4. RAHASIA

98 10 1
                                    


Keadaan di rumahku tidak lagi sama sejak adik dari mendiang tunangan kakakku sekaligus seniorku di tempat kerja tinggal di sini. Selama dua hari ini rumahku seperti bukan rumahku. Setelah tujuh tahun terbiasa dengan rumah yang sepi, kini untuk pertama kalinya keributan terdengar memenuhi seluruh sudut rumah. Semua itu tentu saja disebabkan oleh satu orang, Erika.

Pagi ini keadaan rumahku sudah sangat gaduh. Kegaduhan disebabkan oleh Erika yang tidak juga mau bangun dari tidurnya meski hari sudah siang. Tak peduli sekeras apa aku memaksa hingga meneriakinya, ia masih belum mau bangun.

Ia memang dilarang bekerja ataupun keluar rumah oleh Tuan Gibson karena insiden yang terjadi beberapa hari lalu, tapi bukan berarti ia boleh hanya bergeming di kasur sampai siang selama dua hari berturut-turut. Bermalas-malasan begitu saja seperti orang frustrasi. Aku tidak tahu apakah ia memang masih terguncang akibat peristiwa tempo hari atau ini memang kebiasaannya.

"Dasthan?"

Aku yang sedang asyik membuat sarapan di dapur terkejut. Bukan hanya oleh suara yang memanggil namaku, tapi juga oleh apa yang kulihat di depanku.

Erika mengucek matanya sambil menguap. Tubuh mungilnya ditutupi selimut dari ujung kepala hingga ujung kaki sehingga hanya wajahnya yang terlihat masih sangat mengantuk saja yang terlihat. Pemandangan seperti ini tentu saja sangat jarang, bahkan tak pernah, kudapatkan di rumahku. Seandainya ia tahu kalau aku menyimpan rasa padanya, aku yakin ia tidak akan berani berpenampilan seperti itu di depanku. Segera kumatikan kompor dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian dan menahanku supaya tidak berpikir hal-hal aneh.

"Apa? Kau lapar?" tanyaku sambil berjalan untuk menghampirinya, "Kenapa keluar kamar seperti ini? Setidaknya biarkan kepalamu bangun seluruhnya baru keluar kamar. Kalau seperti ini kau terlihat seperti orang mabuk."

"Berisik!" tukasnya sambil menguap, "Aku ingin minta tolong. Kalau kau kerja hari ini, bisakah kau ambilkan laptopku di ruanganku. Aku bosan berada di rumah dan tidak melakukan apapun."

"Bukankah sudah kubilang, kau bisa menggunakan segalanya di rumah ini. Kemarin kan sudah kutunjukkan video game, film, dan beberapa buku. Kau bisa menggunakannya untuk mengisi waktu luangmu."

Gadis satu ini benar-benar pintar beralasan. Jangan katakan kalau ia berusaha sopan dan tidak mau menyentuh barang-barang di rumah ini tanpa izinku terlebih dulu.

Lagi-lagi ia menguap. Aku bisa melihat air matanya menggenang di sudut kedua matanya.

"Aku sudah memainkan semua video game-mu, film-filmmu sudah pernah kutonton semua, dan buku-bukumu membosankan. Jadi kau mau tidak mengambilkannya? Kuncinya ada di bawah pot bunga dekat pintu. Selamat malam," ujarnya lalu berbalik untuk kembali ke kamarnya.

Alisku terangkat kesal, "Tingkah macam apa itu? Sebaiknya kau dengarkan aku, Nona muda!"

Dengan cepat aku menarik selimut yang menutupi dirinya, melemparkan selimut itu sembarangan, kemudian mengangkat tubuh gadis itu di atas pundakku seperti karung barang.

"Apa yang kau lakukan, Dasthan?! Turunkan aku atau kau akan kuhajar?!" serunya sambil meronta.

Aku membawanya ke kamar mandi lalu mendudukannya di dalam bathtub.

"Jika kau ingin aku mengambilkan laptopmu hari ini, segeralah mandi dan jernihkan kepalamu. Jangan lupa untuk membersihkan rumah hari ini. Kau sudah cukup bermalas-malasan selama dua hari. Ingat, jangan pernah bertingkah seperti itu lagi di depanku jika kau tidak mau aku berbalik menyerangmu," kataku di samping bathtub.

Wajahnya sudah sangat kesal. Ia melihatku dengan tatapan seperti ingin menghajarku, "Kau akan cepat tua jika perhitungan seperti itu! Lagi pula, apa maksudmu dengan tingkahku yang bisa membuatmu menyerangku?!"

REAPER (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang