Kepadamu yang pernah membawa aku dalam jurang kerinduan. Entah mengapa tiba-tiba wajahmu melintas dimataku. Lagi, kau tunjukkan senyuman yang sekian lama tidak pernah kau tunjukkan padaku. Karena semenjak kau memutuskan untuk pergi, aku pun mengiyakan keputusanmu. Namun, aku tidak memilih untuk pergi. Tetapi memilih bertahan, dan tanpa dirimu.
Semenjak pergimu, setiap senja aku selalu berada di sini, ditepian jurang kerinduan yang selalu kau tunjukkan padaku. Namun, malam menyadarkanku bahwa bulan lebih indah untuk dipandang. Hingga sejengkal demi sejengkal, aku tinggalkan jurang kerinduanmu. Dan berhasil hingga detik ini.
Namun, wajahmu tiba-tiba saja hadir dalam pandanganku. Yang aku sadari sejengkal demi sejengkal mengajakku kembali pada jurang itu. Dan kau berhasil, aku kembali kesana. Ke jurang rindu yang kau buat.
Tentang jurang rindu yang kau buat, sebenarnya ada yang aku ingin tanyakan sejak dulu. Namun belum sempat aku tanyakan kau sudah lebih dulu berlalu. Meninggalkan aku di tepi jurang kerinduan itu.
Satu tanyaku, kenapa kau membuat jurang kerinduan itu lalu bergegas pergi? Setidakberhargakah rindu bagimu? Sementara aku yang sudah merinduimu setiap waktu, begitu saja kau tinggalkan di tepian jurang rindumu. Bagaimana jika aku terjatuh pada jurang itu, dan tak mampu untuk keluar? Sementara kau tersenyum dengan rindu dan jurang rindu baru di sana?
Bukan tentang hancurnya rinduku karena kepergianmu, namun tentang ketiba-tibaanmu dan ketidak-terus-teranganmu yang kemudian berlalu. Dan ketika aku telah menemukan sepotong rindu yang baru, begitu saja kau melintas dalam pandanganku membuat semuanya kembali ke masa lalu.
Bekas luka yang sudah kering, seketika kembali terbuka dan berdarah. Hanya karena wajah yang melintas. Namun, aku akan mempertanggung-jawabkan apa yang telah menjadi keputusanmu dan keputusanku. Kau yang memutuskan untuk pergi, pergilah dari hatiku sepergi-perginya. Dan aku, yang memutuskan untuk tidak pergi, akan tetap disini dengan rindu yang baru.
_el
