Cerita sesungguhnya

381 15 0
                                    

"Lagaknya laksana garda yang menakutkan. Apakah dia yang kau sebut semesta?"

Hanyalah bocah tersesat dalam janji sebuah bintang.

Mencari sebuah arti dalam hidup. Mencoba mendengar bisikan sang intuisi. Namun apa yang bisa ku lakukan? Dunia ini telah berakhir.
Bintang itu meluluhlantahkan planetku. Hanya akulah yang selamat. Diam dalam tanah gersang sembari menunggu waktu memanggilku, untuk bersatu dengannya.

Namun sangat menyakitkan..aku tak dapat mati. Aku abadi dalam raga ini selama 1000 tahun dengan fisik anak kecil yang kesepian. Rasanya sang bintang menunjukku menjadi wakilnya.

Suatu hari, aku terdiam, mencoba bicara dengan sang kosmos.

Terasa gejolakan dalam kalbuku. Jantungku berhenti berdetak-berharap hal ini nyata. Jiwaku melayang - layang kegirangan. Terdengar sangkakala dari timur.

Hal mengejutkan terjadi. BINTANG BINTANG ITU BERTERIAK. Mereka hidup. Yahh mereka hidup. Aku mencoba berbicara dengan regulus-bintang idamanku.

"Kenapa kau dapat bicara?" tanyaku

"Karena aku adalah manusia."

"Hey, akulah manusianya. Kau lah bintangnya. Itulah aturannya."

"Apalah yang kau maksud dengan bintang, bocah? Apakah itu cahaya terang yang muncul dalam dongeng sebelum tidur? Dan apakah itu manusia? Seonggok daging yang bercakap? Sekarang aku bertanya padamu, apakah kau manusia karena kau menatap bintang - bintang? Bagaimana dengan bintang - bintang yang menatapmu? Justru mereka yang menganggapmu bintang."

"Oke, aku tak mengerti apa yang kau bicarakan manusia. Sekarang biarkan aku bertemu bintang lainnya. Ah..maksudku manusia lainnya." sahutku.

"Kau bodoh."

"Itulah aku."

"Karena itulah kau manusia." jawab regulus

"Mungkin. Sekarang tolong panggilkan Sirius. Aku memohon padamu."

"Apapun untukmu bintang." jawabnya dengan remeh.

Yahh..aku dapat berbicara dengan bintang. Setidaknya itu bagus. Daripada selamanya aku ada di sini tanpa hiburan dan seseorang yang mengajakku bicara.

"Kau kah orangnya?." suaranya begitu lembut sampai - sampai dapat membuatku terlelap. Mengingat kenangan ketika ayah dan ibu menimangku sambil bersenandung. Terdengar rintikan hujan dan suara tawaan anak - anak yang sedang bermain. Sungguh indah.

"Berbicaralah terus sirius, biarkan aku terpendam dalam nada suaramu, Bersatu padu dengan kasih semesta."

"Baiklah, mungkin kau bingung kenapa kita baru bisa berkomunikasi sekarang."

"Yah, sangat binngung." mataku ingin terlelap dalam suaranya. Ku harap ia mau bersenandung sambil menimangku.

"Begini, alasan kami melindungi melindumgimu karena kami, para bintang dalam kosmos mencintai energimu. Kami ingin kau membantu kami semua. Kami ingin kau menjadi pengantar surat bagi semesta."

"Hanya itu? Lalu, kenapa kalian harus sampai menghancurkan duniaku?" suaranya tak lagi seindah pada awalnya. Aku mendengar suaranya mulai gemetar.

"karena..untuk berkomunikasi denganmu, kami membutuhkan energi yang sangat besar. Sehingga bintang terdekat di planetmu harus mengemisikan pancaran radiasi kosmis dalam bentuk sinar gamma yang membahayakan. Dah hanya kaulah yang bertahan hidup, karena satu semesta berpadu melindungimu. Kau dapat berkomunikasi dengan kami karena kau memiliki misi."

"Tunggu, kau seenaknya menghancurkan planetku dan sekarang dengan mudahnya kau memberikanku misi. Siapa kau? Hanyalah bintang yang terang. Dan siapa aku? Hanyalah daging yang selalu kalah. Aku kecil, namun jiwaku tak sekecil kalian."

"Kami tahu, Itu sebabnya kami meminta pertolonganmu."

"Katakan."

"Hanya kaulah satu - satunya yang dapat berhubungan langsung dengan semesta. Kami ingin menyampaikan pesan para bintang untuk semesta. Maukah kau menolongku? Kini semesta terlalu congkak untuk kami."

"untuk apa aku harus melakukannya?"

"untuk menyelamatkan kehidupan lain di planet yang bernama bumi."

"Maksudmu?"

"Kau akan mengerti." sirius memutus percakapannya. Tugas pertama anak inipun dimulai.

Untuk Semesta dari BintangWhere stories live. Discover now