Sary

34 0 0
                                    

Padahal alat penunjuk waktu baru memperlihatkan angka 9.03 pagi dengan matahari yang cerah bersahabat. Loh koq suasana kelas akhir pekan kali ini sudah terasa gerah? Walau sesaat, tetap saja menggerahkan raga.

Riuh vokal "huuu" dengan nada rendah ke tinggi, dan sebagian lagi bertepuk tangan sambil senyum cengingisan. Itu tandanya mereka meramaikan suasana diskusi kelas yang sedang berjalan. Diam-diam teman-teman kelas kita menyimak. Tak semua memang tapi setidaknya yang bertelinga sedang mendengar. Ini semua ulahmu! Ulah bibirmu lebih tepatnya. Alat ucapmu yang satu itu dengan bulu agak tipis di atasnya namun tetap dapat dijangkau mata kalau terus diperhatikan.

"Maaf, menurut kami, kelompok kami sudah menjelaskan dengan sangat jelas. Lagipula kelas kita hari ini memberikan analisa yang bersifat umum, bukan tingkat lanjut. Apalagi masalah psikologis seperti yang anda tanyakan! Kalau ingin mempelajarinya lebih detail dan rinci sedari masih dalam tahun pertama seperti saat ini, saya rasa anda salah ambil jurusan."

"Tenang semua jangan ribut!" Bu Vani, dosen kita pagi itu nyeletuk menyudahi semuanya.

" Jadi memang benar apa yang dikatakan,,,siapa tadi namanya? Sary? Iya Sary yah... Pertanyaannya bagus, tapi kelompok ini juga sudah menjawab dengan tepat dan kena. Genial juga sudah menjelaskan kembali dengan lebih rinci. Tapi kalau untuk semakin merinci runcingkan tentang keilmuan itu, jurusan kita ini tidak membahas secara detail hal-hal yang demikian...... Memang nanti ada waktunya kalian bisa memilih konsentrasi yang sedikit berkaitan dengan ilmu psikologi, tapi bukan sekarang. Masih terlalu dini bagi kalian disemester 2."

............ Semua tenang, aku kembali pada posisi duduk. Semua mendengarkan.

"Baik kelompok ini silahkan duduk. Kita beri tepuk tangan!"

Aku berasumsi bahwa jawabanmu pagi ini di kelas, sedikit mengandung pesan. Pesan yang sebenarnya tidak terlalu penting namun tak pernah ku indahkan. Pesanmu tentang sedikit kebencian. Aku tahu penyebabnya. Masalah kita yang memang sebenarnya tak pernah beres begitu saja. Walau sudah lewat tahun dan mulai makin kadaluarsa, ternyata memang sebenarnya harus dibereskan. Atau paling tidak, aku yang harus memberi penjelasan.

Sedari akhir tahun lalu, sedikit waktu lagi kita memasuki masa libur semester akhir tahun, aku dan kamu memang tidak pernah saling sapa atau bersinggungan lagi. Itu semua sejak aku mengatakan kejujuranku padamu. Lelaki yang aku kagumi. Setidaknya begitu awal mulanya.

" Hai Geni..." Sapaku padamu yang sedang duduk di bangku-bangku jejer depan ruang dosen jurusan. Kau balas sapaanku dengan mata tajam nan sinis.

"Ya?!"

Duh...kau buatku salah tingkah. Padahal dulu kita bukan orang asing seperti yang kita alami saat ini.

"Boleh aku duduk sebentar?"

"Mau apa kau?"

Apa sih? Aku harus mulai dari mana?

.............................................

Tak peduli sekian dosen dan mahasiswa yang lalu lalang pada akhir pekan, kali ini kita harus bicara.

"Kau masih marah padaku?"

"Menurutmu?"

"Maafin donk...udah tahun baru loh." Aku coba mencairkan suasana dan mengatakannya dengan senyuman.

..............................................

..............................................

Dalam hati aku bergumam dan bertanya tentang apa maumu. Tidakah kau hargai sedikit keberanianku untuk menghampirimu?

Wanita & CeritaWhere stories live. Discover now