Chapter 4

34 0 0
                                    

"Aku akan segera kesana kesana. Tenangkan dirimu Naya." Suara pria terdengar keluar dari speaker ponsel dan langsung mematikan sambungannya. Tapi tunggu ini bukan suara Alan, Kanaya sangat hafal dan ini bukan suara Alan. Apa dirinya salah menghubungi orang ? Ia cepat-cepat memeriksa nomor ponsel yang telah ia hubungi . Kalau bukan Alan siapa pria yang menjawab panggilannya tadi. Ia memeriksa ponselnya, hanya tertera nomor tanpa nama yang barusan ia hubungi. Kanaya berpikir sejenak, suara pria tadi juga pernah ia dengar sebelumnya . Apa mungkin ia telah menghubungi Danny? Ia baru ingat bahwa orang yang terakhir kali menghubunginya adalah Danny bukan Alan. Tidak salah lagi, ia baru saja menghubungi Danny. Oh Tuhan..ini kesalahan fatal yang telah ia buat.

###

Kanaya masih menunggu di sudut pintu rumahnya. Ia masih belum berani masuk lebih dalam lagi. Oh Tuhan..kenapa Alan belum juga datang. 15 menit yang lalu ia telah menghubungi Alan, kali ini benar nomor Alan, benar suara Alan , dia akan janji akan datang 15 menit lagi tapi kenapa masih belum ada tanda-tanda kemunculannya. Braaakk..tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumahnya. Seperti benda jatuh. Ia semakin merasa takut,ia hanya mampu duduk bersimpu menunggu bantuan datang. Tangannya masih gemetar, jangan-jangan pencuri itu masih di dalam. Bagaimana jika pencuri itu akan menghabisinya sebelum Alan datang? Akhir-akhir ini banyak kejadian pemerkosaan yang mengincar gadis-gadis, dan pelakunya juga tidak segan-segan untuk melukai korbannya. Bulunya bergidik mengingat hal tersebut. Tiba-tiba pikirannya mulai bekerja ketika ia mendengar suara pagar besi rumahnya terbuka. Akhirnya Alan sampai juga,akhirnya ada seseorang yang menolongya. Kini ia tidak sendiri. Kanaya mendongakkan kepalanya,melabarkan matanya karena lampu depan masih mati .siapa yang datang?

"Al..alan..kenapa lama sekali?" Suaranya masih terbata-bata. Tapi tidak ada jawaban balasan dari orang tersebut, dari posturnya bukan Alan, dari cara berjalannya bukan Alan. Pria itu hanya berjalan mendekati dirinya

"Kamu nggak apa-apa?" Suara hangat terdengar dari pria itu. Ah..benar ini Danny. Kini ia merendahkan dirinya,posisinya sejajar dengan Kanaya yang duduk bersimpuh di depan pintu rumah. Mata mereka tertuju satu sama lain . Keduanya hanya diam saling memandang. Ia bisa melihat tatapan hangat dari pria itu, matanya seakan memberikan perlindungan. Kanaya juga bisa mencium aroma parfum vanilla yang lembut. Perlahan hatinya mulai tenang tidak adea ketakutan seperti sebelusmnya.

"Nay, kamu nggak apa-apa?" Goncangan di bahunya menyadarkan dirinya.

Ia hanya bisa mengangguk pelan, namun tatapannya tidak beralih memandang dari pria yang berada di depannya.

"Tunggu disini aku akan memeriksa ke dalam." Lantas Danny memasuki rumah dan meninggalkan Kanaya yang masih duduk bersimpuh. Pandangannya mengikuti pria itu ketika masuk di dalam rumah. Sepertinya dia orang yang baik dan peduli. Ia menggelengkan kepalanya, menyadarkan dirinya agar kembali menjadi dirinya. Tidak..dia adalah saudara tirinya. Ia tidak akan berdamai dengannya. Ia tidak ingin orang lain masuk dalam kehidupannnya,apalagi saudara tiri. Dia dan ayahnya sudah mengganggu kehidupan dirinya dan mamanya. Sekarang ia sangat membenci saudara tirinya, Danny Wijaya.

"Nay..kamu baik-baik saja?" Tiba – tiba suara berat Alan ditambah dengan nafasnya masih terengah-engah dan keringat yang bercurcuran dari dahinya mengangetkan dirinya. Sekali lagi ia hanya menganggukkan kepalanya.

"Syukurlah Nay...jangan takut lagi aku sudah disini." Ia membantu Kanaya berdiri, dan mendekap pundak Naya. Alan bisa merasakan nafas sahabatnya yang masih belum stabil, ia tahu Kanaya sangat ketakutan ia sangat menyesal kenapa ia tidak mengantar gadis itu sebelumnya.

"Tunggu disini aku akan masuk dan memeriksa di dalam." Ia bergegas segera masuk ke dalam rumah. Masih dua langkah dari posisinya semula dan Alan menghentikan langkahnya, ia melihat seorang pria berbalut kemeja biru tua keluar dari salah satu ruangan rumah Kanaya. Sepertinya pria itu belum menyadari keberadaan dirinya yang berdiri mematung. Tatapan pria itu masih tersebar mengarah ke semua bagian ruangan.

Kanaya AvelynWhere stories live. Discover now