Imaji

4.2K 452 152
                                    

Untuk O yang ingin bahagia bersama Entang Kosasih.

Untuk para juri yang membuat tema bulanan kali ini menarik

Dan tak lupa, untuk Montase Akasara.

Btw, ini jumlah katanya 3163. Mayanlah, lewat dikit.

--------

Orang bilang, jika ingin kaya raya, peliharalah seekor peri. Culik mereka dari hutan terlarang. Kurung salah satunya dalam sangkar baja atau toples berlapis bijih besi. Kalau perlu, patahkan sayapnya. Jangan kasihan. Sebab, bila lengah sedikit saja, merekalah yang akan memangsamu balik.

Peri itu licik, kata sang ayah, mereka terlahir untuk memakan jiwa manusia yang kesepian dan mengajaknya menari sampai mampus di bawah sinar rembulan. Kau tidak akan sadar bila seorang peri tiba-tiba muncul di hadapanmu. Kau bahkan, tidak akan tahu, kapan ia mulai mengisap nyawamu sampai kering tak bersisa.

Karena petuah itulah, Arman bertekad akan menculik seekor peri dari hutan terlarang. Persetan orang menganggapnya melakukan pesugihan. Toh, Arman terlalu takut memelihara tuyul. Juga sangat miskin hingga tak mampu memberi sesajen pada genderuwo. Dan merasa ngeri jadi babi, sebab komplek perumahan tempatnya tinggal terkenal sadis dan senang mengudap anjing.

Arman ingin kaya raya. Ia hendak menjadi bujang berharta dan meludah balik, orang-orang yang sering mencemoohnya sedari kecil. Dasar kutil monyet! Arman memaki dalam hati. Sejak dulu, hidupnya hanya berisi tragedi sejak ibunya, yang konon cantik jelita, meninggalkan Arman dan ayahnya di gubuk berduaan karena tak sanggup hidup kekurangan.

"Kurasa, ibumu anak orang kaya yang tinggal di sana," tunjuk seorang pengemis, tetangga Arman, ketika pemuda itu berumur 10 tahun, dan baru berhenti dari sekolah sebab harga buku tidak berperikedompetan.

"Yang mana?" Arman memanjangkan lehernya, coba mengintip rumah-rumah mengilat dari balik pagar beton yang tinggi abu-abu menjulang.

"Yang mana pun sama saja."

Arman terdiam. Sejak jaman ia belajar berjalan, tidak pernah ada sosok ibu dalam hidupnya. Kecuali Bu Sumi si penjaga warteg, Sarinah pemilik salon kecil-kecilan, dan Mariyah yang punya warung kelontong tempat ayah Arman berhutang rokok tiga batang kalo cuaca sedang bersahabat.

Ayah Arman sendiri bungkam. Tidak ada bukti jejak masa lalu ibunya-yang-konon-cantik-jelita. Mungkin sang Ayah belum move on, atau ingin Arman berhenti mencari.

"Aku ingin cari Ibu," rengek Arman. Usianya dua belas dan ia pandai mengamen di perempatan jalan.

"Ibumu sudah mati."

"Belum. Aku tahu ia masih hidup." Entah darimana, Arman hanya tahu, ia masih punya sambungan inter-lokal dengan batin ibunya. Arman merasa, dalam mimpi-mimpi yang dikecapnya siang buta, sang ibu meminta Arman datang.

"Sayang, kemarilah. Jemput ibu."

"Sudah mati!" tandas sang ayah. Kopinya habis. Rokok kretek tinggal sebuku jari kelingking. Warteg masih sepi. Sementara Arman belum menuntaskan separuh nasi dan perkedel jagungnya.

"Makan!"

"Aku mau ketemu ibu."

"Ngamen dulu. Habis ngaji, baru cari ibu."

Sampai usia Arman menginjak kepala dua, sang ayah tetap tak membantunya mencari keberadaan ibu. Bahkan, ketika laki-laki itu mati akibat kanker paru-paru, ayah Arman tidak memberi wasiat apa-apa kecuali hutang di warung Mariyah yang harus dilunasi.

Imaji Raya Membelah Serigala [Kumcer] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang