Di Awang-Awang |5

8.1K 713 26
                                    

Vote dan komen jangan lupa, biar kakak semangat up date.

Alenia tertidur. Televisi yang melihatnya kini, bahkan terlihat tertawa padanya yang kelelahan di ruang tamu tanpa kursi. Derap langkah anak-anak sekolah yang kembali pulang ke rumah, tadinya ia kira adalah langkah suaminya, ia membuka pintu flatnya dan hanya ada angin siang hari di cuaca yang setengah mendung.

"Davis sama Ivy belum pulang?"

Alenia mengambil ponselnya. Ponsel tak seberapa canggih keluaran Nokia yang masih berkeyboard itu menelepon Davis, tak terjawab hingga beberapa kali.

Alenia memutus sambungan teleponnya, jika Davis sibuk dia tak akan mengangkat teleponnya, itu yang diingat Alenia.

Tengah hari yang sunyi di dalam flat terkadang membuatnya jenuh. Tak ada langkah kecil dan celoteh riang khas anak kecil berpipi tembam bersenyum manis. Alenia mengelus perutnya yang rata.

"Kapan kita punya bayi?"

Alenia duduk kembali di ruang tamu rumahnya, hanya ada karpet bulu yang sudah tak empuk dan kasar sebagai alas duduknya, televisi yang dia punya pun tak bagus tapi gambarnya jernih. Angin siang hari masuk melalui celah jendela kaca dapur, aromanya seperti akan turun hujan.

Beberapa saat lagi ia harus bersiap kerja. Tetapi, ia tak mendapat kabar apapun dari Davis dan Ivy. Alenia memutuskan makan siang sendiri dan bersiap bekerja di Anugerah minimarket.

-

Ivy kegirangan karena mendapatkan tas sekolah yang ia inginkan. Betapa tidak? Manda-lah yang membelikannya, seharga dua ratus empat puluh ribu rupiah. Tak hanya itu, Manda juga membelikan sepatu sekolah yang baru untuk Ivy.

Davis yang mengetahui kelakuan Ivy yang memalukan, merasa tak enak hati pada Manda.

"Maafkan adikku yang matre, sebenarnya keperluan sekolahnya sudah dipenuhi. Hanya saja-"

"Tak apa, Dav. Aku senang bisa mengenal Ivy yang ceria dan semangat. Aku tak punya adik ataupun kakak jadi suka saja bertemu Ivy." Manda melihat Ivy yang masih memeriksa tas sekolah barunya dengan wajah berbinar.

Davis masih saja merasa tak enak meski Manda sudah menjelaskan beberapa kali. Ia tahu bahwa Manda orang berada, tapi tak semestinya Manda mau saja membelikan barang-barang mahal pada orang lain yang baru dikenalnya.

"Ivy, mau temani Kak Manda makan siang? Laper." Manda menawari Ivy untuk ikut dengannya.

"Makan siang? Ayo, Ivy juga lapar Kak Manda, haus juga." Ivy beranjak dari bangku depan toko perlengkapan sekolah Marisa Mall.

"Vy, kita pulang saja. Kak Alenia sudah memasak buat kita."

"Enggak, ah! Masakan enggak enak gitu aja bangga. Ivy, hausss!" Ivy berbisik di akhir kalimat pada kakaknya dan melirik ke arah Manda yang menunggunya di depan.

Tangan Manda terulur pada Ivy, merangkulnya dan membimbing langkah Davis juga untuk mengikutinya.

Kasava Two Restaurant (restoran milik Sean Pascal : Wings Clipped) di jam makan siang dipenuhi banyak pengunjung. Manda meminta Davis dan Ivy mencari tempat di lantai dua sementara ia memesan makan siang mereka terlebih dahulu.

Ivy mengangkat jempolnya sambil tertawa riang. Ia menarik lengan kakak lelaki satu-satunya itu ke tangga lantai dua Kasava Two.

Keduanya segera mendapatkan tempat yang masih kosong di bagian timur. Langit berawan, aroma udara khas akan hujan tercium, tapi entah kapan akan turun hujan.

Ivy menaruh barang belanjaannya di kursi lain. Ia tersenyum bahagia memdapatkan tas dan sepatu baru dari Manda.

"Kamu ini jangan matrelah sama Manda, dia bukan siapa-siapa kita!" Davis memperingatkan Ivy.

INEFFABLE #1✓[Pindah ke PF Berbayar]Where stories live. Discover now