meski Archanne bisa disebut sebagai pelindung dataran, banyak orang yang malah takut akannya, menganggapnya sebagai seorang dewa yang tidak punya rasa ampun dan takut kalau mereka melakukan kesalahan, Archanne bisa melepaskan kekuatannya dan segera menghancurkan dunia Tritanian. Jadi sampai saat ini ada rasa di dalam diri Archanne yang selalu mengingatkan dirinya bahwa makhluk sepertinya tidak diterima baik di kerajaan seperti Vierith. Atau bahkan. Di semua kerajaan.

Alinne mengetuk pintu kamar sambil membawa nampan berisi sarapan kepada Archanne. Jeff mengikut dari belakang, ingin melihat kondisi Archanne pada pagi hari itu.

Archanne semalam sebelumnya bercerita kalau ia tidak enak badan, oleh karena itu ia undur diri lebih cepat dari jamuan kerajaan keluarga Vierith, memang tidak sopan untuk mengabaikan sebuah jamuan yang diselenggarakan karena kedatangannya, tetapi kondisi kesehatan Archanne adalah segalanya bagi Jeff, oleh karena itu, pria itu pun ikut turun tangan untuk mengantar Archanne kembali ke kamarnya.

"Kau sudah baikan?" Tanya Jeff sambil duduk di sebelah Archanne, merasakan hangat yang normal dari dahi Archanne dan menghembus nafas lega. "Untunglah suhu tubuhmu kembali normal." Archanne mengangguk sambil tersenyum pada sarapan yang dibawa Alinne.

"Aku akan keluar sebentar untuk melihat mawar putih itu. Alinne, bisa tunjukkan jalannya?" Kata Archanne setelah selesai dengan sarapan sekaligus beranjak dari ranjangnya, Alinne mengangguk. Mereka berdua berjalan keluar dari kamar. Sedangkan Jeff ditinggalkan; menggerutu karena ditugaskan untuk membawa kembali nampan berisi piring kosong kembali ke dapur yang jaraknya sangat jauh dari kamar Archanne.

***

"Archanne, aku ingin banyak bertanya padamu." kata Alinne sambil berjalan menyusuri hamparan rumput biru dengan Archanne disampingnya.

"Silahkan."

"Apa yang terjadi jika warna matamu berubah-ubah? Maksudku, aku tak paham kenapa warna matamu bisa berubah-ubah."

"Bisa dibilanh kalau warna mataku berubah itu berarti perasaanku berubah. Kalau aku sedih mataku akan berwarna biru, kalau aku marah, mataku berubah warna menjadi hijau, kalau aku senang, berganti warna terus-menerus."

"Hahaha! Unik ya!"

Alinne berhenti di depan pintu yang sangat besar dan menatapnya dari atas ke bawah. Ia tidak menyangka kalau saja ia bisa sampai ke lorong yang katanya paling dilindungi di istana itu.

"Aku tidak punya kuncinya Archanne." kata Alinne sambil menunjuk ke lubang kunci.

Archanne berpikir sebentar dan menimba apakah perhitungannya itu benar. Ia mengeluarkan sebuah kalung berbentuk bulat dengan ukiran timbul berbentuk simbol Elliens dan menempelkannya dia lubang kunci. Seketika kalung biru itu bersinar dan membuka seluruh kuncian pintu. Alinne takjub dengan apa yang sedang ia lihat. Baru kali ini ia melihat kunci sebanyak itu hanya untuk menutup sebuah pintu. Ketika pintu terbuka, mereka berdua masuk dan berjalan perlahan.

"Jadi ini yang namanya ruang 4 elemen?" gumam Alinne.

Di ruangan itu terdapat empat jenis mawar dengan warna yang berbeda-beda dan dalam 4 tabung arkadoks dengan cahaya yang berbeda.

"Kalau yang putih, milik Elliens, merah milik Vierith, kuning milik Archarian, terus, yang biru?"

"Milik kerajaan kehidupan. Mereka yang menciptakanmu. Kau tahu itu, 'kan?" Tanya Archanne sambil mengernyitkan dahinya.

Alinne tertunduk. Selama ini ia merasa ia dibuang oleh keluarganya karena ketika ia masih seharusnya dalam timangan, dirinya ditemukan di dalam sebuah box yang ditinggalkan di depan gerbang istana api.

"Da.. Darimana kau tahu, Archanne?"

"Kalau saja orang lebih teliti, di tengkukmu ada simbol bulan dan bintang, simbol kerajaan baru itu. Keluarga kerajaan yang punya simbol seperti itu memang sebenarnya telah meninggal. Kerajaan itu dipimpin seorang pangeran sekarang. Aku tak tahu dia siapa."

"Tidak kenal? Bukannya kamu tahu semua orang?"

"Maaf, Alinne. Kalau saja aku kesana, mereka bisa mati. Tanah mereka sangat rapuh dengan kekuatanku, setidaknya itu yang dikatakan ayahku."

Mata Alinne berkaca-kaca sambil menatap mawar biru yang berada di dalam tabung arkadoks dengan cahaya biru. "Aku merindukan orang-orang yang bahkan belum pernah aku kenal." Alinne menyeka air mata yang mengalir di wajahnya dengan kasar dan menarik ingus sekencang mungkin. Ia tidak suka kelihatan lemah.

"Maaf, Alinne. Kamu memang layak mengetahui darimana kamu berasal." Archanne mengelus puncak kepala Alinne dengan rasa iba lalu berpikir sejenak. "Aku rasa kamu juga tidak bisa berlama-lama di Vierith. Aku sudah dengar kamu semakin sering jatuh sakit disini." Alinne mengangguk sambil memperlihatkan banyak bekas hitam di sekitar lengannya, seperti bekas luka gosong. "Perisai yang diberika tabib padamu dari awal kedatanganmu sudah mulai pudar. Kalau perisai ini menghilang kamu bisa tinggal debu saja, Alinne."

"Kau bisa tinggal di kerajaanku. Hanya ada dua musim disana. Salju dan hujan."

Alinne berpikir sejenak lalu menggelengkan kepalanya, ia tidak tahan dingin. "Aku rasa tidak."

Archanne lalu menatap satu persatu tabung arkadoks. "Bagaimana dengan kerajaan Archarian?"

Alinne menegakkan badannya, dan berpikir.

***

Tritanian History : A Tale From A Forgotten LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang