Alone

1.4K 116 11
                                    



Prolog

Salju baru saja turun untuk pertama kalinya di tahun itu saat seokjin memutuskan untuk berkunjung ke rumah salah satu murid di kelasnya, dia memang sengaja melakukannya setelah kemarin lagi dan untuk kesekian kalinya orang tua muridnya itu tidak memenuhi undangan untuk berbicara mengenai anak mereka yang kesulitan beradaptasi dengan orang lain. Dan seringkali mendapat hukuman, karena temperamen yang tidak stabil.

"Kim Ssaem?" seokjin tersenyum saat melihat wajah polos itu menyambutnya setelah pintu sempurna terbuka, senyuman polos yang mengingatkannya akan seseorang. Remaja lima belas tahun itu mempersilahkan masuk. 

"Apa ssaem mau menghias pohon natal bersama kami?" seokjin hanya mengangguk. 

"Dimana orang tuamu?" dan setelahnya seokjin menyesal menanyakan hal tersebut. 

"Kami sedang menghias pohon natal ssaem, eoh? Mereka pergi kemana yaa?" seokjin mengangkat alisnya heran menatap muridnya yang terlihat kebingungan. Membuka satu persatu pintu dan menelusuri apartemennya bahkan sampai di balkon yang pintunya tertutup rapat. 

"Ssaem, mereka menghilang," seokjin mengerutkan dahinya, rasanya sangat mustahil jika menghilang begitu saja sedangkan muridnya mengatakan bahwa mereka tengah menghias pohon natal, kecuali 'mereka' tidak pernah ada.




Lukisan Pertama


Daun yang gugur menjadi dominan di lukisan yang terpajang di sudut ruangan, terpajang anggun dengan pongahnya membiarkan semua pasang mata mengabaikannya, menyadari bahwa tidak ada yang menarik dari daun yang gugur kecuali terinjak kemudian terlupakan.

Bocah lima tahun itu menatap semua orang yang menatapnya begitu tajam membuat tubuhnya tremor seketika. Apalagi saat tangannya ditarik kasar oleh pria yang dia panggil ayah – kalau saja dia tahu bahwa itu adalah sebuah sapaan - . Tidak ada kata yang terucap dari bibirnya saat air terus mengguyur tubuh kecilnya. Dan tidak ada yang menaruh rasa iba kepadanya, yang menggigil kedinginan, geliginya bergemelutuk menahan dingin yang menyengat namun dia tidak mampu mengatakan apapun. Dia tidak tahu harus berkata apa untuk meminta pertolongan. Bahkan saat pintu itu tertutup rapat anak itu hanya memeluk dirinya sendiri, mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak pernah tahu dunia luar, dia tidak mempelajari kalimat atau bahkan kata, namun otaknya masih bekerja hingga dia menarik sebuah kesimpulan bahwa saat ini dia sedang dihukum, karena dia sudah berani keluar dari ruangan yang selama ini mengurungnya, mencegah matahari masuk dan membuat kulitnya menjadi sangat pucat. Dan bocah laki – laki itu hanya menarik nafas panjang, kemudian memejamkan matanya berharap dia tidak lagi merasakan dingin di tubuhnya.

"Eomma, Appa siapa dia?" pasangan suami istri itu hanya mendengus sebal. 

"Dia hanya akan merusak kebahagiaan dan ketenangan taehyung, jadi diamlah Jin," remaja tujuh belas tahun itu menghela nafas panjang.

 "Bukankah kalian bilang bahwa si bungsu meninggal?" sang kepala keluarga memalingkan wajahnya sedangkan sang istri memasang wajah datarnya. 

"Tidak ada yang boleh mengganggu ketenangan uri taehyung," wanita itu menatap suami dan anak sulungnya lamat. 

"Besok aku akan membuangnya ke seoul,"

"Eomma!"

"Yeobo!" wanita itu bangkit, tidak ingin mendengar bantahan atau sanggahan.

Oneshoot BTS  (FF)Where stories live. Discover now