Cake, Flower, and Memo

4K 543 175
                                    

"Mmm-mm-mbak?"

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

"Mmm-mm-mbak?"

Aku menoleh pada Pak Timo yang berdiri di sampingku. Dia mematikan mesin vakum, tersenyum padaku.

"Ngap-ngap-ngapain k-k-k-kok nge-nge-ngelamun? Na-nan-nanti k-k-kesam-b-bet."

"Ada yang kasih ini, Pak. Nggak tahu siapa." Kutunjukkan memo itu kepadanya. Dengan mata menyipit dan mengangkat kertas itu ke arah lampu yang sebenarnya terang benderang, Pak Timo membaca tulisannya, lalu tersenyum lebar.

"A-a-ada y-yang s-s-s-su-suka s-s-s-sama m-mbak."

Aku mengangkat bahu. "Tapi dia nggak mau kasih tahu namanya. Cuma kasih kue ini. Kan bingung jadinya, Pak."

Dia tertawa lagi. "Y-y-ya d-d-di-di-ma-makan aja m-mbak. I-i-itu k-k-kan b-b-b-buat m-m-mbak. Ha-ha-halal, kan?"

Aku mengangguk. "Tapi kan nggak enak, Pak. Kalau ada peletnya gimana?"

"B-b-bis-bismillah saja, m-mbak." Pak Timo tersenyum sebentar sebelum menyalakan mesin vakum dan melanjutkan pekerjaannya.

Apa benar nggak apa-apa?

Mulanya, kubiarkan saja muffin itu di meja kerjaku sementara aku makan malam dari makanan yang kupesan online. Lama-lama, aroma vanila yang bercampur dengan dinginnya ruang kantor membuatku khilaf juga. Semua orang di kantor sudah pulang juga. Selain security, cuma aku di ruangan ini.

Saat kugigiti remahan muffin terakhir yang menempel di kertasnya, pintu kantor terbuka. Galih menyeringai menyeramkan di depan pintu. Aku tersedak sampai ke hidung.

"Sori," katanya dengan nada ramah, tapi tetap saja senyum Pennywise-nya bikin merinding. "Kata Pak Timo tinggal kamu sendirian di sini. Nggak pulang?"

Setelah berusaha menelan dengan benar dan minum air mineral, aku baru bisa menjawab, "Sebentar lagi. Sudah selesai semua, kok."

Aduh! Gimana kalau muffin ini dari dia? Dilihat dari senyumnya, kelihatannya dia senang sekali. Apa dia berpikir aku menerima dengan makan muffin ini?

"Sudah makan malam?" tanyanya sambil bersandar di dinding kubikel. "Apa cuma makan kue?"

"Sudah. Tadi pesen makanan pas habis Maghrib," jawabku berharap nggak perlu mendongak lagi padanya. Suasana malam dan senyum Galih itu cocok sekali bikin orang mimpi buruk. Kalau ada Pita sama Ijah di sini, pasti mereka bakal berpelukan di pojok kubikel.

"Padahal aku pengin ajak kamu makan malam. Yah... sambil pulang gitu."

Aku cuma tersenyum, berusaha membuka botol air mineral lagi. Serius, deh, aku haus lagi. Mungkin minum yang tadi aku nggak baca basmalah jadi semua minumannya ditadahi jin.

"Kalau lagi gitu, kamu manis banget."

Usahaku untuk minum dengan anggun gagal. Airku muncrat ke meja. Rasa tersedak masih lebih baik daripada kekagetanku. Masa iya Galih benar-benar mengajakku keluar? Dia memang benar suka sama aku?

The In-Between (Completed In STORIAL.CO)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz