September

23 1 0
                                    

Kala itu, seorang pria dengan rambut sebahu, berkumis tipis tanpa janggut mengikat dagu, beralaskan sepatu converse lusuh penuh debu, kusam berwarna kelam, berbaju polo, memakai topi, lengkap dengan gelang mengikat pergelangan tangan, semuanya serba hitam, hanya celana yang berbeda warna dengan blue navy nya.

Terpaut hati dengan seorang wanita yang menurutnya begitu luar biasa, matanya kebiruan, sedikit cantik banyak manisnya, rambut terurai dengan kacamata hitam tertahan rambut lembut, berkulit putih senyum melubangi pipi.

Perempuan itu kamu, dan si pria? Tentu itu aku.

Kita dipertemukan memang tanpa rencana, belum pernah kenal apalagi tegur sapa, tapi bagaimanapun ini adalah kuasa alam semesta dengan konspirasi yang diciptakan begitu indah tanpa kau dan aku sengaja, ini tiba-tiba.

Jujur saja, ketika itu aku bingung, entah harus bahagia atau bersedih karena pada saat itu kau sedang dilanda pilu melihat kekasihmu dengan wanita yang kau bahkan tidak tahu itu siapa, mereka begitu mesra hingga air matamu mengalir begitu saja, kau enggan bahkan takut menghampirinya, hingga akhirnya dia lah yang menghampirimu.

Kau terdiam, lalu terjadilah guncangan yang maha dahsyat bersamaan dengan genangan air mata, dia pergi bersama wanita pilihannya. Dan aku, orang baru, hanya bisa menghampirimu untuk memberikan sepotong sapu tangan, hingga akhirnya kau tersenyum berterima kasih walau kutahu senyuman itu bukanlah gambaran hatimu. Aku tak bisa memberi masukan apa-apa karena semestaku begitu gelagapan diterpa kesedihan, aku hanya bisa mendengarkan kau mengadu karena menurutku itu bisa membantu.

Tapi menurutku kau begitu tegar, kau seakan-akan menyakinkan hatimu untuk bangkit dari dasar jurang, katamu "akan ada cahaya indah dibalik gelapnya malam, akan ada pelangi dibalik datangnya hujan."

Akupun tersenyum, kau adalah orang yang kutunggu, dan detik itu juga kuserahkan hatiku padamu hingga kau beranjak pergi bersama waktu.

Kau hanya meninggalkan sepotong kertas berisi nomor teleponmu, aku menitipkan sepotong sapu tanganku. Semoga bisa saling menjaga, bahkan saat ini saja; melihat kepergianmu, jiwaku paham bahwa aku akan merindukanmu.

Buku RinduWhere stories live. Discover now