IV. Misunderstanding

17 3 0
                                    

*kring*
*kring*
*kring*

        Aku langsung tersadar dari lamunanku setelah mendengar bel yang menandakan istirahat. Selama pelajaran aku tidak bisa konsen akan semua pelajaran yang telah disampaikan dan diberikan.

         Pikiranku tertuju akan dua hal, hal-hal aneh yang terjadi kepadaku tadi pagi dan Valerie. Terlebih saat aku melihat sebagian tattoo di dada kirinya, entah mengapa tetapi sesuatu didalam pikiranku mengatakan tattoo itu sama dengan tattoo yang terukir secara rapih di dada kiriku.

        Aku juga merasakan sesuatu yang aneh saat pertama kali melihatnya, tentu saja selain "hal aneh" yang menghujamku begitu saja tanpa permisi.

          Aku merasakan tubuhku terpenuhi, seolah olah aku siap menghadapi apa yang akan datang kedepannya.

      Aku sedang berjalan kearah kantin untuk menghampiri Riley. Saat aku berjalan, aku bisa mendengar semuanya, obrolan orang-orang di sana, detak jantung, dll.

       Seketika aku tersadar dari kegiatanku, saat aku sedang mendengarkan semuanya. Aku melihat, tiba-tiba ada sesosok gadis yang duduk didepan Riley, memunggungiku. Tentu saja aku tahu siapa itu.

"HEY GUYS!", sapaku mengagetkan kedua orang itu setelah duduk.

Disebelah Riley tentunya.

"OH MY GOD Aiden! bisakah kau tidak membuatku nyaris mati karena jantungan terus seperti tadi!?", ucap Riley dengan raut mukanya yang kesal.

"Kau saja yang lebay!", aku membalasnya dan Riley memukul ku yang dibalas dengan pukulan dariku tentunya.

"Oh comeon, kalian sudah bukan remaja lagi!", akhirnya Valerie mengeluarkan suaranya.

     Yap! Valerie, gadis yang duduk dihadapan Riley sejak tadi.

        Aku dan Riley tidak memperdulikan ucapannya, kami terus saja saling memberikan pukulan sambil tertawa.

        Aku tidak mengerti apa yang salah dengan kelakuanku dan Riley.

     Aku meringis kesakitan dan  terkejut saat melihat meja yang menjadi perantara kami dengan Valerie sudah terbelah menjadi dua, setelah mendengar suara patahan yang begitu keras.

      Terlebih saat ini pendengaranku yang menjadi lebih tajam membuat suara itu begitu menyakitkan untukku. Setelah aku tersadar aku langsung menoleh keatas dan kulihat sosok Valerie telah bediri dari dudunya dengan tangannya yang mengepal dengan ekspresi kesal.

       Kudengar detak jantungnya menggebu-ngebu dengan sangat kencang. Aku berpikir yang tidak-tidak tentangnya, bahkan aku sempat berpikir kalau ia sepertiku, terlihat dari perbuatannya terhadap meja didepanku dengan sangat mengenaskan, tidak mungkin tenaganya bisa membelah menjadi dua meja itu dengan tangan kosong atau tanpa kekuatan super. Ya, walau aku sendiri belum tahu seperti apa aku ini.

       Apalagi setelah mengingat yang telah kulakukan saat bola rugby nyaris menghantamku tadi pagi.

"HEY! APA KAU GILA?! INI KANTIN! BUKANNYA LAPANGAN SEHINGGA KAU BISA MELAKUKAN TOLAK PELURU, STUPID!!", teriak Valerie membangunkaku dari lamunanku.

"Astaga! Seharusnya aku tidak berpikiran yang macam macam dahulu, dia tidak mungkin sepertiku.", batinku setelah mendengar ocehan Valerie.

Aku melihat meja yang telah terbelah menjadi dua itu, kulihat pula ada bola logam di sana.

    Valerie langsung pergi dari tempatnya dengan kesal menuju ke kamar mandi perempuan.

*Valerie POV*

   "Bodoh!bodoh!bodoh!", aku terus memaki diriku sendiri.

       Hampir saja aku kelepasan di kantin tadi, di depan sepupuku Riley dan Aiden. Nyaris aku mengambil bola logam itu dan melemparnya ke arah pelemparnya.

         Aku nyaris tidak bisa mengontrol diriku sendiri. Kalau sampai aku kelepasan, entah apa yang akan datang padaku. Makian? Pertanyaan? Pujian? Aku tidak tahu.

          Tidak memungkinkan gadis sepertiku bisa mengambil dan melempar bola logam tersebut tanpa kesulitan, untung saja aku masih bisa menahan emosiku.

           Kupandang wajahku di cermin, kupejamkan mataku sesaat dan saat membukanya warna mataku berubah menjadi warna ungu terang. Aku langsung memejamkan mataku kembali agar warnanya kembali seperti semula. Aku selalu bertanya-tanya, adakah korban lainnya seperti dirinya ini.

        Setelah itu aku langsung membuka keran dan membasuh mukaku dengan air dingin yang mengalir dari keran tersebut. Setelah aku mengeringkan mukaku dan sudah merasa tenang kembali, aku memutuskan untuk keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju kelasku.

        Selama pelajaran aku tidak bisa fokus akan penjelasan yang diberikan. Pikiranku terus tertuju kepada sosok laki-laki bernama Aiden yang menatapku penuh pertanyaan saat kejadian di kantin tadi. Tatapannya berbeda dengan tatapan orang lain yang menatapnya penuh kekhawatiran.

       Selain itu, "Ia tampan", batinku sambil tersenyum. Bagaimana bisa aku tidak memperhatikannya. Semua perempuan pasti tidak bisa melepaskan mata mereka darinya.

      Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku untuk membersihkannya dari pikiranku. Tetapi aku tetap penasaran akan tatapan pensaran yang ia berikan padaku.

*Aiden POV*

        Dirumah aku hanya bisa merenungkan segala hal yang terjadi seharian ini. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk tertidur setelah aku memaksakan mataku untuk tertutup.

     
        Aku terbangun dari tidurku dan melihat diriku sendiri, yang masih berumur 10th sedang berjalan menuju, ...

*Sorry partnya pendek :'D*
*Sorry gaje :(*

A  R  H  A  I  NWhere stories live. Discover now