Penantian Di Ujung Rindu (Part 4)

43 6 0
                                    

Hari telah berlalu, semenjak hari itu, Aku, Dini dan Raka jadi sering main bersama. Kekantin dan mengerjakan PR bersama. Kami sering bermain saat istirahat dan saat pulang sekolah. Bercanda tawa bersama.

Kami begitu bahagia ketika berkumpul, namun disisi lain, aku melihat ada yang disembunyikan oleh Raka. Ya, dia tersenyum namun kadang kala senyumnya hanya sebuah topeng untuk menutupi perasaanya yang sebenarnya. Tatkala aku sering melihatya termenung dan memikirkan suatu hal yang aku tak tahu itu apa. Dan terkadang juga ketika moodnya sedang tidak bagus, tatapan dinginnya kembali lagi.

Aku sangat ingin menanyakan apa yang tengah menggangu pikirannya. Namun aku tak berani, aku takut menyinggung perasaanya dan malah membuat suasana menjadi kacau.

"Raka, Airin nanti malam kalian ada acara gak?" tanya Dini saat kami sedang berkumpul bersama di sebuah taman sekat sekolah.

"Ada Din" jawabku sigkat

"Beneran ada acara Rin? padahal malem ini aku ingin mengajak kalian menginap di rumahku, nanti kita barbequean dan aku ingin kalian mencicipi kue yang baru aku buat, belakangan ini aku belajar membuat kue. Tapi percuma kalau tak ada yang mencicipi kueku" kata Dini, mukanya terlihat kecewa.

"Emang kamu ada acara apa sih Rin? Biasaya juga diem di kamar" kata Dini lagi.

"Acaraku, ya tidur lah HAHAHAHA" kataku dengan muka tanpa dosa.

"Apa? Dasar Airin.. kamu mengerjaiku. Awas ya, gak kukasih cicip kamu kue yang baru ku buat. Padahal rasanya enak sekali" kata Dini menggodaku

"Aishh baiklah.. tuan putri Dini, saya akan datang memenuhi undanganmu. Dengan syarat, tuan putri harus memberi saya kue yang enak-enak itu" kataku balas menggoda Dini.

"Dasar kau, giliran makanan saja cepat hahahha" kata Dini

Kami tertawa, namun tidak dengan Raka. Dia hanya tersenyum simpul.

"Kalau Raka bagaimana? Bisakah ikut nanti malam?" kata Dini

"Emm.. tak tahu. Lihat nanti saja, nanti ku kabari" jawab Raka

"Ya udah, nanti kabari aku ya. Secepatnya, oke" kata Dini lagi

"Iya Dini" jawab Raka sambil tersenyum simpul

"Sepp" kata Dini sambil mengangkat kedua jempolnya ke arah Raka

Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

Tak lama kemudian, terlihat seorang cewek menghapiri kami.

"Hai Dini, udah siap? Ayo berangkat" kata cewek itu.

"Siap mbak, bentar aku bilang sama temen-temenku dulu" kata Dini

"Raka, Airin aku pulang duluan ya. Hari ini aku mau belajar membuat kue lagi dengan mbak itu. Dia punya resep baru katanya, nanti kalau aku sudah bisa, akan kubuatkan kue yang enak-enak untuk kalian" kata Dini.

Tenyata cewek itu adalah orang yang mengajari Dini membuat kue. Dini terlihat begitu bersemangat. Ya kuakui, Dini emang suka memasak dan masakannya enak. Dan sekarang ia mau belajar membuat kue dengan resep-resep baru. Benar-benar cewek idaman. Berbeda sekali denganku, yah apalah daya ini yang berkutat di dapurpun tak pernah.

"Ya, akan kutunggu kue-kue yang enak itu" kataku

"Siap, akan kubuat perutmu sampai kekenyangan menikmati kue-kue yang kubuat hhahahah" kata Dini

"Ya sudah aku pergi dulu ya Raka, Airin.. bye bye, jangan berantem ya" kata Dini lagi sambil melambaikan tangannya dan berlalu pergi meninggalkan kami.

Setelah Dini pergi, suasananya menjadi agak canggung. Aku sudah katakan, aku tak bisa bicara jika hanya berdua saja dengan Raka. Andai tadi aku ikut saja dengan Dini atau pura-pura ada urusan juga, pasti aku takkan terjebak pada situasi seperti sekarang ini.

"Rin.." kata Raka, mencoba membuka pembicaraan agar suasananya tidak canngung.

"Ya?" jawabku singkat, sungguh aku bingung harus mengatakan apa.

"Maaf ya" kata Raka lagi.

"Maaf kenapa Raka?" kataku bingung

"Untuk semua hal" kata Raka sambil tersenyum, ia tak melanjutkan kata-katanya lagi.

Terlihat raut kesedihan yang mendalam di balik tatapan Raka, aku bisa meihatnya. Aku bisa melihat dirinya yang ingin teriak pada dunia, menghempaskan semua keluh kesahnya.

Namun seperti biasa aku tak bisa berbuat apapun, situasinya terlalu canggung.

"Apa ada yang mengangu pikiranmu Raka?" setidaknya hanya itu yang bisa kutanyakan.

"hmm.. tak ada Rin, udah abaikan saja"

"Oh iya udah sore, kita pulang yuk"

Raka mencoba mengalihkan pembicaraan, ia tak mau cerita tentang kegundahan hatinya yang aku tak tahu apa penyebabnya.

"Ya baiklah Raka, ayo kita pulang" kataku

Rumah kami searah, jadi kami bisa pulang bersama naik angkot. Tak banyak percakapan yang terjadi saat kami pulang. Hanya desir angin yang bertiup mengusik sunyi yang terdengar di angkot itu. Aku tetap diam memandang Raka, membiarkan ia menikmati lamunanya.

"Raka, aku duluan. Hati-hati, jangan melamun" kataku setelah turun dari angkot.

Raka tersenyum "Makasih" kataya. Kemudian angkot pergi, menghilang dari pandanganku.

Sesampai di rumah aku masih kepikiran soal Raka, jika ia tidak mau mengatakannya, maka aku akan mencaritahunya sendiri. Aku tak bisa terus-terusan diam saja melihat sikap Raka yang berubah drastis. Senyumnya perlahan mulai hilang, senyumnya mulai terlihat palsu.

The Secret of LifeWhere stories live. Discover now