Problem 01: Kenapa Jadi Begini?

45 0 0
                                    

"Lapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaar!"

Ardo menjerit terbangun dari tidurnya. Kedua tangannya tiba-tiba menjulur ke atas seakan hendak meraih sesuatu. Ibunya yang pada saat itu berdiri di samping tempat tidur, sembari menenteng seember air, sampai melejit mundur karena kaget.

Air itu sebenarnya disiapkan Yuli untuk membangunkan putranya. Sudah jam empat lewat, tapi masih saja pulas tertidur. Padahal, Ardo sudah janji akan membantunya belanja ke pasar pagi ini. Selain itu, katanya Ardo juga harus berangkat ke sekolah, meskipun masih dalam rangka libur panjang.

Tapi coba dibangunkan, Ardo bergeming. Tak ada reaksi meski namanya dipanggil-panggil dan pundaknya dicolek-colek. Lalu, ibunya membuat kegaduhan dengan menggendang kuali dan spatula di depan telinganya. Masih juga tidur. Malah, ilernya makin panjang membentang. Hingga akhirnya, Yuli beranjak ke dapur dan kembali membawa seember air. Saat ia siap menyiram buah hati satu-satunya yang baru naik ke kelas XI SMA itu, Ardo tiba-tiba menjerit.

Setelah jeritannya menghilang, Ardo pelan-pelan menegakkan punggung. Napasnya ditarik panjang-panjang bagai habis menahan napas cukup lama. Sedangkan ibunya, masih berdiri menenteng ember dengan jantung berdegup-degup, seolah melihat kecoa terbang berubah jadi raksasa.

"Emak...?" Ardo akhirnya sadar ada ibunya di situ. Berdiri mematung dengan wajah kelihatannya cemas.

"Kau... kenapa? Tiba-tiba... teriak begitu...?" Yuli menyahut dengan suara agak gemetar. Masih kaget.

"Ardo..., Ardo lapar, Mak!"

"Aseeeeem!" Yuli menurunkan ember dengan sedikit menghempas ke lantai. Lalu ia raih bantal yang diileri Ardo. Dihunjamkannya ke wajah putranya yang kelihatan masih mengantuk.

"Cepat bangun! Bantu Emak belanja! Katanya juga hari ini sekolah, kan?"

Bukannya lekas-lekas turun dari tempat tidur, Ardo malah menoleh ke depan, lalu memasang wajah kosong. Yuli geram dan memercikkan air ke wajahnya. Barulah Ardo bergidik dan akhirnya cepat-cepat turun.

Sudah kesehariannya membantu sang ibu berbelanja ke pasar setiap pagi. Selain untuk keperluan dapur, juga untuk ibunya berdagang. Ibunya menjual sayur. Mereka buka kios kecil di samping rumah.

Pagi itu, jika tidak diingatkan lagi oleh ibunya bahwa harus berangkat sekolah, mungkin Ardo masih konser di dalam kamar mandi hingga tiga jam kemudian.


* * *


Ardo buru-buru berangkat ke sekolah, bahkan tali sepatu pun ia ikat sambil berlari. Tak jauh setelah keluar dari gang rumahnya, ada dua pelajar SMA yang sudah menunggu seraya duduk-duduk di kursi yang digelar tukang es serut. Salah satunya langsung menghambur menjemput Ardo dan memarahinya. Ardo telah membuat mereka menunggu hampir setengah jam.

"Kamek sampai tige kali naik level nunggukan kau!"* cecar Syukur. Ia mencak-mencak dengan wajah mendongak, karena Ardo lebih tinggi darinya. Di tangan kirinya, sebuah ponsel diayun-ayun. Ada tampilan game online di sana. "Dan Rizal sampai tiga kali tambah es parut!" lanjutnya serasa menunjuk-nunjuk pelajar lain yang masih duduk di kursi.

Anak yang ia tunjuk itu menyendok es serutnya yang warna-warni dengan khidmat. Kemudian, mengulumnya dan memasang wajah nikmat sejagad. Kalau dibandingkan antara mereka bertiga, anak yang bernama Syukur yang mencak-mencak itu adalah yang paling bantet. Sedangkan Ardo, tentulah yang paling julang. Ujung kepala Syukur hanya sampai sedada Ardo.

Rizal menoleh karena namanya disebut-sebut, kemudian buang muka, "Cih!"

Sadar telah membuat teman-temannya jengkel, Ardo pun terbungkuk-bungkuk minta maaf. Komplit dengan ditambah mengatupkan tangan. Keasyikan karaoke di kamar mandi katanya dengan jujur. Syukur yang sudah terlihat tak sabar, segera menyeret keduanya beranjak ke sekolah.

PRoBLeMoNeYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang