Part 03

26.4K 622 5
                                    

Setelah dari rumah sakit bersama dengan Sinta tadi, kini Reyhan justru terdiam memikirkan wanita itu yang begitu kuat menghadapi masalah yang menimpah hidupnya, sampai rela mengorbankan kesuciannya. Tidak itu saja yang saat ini Reyhan pikirkan, ucapan Sindy, adik dari wanita itu juga turut membebani otaknya.

Gadis remaja berkulit putih itu ingin ia menjaga kakaknya, selepas dia belum tahu siapa ia sebenarnya. Gadis itu begitu percaya dengannya, padahal mereka baru bertemu untuk pertama kalinya.

Sebenarnya Reyhan juga sangat menyayangkan, kenapa gadis baik seperti Sindy harus memiliki penyakit mematikan. Apalagi kakaknya, Sinta, begitu sangat menyayanginya. Reyhan sampai tidak tega melihat wajah Sinta yang terus beruraian air mata selama di perjalanan, setelah melepas Sindy ke ruangan yang akan menjadi isolasinya.

Memikirkan dua bersaudara itu, Reyhan justru berpikir di mana orang tua mereka. Kenapa ia tidak melihat orang lain yang menemani Sindy atau setidaknya menguatkan Sinta yang terlihat putus asa.

"Sebenarnya di mana orang tua Sindy dan Sinta? Kenapa mereka tidak mencari uang untuk membiayai pengobatan anak mereka? Kenapa mereka tega membiarkan Sinta berjuang sendiri, sampai harus menjual diri untuk pengobatan adiknya?" gumam Reyhan bingung, entah kenapa hatinya merasa tidak tega melihat penderitaan yang tengah Sinta alami.

Sejak kecil, Reyhan sudah terbiasa melakukan semuanya sendiri. Meskipun memiliki saudara, ia tidak pernah mau dekat dengan mereka. Namun bukan berarti ia tidak bisa merasakan apa yang sedang Sinta rasakan, karena Reyhan bisa seperti ini pun karena ia berjuang sendirian. Karena hal itu juga lah yang membuatnya tidak mau peduli dengan siapapun, namun bila melihat kehidupan Sinta, ia merasa bisa menjadi dirinya yang kesepian dan harus berjuang tanpa teman.

"Sinta, aku janji. Selama kamu menjadi milikku, aku tidak akan membiarkan kamu menderita. Setidaknya kamu tidak akan menjadi sepertiku, yang harus bertahan di tengah hati yang kesepian. Aku akan berusaha membahagiakanmu, mungkin itu akan menjadi kebaikan yang pernah aku lakukan untuk orang lain." Reyhan bergumam lirih sembari tersenyum. Entah kenapa hatinya merasa aneh sekarang, padahal ia tidak suka memedulikan perasaan orang lain sebelumnya, apalagi perasaan wanita yang akan menjadi mainannya.

***

Sinta terdiam menatap ke arah kamar Reyhan yang masih tertutup pintunya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, namun lelaki itu sepertinya masih terlelap di atas ranjangnya. Sedangkan Sinta sendiri sudah bangun sebelum jam enam pagi tadi, lalu memasak untuk Reyhan sarapan, setelah semua selesai Sinta mandi dan merias diri, namun sepertinya Reyhan tak akan muncul di waktu seperti ini. Padahal Sinta berniat meminta izin untuk bekerja, karena mau bagaimana pun ia harus mendapatkan uang untuk biaya hidupnya sendiri.

Sekarang Sinta justru merasa bimbang, ia tidak mungkin keluar rumah begitu saja, sedangkan kontraknya baru ditandatangani tadi malam. Karena di dalam kontrak itu juga berisikan tentang ia yang harus meminta izin bila ingin bepergian, namun waktu sudah menunjukkan keterlambatannya bila ia tidak bergegas secepatnya.

"Reyhan," panggil Sinta sembari mengetuk pintu berwarna hitam itu. Sinta merasa tidak punya pilihan lain selain membangunkan tuannya, karena mau bagaimana pun dia adalah pemilik tubuhnya sekarang, sedangkan Sinta sendiri juga harus bekerja tepat waktu.

"Reyhan." Sinta kembali mengetuk pintu itu dengan semakin mengeraskan panggilannya.

"Ada apa? Masuk saja, tidak dikunci." Suara sahutan seseorang terdengar dari dalam, yang Sinta yakini suara Reyhan yang baru terjaga dari tidurnya. Dengan perlahan Sinta membuka pintu itu, namun saat berada di dalamnya, mata Sinta justru disuguhkan tubuh kekar Reyhan yang tengah duduk di atas ranjang dengan rambut acak-acakan khas orang bangun tidur.

In Bed Bastard (TAMAT)Where stories live. Discover now