Dimulai

24.6K 1.1K 51
                                    

Jika rasa sakit itu nyata, artinya kau hidup. Kau mengusirnya dengan segala cara, paling tidak meredakan sakitnya. Tetapi, jika itu tak berhasil, menarilah dengan rasa sakit itu.

-Alenia-


Rasanya baru sebentar ia terpejam, matahari sudah menyapa. Ia melirik pria di sebelahnya yang masih terlelap, jemarinya mengumpulkan untaian rambutnya, menjadikan satu dalam ikatan yang cukup rapi sambil berjalan keluar dari kamar.

Menyibak tirai tipis penutup jendela dan membuka wadah berwarna biru tua di bawah meja dapur. Ia mendesah karena tak ada banyak beras yang ada di dalam.

Hanya ada satu takaran dan tak akan cukup untuk satu hari ini, jangankan satu hari, untuk sarapan saja hanya cukup dimakan suaminya. Ia memutar otak bagaimana caranya agar ia dan suaminya sarapan.

Ia memotong bahan makanan yang tersisa di dalam lemari es. Memutuskan untuk membuat bubur, memotong daun bawang dan siap dimasukkan saat suaminya bangun.

"Pagi, Al." Suaminya menyapa dari arah kamar, ia berbelok ke kamar mandi.

"Pagi, kopinya ada di meja."

Pria dua puluh delapan tahun itu bergumam karena sedang menggosok gigi untuk menjawab isterinya. Aroma harum masakan wanita yang ia nikahi dua tahun lalu itu menggugah seleranya.

Ia keluar mendekati meja, benar di sana ada segelas kopi dan teh. Wanita yang masih berkutat di dapur itu membawa dua mangkuk makanan, menaruhnya di atas meja. Asap tipis yang mengepul terlihat, ia memilih menyeruput kopinya sambil menunggunya hangat.

Davis menelan tegukan kopinya yang pahit, memandang isterinya yang duduk di depannya.

"Kopinya pahit," kata Davis menatap isterinya heran. Berharap isterinya itu lupa menaruh yiga sendok kecil gula ke dalam kopinya.

"Gulanya habis, tinggal satu sendok, jadi wajar kopimu pahit." Isterinya menjawab.

Davis menyeruput sedikit teh isterinya, teh pahit. Pandangannya teralihkan pada mangkuk berisi sarapan paginya, hanya bubur nasi dengan potongan wortel yang layu dan daun bawang saja. Meski aromanya harum, tetapi tak ada lauk yang menemani. Suwiran daging ayam atau abon pun tak ada.

"Hari ini aku akan cari pekerjaan lagi," kata Davis.

"Nanti aku akan ambil gaji, janjinya hari ini akan diberikan." Isterinya bercerita.

"Kalau hasilnya murah, jangan mau disuruh lagi." Davis memberitahu isterinya.

Isterinya itu bungkam, anggukan kepalanya cukup memberi balasan perkataannya. Usai sarapan yang tak mengenyangkannya, Davis mengambil kemeja hijau pupusnya dan berdiri di depan cermin besar.

Davis melihat isterinya masuk ke kamar mandi saat ia bersiap keluar. Ia mengenakan sepatu pantofel dan membawa tas ransel hitam berisi surat lamarannya.

"Al! Aku pergi."

Setelah dapat sahutan dari balik pintu kamar mandi, ia melangkah pergi. Ia berharap ada panggilan kerja hari ini, atau paling tidak mendapat informasi lowongan pekerjaan. Tinggal di flat super biasa dan makan bubur santan yang keempat kalinya tak cukup memberinya tenaga.

Ia merogoh sakunya, hanya ada beberapa uang ribuan dan tak berteman lainnya. Kemungkinan besar pulangnya nanti ia akan berjalan kaki untuk sampai ke rumahnya. Ia mendesah kembali, menatap kejauhan busnya sudah datang.

Kantor percetakan yang terdapat tulisan lowongan pekerjaan pun sudah mengganti tulisannya. Davis mengusap peluhnya dan melangkah ke bangunan lain, ia ditabrak oleh seorang pemuda yang berlari menyenggolnya keras.

INEFFABLE #1✓[Pindah ke PF Berbayar]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें