Yustina

54 0 0
                                    

"Ping!"

............................................

............................................

............................................

............................................

............................................

"Iya? maaf yah baru bales. Baru selesai kerja tugas nih" sebuah pesan chat masuk ketika dingin pada kulit makin menusuk.

"Wah kayaknya lagi cukup sibuk hari ini."

"Hehe yah gitu deh."

"Eh Jadi gimana?" tanyaku sedikit peduli. "Apanya yang gimana?" balasnya secepat kilat.

" Iya, si do'i loh...jangan berlagak setengah sadar....dia sudah mengabarimu?" "Hehehe,,masih belum," " Lagipula udah putus koq :) " Waduh! Koq aku jadi berbahagia diatas luka kalian yah? Walau semu, tetap saja hati tak bisa bohong.

Kedekatan kita tak pernah seperti ini karena bahkan selama 3 tahun di sekolah yang sama pun, aku tak pernah berbicara denganmu. Memang sih aku tahu siapa engkau. Kamu dan adikmu, atau lebih tepatnya kembaranmu. Ah tunggu! Rasanya memang sih kita tak pernah berbicara sampai kita akhirnya dipaksa bersosialisasi untuk pentas kecil-kecilan menggunakan bahasa Inggris. Aku ingat bagaimana lugunya kita berdua waktu itu. Kau membaca puisi, kemudian aku dan beberapa teman kita yang lainnya ikut masuk dan bernyanyi. Singkat dan sesaat, tapi masih teringat walau sesaat.

"Loh koq putus? Siapa yang memutuskan?" Pesan singkat itu sesungguhnya sangat munafik. Tapi mau bagaimana lagi? Masa aku harus membalas dengan memuat kata yang menunjukan kebahagiaan?

"Aku yang mutusin. Lagian sudah 1 bulan ini dia memang tak ada kabar. Sikapnya juga memang berubah....Mungkin memang sudah saatnya. Biarlah aku disini, dia disana. Semua memang sudah berbeda."

"Lantas kau bagaimana?" Kalimat bermuka dua yang ku ketik itu sungguh bukan hanya untuk menunjukan rasa peduli, tapi juga untuk mengetahui apakah hatimu sudah bisa dimasuki.

"Gak apa koq. Rasanya biasa aja...Mungkin karena emang udah berjauhan seperti ini jadi yah gak terlalu gimana gituh."

"Ow...Ok"

Sebagai temanmu,,, atau lebih tepatnya teman curhatmu yang baru 4 bulan belakangan ini, aku tentu cukup prihatin mengetahui kabar ini. Tapi sebagai lelaki, yah aku tentu tak peduli. Lebih tepatnya tak peduli dengan dia yang kini bergelar mantan dan sudah kamu tinggalkan. Akan ku anggap bahwa caraku memberikan nasihat sudah berhasil membuatmu berpisah dengannya. Ah, tidak seperti itu juga...Bahwasannya adikmu juga punya andil. Aku dan adikmu jadi lebih dekat karena diam-diam kami juga bersosial di media internet. Sama sepertimu, dia juga sering bercerita kepadaku, terutama tentang hubungannya yang lebih langgeng dengan kekasih hatinya di kota yang sama, daripada hubunganmu yang kandas di antara dua kota berbeda.

Kalian memang kembar, tapi tentu tetap ada perbedaan dari kalian berdua. Apalagi di masa puber ini, kalian mulai semakin menunjukan dua perbedaan itu. Aku juga mulai semakin mudah membedakan kalian berdua. Dan, aku jatuh hati pada kakakmu, Tini..

Tina menjadi awal dimana aku mulai berniat untuk membangun hubungan yang serius. Duh, alay pula kedengarannya yah! Padahal masih terlalu muda untuk seorang berseragam putih abu-abu, walaupun memang kini sudah memegang kartu tanda identitas, kartu ajaib yang menunjukan kalu negara sudah menganggapmu dewasa.

Rambut panjang bergelombang, kulit sawo matang, mata indah yang memancarkan bintang di angkasa, dan gelagat mu yang kekinian sesuai zaman. Tina dan Tini sungguh mirip secara fisik. Tapi soal kelakuan, Tina bisa sedikit tomboy dengan sentuhan yang lembut dibandingkan Tini. Sedangkan Tini, masih lebih feminim dan anggun daripada kakaknya itu. Medan gravitasi menarik hatiku ke arah Tina yang memiliki daya tarik cukup kuat.

Wanita & CeritaOnde as histórias ganham vida. Descobre agora