Crowded Room

4.5K 523 261
                                    

Aku pernah suka sama cowok

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Aku pernah suka sama cowok. Orang bilang itu cinta pertama.

Waktu SMA, aku naksir kakak kelas yang juga ketua pengurus masjid. Cowok itu berkulit gelap yang manis. Warna kulitnya mirip capuccino yang dibuat Fahmi setiap pagi. Kumisnya baru tumbuh di bagian ujung bibir, mirip patil lele remaja. Hidungnya mancung dengan tulang yang melengkung. Bibirnya kemerahan, padahal biasanya cowok berkulit gelap bibirnya juga ikut gelap, kan? Kata anak-anak sih itu karena dia rajin wudu dan berkumur. Walau secara sains belum bisa terbukti kebenarannya, aku percaya asumsi itu.

Waktu itu aku nggak paham sama sekali tentang menjaga pandangan hal lebih mendalam tentang agama. Hijab yang kupakai cuma karena Ibu, bukan karena keputusan religius. Jadi yah... aku masih suka ikut nongkrong di depan kelas, mengabsen cowok-cowok keren yang lewat.

Suatu hari, aku berpapasan dengan kakak kelas manis itu di koridor sekolah, kami saling melihat. Mata kami nggak lepas sampai kami sama-sama berpaling dan berjalan mundur. Rasanya waktu itu nggak ada yang lebih seru dibanding melihat cowok itu. Senyumnya yang bikin wajahnya bersemu bikin jadi pengin lihat terus. Itu pertama kalinya aku melihat reaksi jujurnya saat melihatku. Tanpa ngomong apa-apa, wajah bersemunya menceritakan ketulusan rasa.

Beberapa hari kemudian, setelah salat Dzuhur berjamaah, aku dapat surat yang diselipkan dalam sepatu. Surat dari kakak kelas manisku itu. Dia meminta maaf karena merasa bersalah. Katanya, seharusnya kami menjaga pandangan. Dia sangat menyesal sudah meliarkan nafsu matanya dalam melihatku. Yang sangat kusuka dari surat itu adalah bagian saat dia bilang, "Suatu hari aku pengin bertemu lagi denganmu dan menikmati tatapanmu dengan cara yang halal."

Saat itu aku baru mengerti tentang menjaga pandangan, hal paling sulit dalam sejarah hidup manusia. Lebih baik menjaga penjara atau menjaga presiden, sih. Jelas musuhnya. Menjaga pandangan tuh musuhnya diri sendiri. Bagaimana bisa melawan keinginan melihat orang yang kita suka? Apalagi kalau melihat dari jauh adalah satu-satunya hal yang bikin kita bahagia. Iya, kan?

Sejak itu, dia nggak lagi melihatku walau kami bertemu di koridor sekolah atau di kantin, padahal aku sudah berusaha melewati kelasnya atau duduk di dekatnya makan di kantin. Aku pengin kami lihat-lihatan lagi. Aku pengin melihatnya bersemu lagi.

Dia memang nggak melihatku lagi, tapi diam-diam wajahnya tetap bersemu. Waktu hujan aku terpeleset gara-gara berlarian di koridor yang basah. Saat itu, dia kebetulan lewat bersama temannya. Dia memperhatikanku berdiri sambil memegangi pantat yang sakit luar biasa. Setelah kami agak dekat, dia sempat berkata, "Hati-hati, Marly. Syafakillah."

Aku tahu, dia bukan nggak mau menolongku. Dia menjaga jarak di antara kami. Dia tahu, kalau kami berdekatan, bakal ada tsunami perasaan kayak anak-anak pacaran lain.

Aku suka caranya mengungkapkan perasaan. Manis. Aku berjanji nggak bakal pacaran sama anak lain. Aku janji bakal menunggu dia menepati janjinya memelototiku dengan stempel halal.

The In-Between (Completed In STORIAL.CO)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon