Problem 02: Tahu Tidak?

26 0 0
                                    

"Bisa-bisanya dia lupa!" Eka menggerutu. Ia jengkel setengah mati begitu tahu bahwa Ardo telah lupa janjinya. Jauh sebelum hari ini, Ardo mengikat janji akan menemani Eka ke toko buku. Tapi, apa yang ia temukan? Ia tiba di rumah temannya itu dan hanya disambut oleh ibunya. Dari ibundanya itulah Eka tahu bahwa Ardo sudah berangkat ke sekolah. Katanya, ada pengumuman yang mengharuskan masuk hari ini.

Terpaksa, Eka memutar balik mobilnya dengan hati dongkol. Ia pamit mau pulang dulu sebelum melabrak Ardo di sekolah.

Tapi..., bukankah yang diminta hadir saat PLS hanya anggota OSIS? Eka mendengar jelas pengumuman saat sepulang bagi rapor. Bahkan, Ardo ada di sampingnya. Saat itulah, mereka janji akan sama-sama ke toko buku hari ini. Selain itu, pengumumannya juga ada di Facebook. Instagram juga ada. Twitter apa lagi. Sekolah mereka belakangan supereksis.

Jadi, mengapa Ardo ikut-ikutan pergi? Ardo itu bukan siapa-siapa di sekolah. Prestasinya nyaris-nyaris tidak ada. Ranking selalu urutan paling akhir. Lemah dalam segala pelajaran sains dan seni. Untung saja, ia masih bisa naik kelas semester tadi.

Oh, iya! Kecuali satu! Ada satu!

Hubungan Ardo dan Adri lumayan dekat. Tak begitu akrab memang, tapi pokoknya dekat! Apa itu ada hubungannya dengan nama mereka yang nyaris mirip? Bahkan, sampai membuat staf tata usaha tahun lalu menghapus nama Ardo dari daftar peserta didik baru, karena mengira salah ketik?

"Au!" Eka geleng-geleng dalam keadaan menyetir. Ia baru saja melintasi sekolahnya dan harus menempuh jarak kurang lebih 2 kilometer lagi. Jika diibaratkan, posisi SMA Negeri 114 Pontianak Selatan itu berada tepat di tengah-tengah antara rumah Ardo dan rumahnya. Otomatis kalau mau ke rumah Ardo, Eka harus melewati jalan yang menuju ke sekolahnya. Begitu pula sebaliknya. Setidaknya, itu untuk rute yang paling pendek.

Sedangkan tadi, ia menuju rumah Ardo melewati rute yang lebih panjang. Jalan alternatif tanpa melewati jalan menuju ke sekolah. Itulah mengapa ia tak berjumpa dengan Ardo dan kawan-kawan. Ia melewati jalan tembus tersebut karena yang paling dekat jika ingin ke rumah Ardo sepulang dari GOR Pangsuma.

Dengan setelan training sehabis lari pagi, ia meluncur ke rumah Ardo. Ia ingin mengingatkan temannya itu agar bersiap-siap. Dua jam lagi akan dijemput. Tapi, apa mau dikata. Temannya itu justru melipir duluan ke sekolah. Kan, asem!

"Eh, sebentar...!" Eka menepikan mobilnya. "Apa aku singgah saja? Langsung masuk jemput Ardo?" Masalahnya, kalau ditunda-tunda, takutnya Ardo malah kabur. Setelah tahu yang masuk hanyalah OSIS, dia pasti pilih pulang. Sampai di rumah, kemudian main entah ke mana. Kan, repot.

Eka berpikir sejenak. Menimbang kemungkinan-kemungkinan. Ia juga mempertimbangkan kostumnya saat ini. Tubuhnya masih dibalut training. Keringat memang sudah tidak mengalir. Tetapi begitu ia membaui ketiaknya, aroma yang semerbak langsung menyambar.

"Nanti, Eka malah diusir Pak Satpam! Eka belum mandi!" Jadi, ia batalkan rencana menjemput Ardo sekarang. Ia mau cepat-cepat tiba di rumah, mandi, dan memakai seragam. Namun sebelum itu, ia turun dulu dari mobil dan berlari secepatnya ke arah Pak Satpam yang sedang mengatur lalu lintas murid baru di depan gerbang sekolah. Ia titip pesan, kalau ketemu Ardo, jangan dibiarkan pulang.

"Ardo yang mana?" Pak Satpam bingung. Satpam baru soalnya. Belum hapal dengan murid di sekolah ini. Terlebih, siapalah itu Ardo. Kalau satpam yang lama, sih, sudah kenal.

"Pokoknya, kalau ada anak SMA, cowok, mau pulang, pokoknya ditahan! Nggak boleh pulang! Dia punya hutang sama Eka! Eka nanti balik lagi! Tolong, ya, Pak?"

Pak Satpam mengangguk-angguk. Eka kembali ke mobilnya dan langsung tancap gas.

"Aaaaargh, dasar! Dasar, Adri!" umpatnya pula. Gagang setir diremas-remas. "Ini pasti ulah dia!"

PRoBLeMoNeYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang