5. REAPER

117 9 0
                                    


Sama seperti yang sudah-sudah, baik aku dan juga Keane tidak sanggup memerbaiki sistem yang telah dirusak oleh hacker tidak dikenal itu. Berkali-kali kami memasukkan data baru untuk membuat proteksi, semuanya tampak sia-sia. Sistem itu tidak bisa dikunci atau diberikan pengamanan baru. Jika seperti ini pekerjaanku akan bertambah lagi dan pastilah memakan waktu berhari-hari sampai aku menemukan sistem baru pengamanan.

Sial, mengapa di saat seperti ini Reaper harus muncul dengan kebiasaannya yang membuatku harus bekerja dua kali lebih keras?! Sebenarnya apa yang ia cari sampai harus merusak setiap sistem pemerintahan seperti ini? Selain itu, tidak pernah ada data yang hilang setelah kerusakan terjadi. Tidak peduli seberapa keras aku dan Keane mencoba untuk mencari keberadaan orang itu, tapi tidak pernah ada jalan bagi kami untuk menemukannya.

Seperti biasa, ketika kasus seperti ini terjadi, atasan kami bersikap sangat tenang. Ia selalu mengatakan tidak masalah dan semua pasti akan baik-baik saja. Kurasa ia sudah tidak waras. Tidak bisakah ia bersikap seperti yang lain, panik ketika data yang dijaga olehnya dicuri orang tidak dikenal.

Karena masalah ini, dua hari aku harus bekerja lembur. Kepalaku rasanya seperti ingin meledak karena belum juga menyelesaikan tugasku. Kerusakan kali ini lebih serius dibandingkan dengan kerusakan sistem yang lainnya. Untuk itu aku membutuhkan waktu yang lama hanya sekadar membuat pengamanan baru saja.

"Dasthan? Ayo makan dulu. Kau belum makan seharian. Ini kan hari libur, kenapa kau bekerja di rumah juga? Ayo makan sebelum makanannya dingin," Erika terus saja mengajakku makan. Entah sudah berapa kali ia mengajakku.

"Kau makan duluan saja, aku masih banyak pekerjaan," sahutku tanpa menghentikan kegiatanku. Mataku terus melihat data-data memusingkan ini dengan teliti agar tidak membuat kesalahan sekecil apa pun.

"Kau bisa mengerjakannya nanti, kan. Lebih baik makan dulu, kau bisa sakit jika bekerja terlalu keras. Ayo makan sebentar saja," rengeknya seperti anak kecil yang menginginkan permen.

"Aku akan makan nanti," sahutku lagi.

"Kau bilang seperti itu sejak pagi tadi, tapi kau tidak makan juga. Sebaiknya kau makan kali ini, aku sudah menyiapkan makanan untukmu. Jarang sekali aku baik seperti ini padamu. Jadi makan sekarang baru bekerja lagi," katanya lagi masih belum juga kata menyerah.

"Sudah kukatakan aku akan makan nanti! Berhentilah menggangguku setiap saat dan membuat keributan di rumah ini!" seruku tanpa sadar ketika mendengar rengekan Erika yang tidak mau berhenti.

Oh, sial!

Spontan Erika terdiam, terkejut dengan perubahan nada suaraku barusan. Wajahnya berubah canggung sekarang.

"Ba-baik. Tidak perlu berteriak seperti itu, dasar bodoh. Lagi pula aku juga ingin bilang kalau aku ada perlu dan akan keluar sebentar," ujar Erika yang langsung pergi ke kamarnya sebentar dan segera ke pintu setelah mengenakan jaket.

"Jangan lupa makan malammu," katanya sebelum keluar dari rumah.

Tidak. Apa yang barusan kulakukan? Aku berteriak seperti itu kepadanya dan dia pasti terluka mendengarnya. Dasar bodoh, mengapa kau meneriakinya seperti itu?!

Kucengkeram kencang rambutku ketika menyadari kesalahan apa yang barusan kulakukan. Hanya karena pekerjaan yang tidak ada habisnya sejak kemarin, aku sampai tega meneriakinya seperti itu. Bukankah ia hanya berniat baik? Kau benar-benar bodoh, Dasthan! Aku harus minta maaf padanya nanti saat ia kembali.

*****

Saat jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam, aku menghentikan pekerjaanku. Aku akan melanjutkannya besok bersama Keane. Lagi pula ada data yang kubutuhkan dari juniorku itu. Kupijit pelipisku dan juga pangkal hidungku karena merasa sangat lelah dengan pekerjaan tambahan ini.

REAPER (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now