Perdebatan

11.4K 849 47
                                    

Minimarket tempat kerja Alenia lengkap menyediakan kebutuhan para pelanggan setiap harinya. Minimarket itu buka dari jam tujuh pagi hingga sembilan malam, ya tentu saja tidak sepanjang hari Alenia bekerja, ada dua sift bergantian dengan teman lainnya. Setiap siftnya ada empat orang.

Anugerah Minimarket, tentu saja tempatnya tidak semini dalam pikiran kalian, tempatnya cukup luas dan ber-AC. Meski gajinya tak seberapa tetapi pemiliknya sangat loyal, sering Alenia mendapatkan sekantung buah jeruk segar dan makanan khas Surabaya saat bepergian dengan isterinya.

Alenia mendapat sift dua hari ini, maka dari itu ia bisa mengambil gaji dan membeli beberapa bahan makanan di toko kelontong Ci Memey.

Alenia menghitung kembali uang sewa yang ia siapkan dalam amplop, keningnya mengerut dan menghitung kembali uangnya. Ia menatap pria yang duduk di ruang tamu dari sela pintu kamar.

Davis sedang menonton televisi dan bermain ponsel saat Alenia keluar dari kamar memakai seragam kerjanya.

"Jam berapa sudah berangkat?" tanya Davis melihat jam dinding.

"Mau ke rumah Pak Agustinus dulu, mau bayar uang sewa. Oh ya, Dav, kamu ambil uang tadi?" tanya Alenia.

"Kenapa? Apa enggak boleh? Kalau aku kerja kamu juga dapat uang dariku." Davis menjawab enteng.

"Bukan enggak boleh Dav, kamu ngomonglah jadi uang sewanya kutambahi, atau kau bisa minta." Alenia menjelaskan.

"Sama sajalah, begitu saja kau ributkan!" sergah Davis.

"Dav, aku hanya-"

"Mentang-mentang kamu yang bayar uang sewa dan masak bubur bawang, kamu jadi seperti ini?" tanya Davis menatap Alenia remeh.

"Aku berangkat dulu." Alenia memakai sepatunya dan keluar dari rumah.

Enggak akan selesai sampai dunia kiamat jika sifat Davis kumat.

Alenia menghela napasnya jika sudah berdebat dengan Davis soal uang. Itu bukan hal baru, memang. Dan Alenia memilih pergi keluar atau menjauh menghindari perdebatan sengit merusak telinga tetangga.

Kini Alenia menunggu pemilik flat datang. Rumah bermarmer cokelat semu oranye itu mengkilap, menampilkan wajahnya yang kusam dan tak terawat.

"Oh, Mbak Alenia."

"Siang, Pak Agustinus. Saya datang mau memperpanjang sewa flat untuk bulan depan." Alenia menyerahkan amplop putih pada pria berkemeja abu-abu berlengan pendek.

"Saya terima ya. Apa ada keluhan di sana?" tanya Pak Agustinus.

"Tidak ada, Pak. Maaf sudah ganggu jam istirahat Pak Agustinus."

"Ah, tidak apa kok, Mbak Alenia." Pak Agustinus tersenyum ramah.

"Kalau begitu, saya mau pamit dulu, Pak." Alenia berpamitan.

Alenia memakai sepatunya dan berjalan keluar dari halaman rumah Pak Agustinus. Ia perlu berjalan keluar dari perumahan dan menghentikan angkutan umum untuk sampai di Anugerah.

Baru saja ia berhenti menunggu angkutan umum lewat, ponselnya berdering.

"Ada apa Ivy?" tanya Alenia pada penelepon di seberang.

"Kak, Kakak gajian 'kan hari ini? Ivy pengen beli tas, tas Ivy sudah bolong."

"Kakak baru saja bayar uang sewa, bulan depan saja, ya?" bujuk Alenia.

"Kakak jangan pelitlah, enggak mahal kok, hanya seratus lima puluh ribu saja." Ivy menjelaskan berapa harga tas yang diinginkannya.

"Bulan depan saja, ya?" tawar Alenia. Bisa ia dengar jika Ivy mengeluh.

INEFFABLE #1✓[Pindah ke PF Berbayar]Where stories live. Discover now