Bagian 6. Taruhan

180 6 0
                                    

"OH?!" Pandangan Nana melebar saat membuka lokernya. "Kenapa bisa ada di sini?"

Pagi itu, saat akan mengganti sepatunya di ruang loker, Nana menemukan dua barang miliknya yang ia pikir sudah hilang.

Nana meraih buku harian dan ponsel yang tergeletak di dalam loker itu, mengeluarkannya dari sana dan memastikan itu memang miliknya. Diary dengan sampul bergambar ikan dori dan ponsel dengan gantungan ikan yang mirip kue ikan.

"Ini ..." Nana mengerutkan dahi. "Apa aku lupa menyimpannya di sini?" ia bergumam sendiri. Dan, mengingat apakah ia memang menyimpan dua barang itu di loker dan lupa.

Tapi, meski sudah berusaha mengingat dengan sekuat tenaga, Nana tetap ingat dengan jelas, bahwa ia tidak pernah meninggalkan buku harian dan ponselnya di loker ini.

Nana mengangkat bahu. "Terserah, deh." Ia tidak mau memusingkan hal itu, karena yang terpenting, ponsel dan buku hariannya sudah kembali.

Nana segera melepas sepatunya dan mengambil sandal dari lokernya. Mengganti sepatunya dengan sandal yang khusus digunakan oleh para siswa di sekolah itu saat beraktifitas di dalam bangunan sekolah (kecuali saat berolahraga), sepasang sandal yang mirip sandal rumahan berwarna abu-abu.

Kemudian Nana menyimpan sepatunya ke dalam loker dan mengunci lokernya. Dan, melangkah keluar dari ruang loker.

Sambil melangkah di lorong lantai satu, ia mencoba menyalakan ponselnya. Ia tidak sadar seseorang mengikutinya di belakang.

"Hei, ikan mas!"

"Hah?!" Nana terkejut saat seseorang yang datang dari arah belakangnya tiba-tiba melingkarkan tangan di pundaknya.

Saat menoleh, Nana mendapati wajah pemilik suara berat dan rendah itu tersenyum padanya, senyuman yang sangat jarang diperlihatkan oleh pemuda itu.

Nana melirik sekilas ke arah pin nama di seragam pemuda itu. Lee Daniel.

"Apaan ini?" Nana berkata dengan wajah tanpa ekspresi.

"Kenapa kau belum menjawab juga?"

"Menjawab apa?" Nana balik bertanya.

"Kita ... jadian."

"Ah, itu?"

"Ah, itu?" Niel kehilangan senyumannya. "Jawaban macam apa itu?"

"Aku nggak suka orang yang palsu," ujar Nana.

"Apa?" Niel mengangkat alis.

"Aku tahu, kau menemui gadis-gadis sebagai Oppa. Aku tahu, kaulah yang membantu di hari pertama kami mendapat hukuman membersihkan kantin, bukan Oppa."

"Wah, kau tahu ... itu aku?" Niel sedikit terkejut karena temannya Kim Ri-Hwan saja tidak mengetahui hal itu. Ia pikir, ia sudah menjadi Haneul dengan sempurna saat itu.

"Kau juga sepertinya sudah melakukan sesuatu yang aneh di belakang semua orang." Nana menatap dengan tatapan menyelidik. 'Kau sedang melakukan sesuatu, bukan? Sesuatu yang sedang kausembunyikan. Mengakulah!'

"Aku?" Raut wajah Niel menunjukkan kepolosan.

"Lee Daniel." Nana menunjuk ke arah pin nama di seragam Niel. "Katamu aku jelek, lalu selanjutnya ... apa? Kau menyukaiku?"

"Ah, itu ..."

"Aku bukan orang yang bisa dengan mudah dipermainkan seperti yang kaulakukan pada orang lain." Nana menyingkirkan tangan Niel dari bahunya. "Dengar, ya! Meski kau menggunakan pin nama Oppa di seragammu. Meski kau mengubah penampilan, cara bicara dan sikap hingga menjadi seperti Oppa. Aku tetap akan tahu itu kau dan bukan Oppa. Lee Daniel, apa sangat menyenangkan membodohi orang lain?"

GoldfishWhere stories live. Discover now