JENDELA

361 3 0
                                    

Belum banyak coffeeshop di kota ini. Salah satu coffeeshop yang terbaru menempati sebuah ruko dua lantai. Di lantai dua tempat itu  ada sebuah spot favorit bagi para pengunjung, yaitu sepasang kursi dan sebuah meja kecil yang menghadap ke sebuah jendela kaca yang  lebar. Satu-satunya jendela di ruangan itu.  Di situlah, sore itu Yana dan Rif duduk berdua. Langit yang mendung, hujan gerimis, dan lampu sore yang mulai dinyalakan temaram membuat suasana romantis hadir. Rif mengaduk hot cappuccino perlahan, menyeruputnya sedikit-sedikit, sesekali menatap Yana yang masih diam sibuk mengaduk hot chocolate-nya. Rif tidak tahu bagaimana memulai pembicaraan, bukan semata karena Yana yang mengajaknya datang ke tempat itu dan Yana yang pegang kendali atas apa yang akan dibicarakan, namun karena ia tahu dari isi SMS Yana tadi pagi bahwa hal yang akan mereka akan bicarakan sore itu bukanlah hal yang akan menyenangkan baginya.  Di sisi lain, Rif mensyukuri moment yang lambat itu. Ia jadi sempat berhayal, bahwa pertemuan sore itu adalah kencan pertamanya dengan Yana
Tentu pertemuan Rif dengan Yana bukanlah pertemuan yang pertama. Mereka sangat sering bertemu dalam berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan kampus, nonton konser, atau sekedar makan bersama teman-teman. Banyak teman-teman yang mengatakan kalau Rif dan Yana mirip dan cocok satu sama lain. Lama-lama teman-teman suka iseng, sengaja membuat Rif dan Yana menjadi terjebak berdua. Misalnya pekan lalu saat mereka hendak pergi bersama-sama, teman-teman sengaja tidak mau diboncengi oleh Yana dan sengaja menyisakan hanya motor Rif saja yang tersisa. Kejadian seperti itu tidak hanya terjadi sekali. Yana hanya bisa mengutuki teman-temannya, sementara Rif biasanya hanya menanggapi dengan senyum-senyum saja. Semula Yana hanya menanggapi semua itu dengan biasa saja, namun lama-kelamaan ia meliat perilaku Rif mulai berubah. Tatapan mata Rif mulai bermakna lain bagi Yana. Yana curiga, Rif mulai menyukainya….
Rif seorang lelaki yang baik, bisa diandalkan, pintar, sederhana, tidak neko-neko  kalau kata orang Jawa.  Wajahnya juga menarik, tidak heran kalau banyak gadis di kampus yang melirik. Maka bukan hal yang aneh kalau lama kelamaan Yana juga menjadi memperhatikan Rif secara lebih, dan berakhir dengan Yana mendapati dirinya sendiri merasakan “suka”. Yana kelabakan sendiri dengan perasaan yang didapatinya itu. Pikirannya jadi kacau, gelisah berhari-hari…lebih tepatnya gelisah sendiri ketika pulang ke kamar kostnya yang sepi setelah bertemu dengan Rif, atau bahkan hanya setelah melihat Rif dari kejauhan. Untuk menghentikan kegelisahan itu, Yana memutuskan kalau ia harus berani bertindak, berani ambil keputusan. Maka ia beranikan dirinya untuk mengajak Rif bertemu sore itu. Tapi setelah mereka duduk berdua disamping jendela coffeeshop, Yana mengutuki dirinya sendiri karena merasa salah pilih tempat. Ia merasa seperti mengajak seorang laki-laki berkencan, dan suasana syahdu sore itu membuatnya semakin salah tingkah dan kehilangan kata-kata.
Akhirnya…Yana cuma bisa membuka percakapan dengan berkata “maaf ya Rif..”
“Enggak apa-apa Yan, aku ngerti”
Keduanya terdiam lagi…sampai Rif mengucap “Yah meskipun sebenarnya aku lebih berharap ini kencan pertama kita”
Yana menanggapi dengan tertawa, tapi dalam hati ia jadi merasa semakin bersalah.
“Maaf aku nggak bisa bales yang kamu rasain ke aku…”
“Udah jangan minta maaf terus Yan. Kalau kamu tanya aku, aku ya pengennya kita bisa bersama. Tapi justru dengan pertemuan ini aku tau dua hal. Yang pertama, ternyata kamu memang perempuan baik-baik yang layak untuk disayangi, yang kedua aku jadi tahu perasaanmu ke aku”
“Ha ha ha justru aku merasa jadi perempuan yang nggak baik sampai di titik ini Rif. Jauh disana ada orang baik yang sayang aku, yang berkomitmen sama aku. Akunya malah kebawa perasaan sama kamu. Malah ngajak kamu kesini pula di tempat kaya begini. Aku udah nyakitin dua orang” Yana bicara sambil menerawang keluar jendela.
“Kamu  bisa ngelakuin hal gampang kalau kamu mau Yan. Kamu bisa saja bersikap cuek, menjauhiku, bikin aku illfeel sama kamu. Tapi kamu nggak ngelakuin itu. Kamu juga bisa aja ikutin perasaanmu, jadiin aku selingkuhanmu, tapi kamu juga nggak ngelakuin itu. Thanks for that Yana…”
“So….sekarang enaknya kita gimana?”  tanya Yana
Yana bisa melihat Rif menarik nafas, dan mengehembuskan perlahan sebelum akhirnya berkata,
“Kita tetep temenan ya Yan….tapi aku juga nggak tau aku bakalan kayak gimana. Misalnya nanti aku menghilang atau menjauh untuk sementara, aku harap kamu bisa paham”
Yana mengangguk, lalu melemparkan pandangannya ke Jendala. Masih gerimis, dan langit semakin gelap beranjak menuju senja yang tertutup awan mendung
Begitulah jendela menjadi saksi kejujuran rasa dua manusia yang duduk berdampingan di sampingnya sore itu…

Dua ArahWhere stories live. Discover now