Sepotong Hati yang Berandai-Andai

15 0 0
                                    

Terkadang aku berandai-andai. Berandai-andai tentang hidup yang terlukis dimasa yang akan datang. Bagaimana dengan aku esok, dan bagaimana denganmu kelak. Apakah kita hidup bersama, atau justru hidup dengan senyum masing-masing yang di persiapkan Tuhan?


Bagaimana denganmu, begitu juga kah?


Dari andai yang selalu datang mengetuk langit senjaku, aku sempat berfikir ketika esok tidak seperti yang kita inginkan, apakah ingin kita sekarang bisa terlukis. Sementara kuas yang kita siapkan saat ini tidak lagi sama. Bisakah gambar yang ada di benak kita terlukis dengan benak yang sama?


Kadang, ketika memikirkan ini, senyumku mengerut dan takutku menyelinap diam-diam dalam hati. Hingga hati sempat berbisik pada pemilik hati untuk tetap menyatukan dua hati ini. Hatiku, dan hatimu. Namun, pada ujungnya aku hanya bisa memasrahkan apa yang nantinya jadi suratan. Karena sejauh apapun kita melangkah, namun ketika yang dekat adalah kisah kita, maka Tuhan akan tetap menunjukkannya.


Sekuat apapun kita berusaha menyatukan dua hati, namun jika bukan itu pasangannya, maka akan menjauh dengan sendirinya. Karena hati boleh saja berharap, namun yang mengiyakan harap tetap sang maha pemberi harap.


Tapi yakinlah, tidak ada yang sia-sia ketika kita menjaga hati. Setidaknya ketika bukan hati kita yang dipersatukan, maka hati kita pantas mendapat yang lebih baik. Karena selama ini terjaga dengan baik. Bukankah yang baik itu yang baik.


Andai-andai memang sering menjelma menjadi hantu dengan taring panjang dan menghisap darah—menyeramkan. Namun, masa depan nanti akan datang bagaikan bunga yang mekar di awal musim semi. Indah dan mempesona. Tentang siapa yang akan menjadi bunga itu, cukuplah Tuhan yang menjadikannya.

_el

AKSARA LARAHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin