Chapt.20| Alana, Ryan, dan Linea

1.4K 102 0
                                    

Happy reading👌

***

Hari ini sekolah berangkat seperti  biasa. Naufal masih belum bisa berangkat sekolah karena kondisinya belum terlalu baik. Dokter khawatir Naufal akan kelelahan nantinya.

Satu sekolahan tahu mengenai penyakit yang Naufal derita. Anya-Mama Naufal sendiri lah yang memberi tahu kepada guru, dan otomatis tersebar dari mulut ke mulut.

Saat sedang berjalan sendiriran melewati koridor dasar, Alana melihat anak kelas sepuluh, yang merupakan tetangga kelasnya sedang di bully oleh Bara. Ya, setelah insiden penghianatan Bara saat lomba takraw minggu lalu, Bara semakin bringas. Membully anak-anak yang kelihatan polos dan cupu. Dia dan teman-teman satu geng nya tentu tidak akan di keluarkan dari sekolah. Bara itu orang kaya, tinggal memberi uang kepada kepala sekolah dan semua beres. Sekolah mana yang tak menerima dan membutuhkan uang.

"Eh mantan crush sendirian?" Saat melihat Alana berjalan sendirian, Bara menghentikan kegiatannya dan mulai menggoda Alana.

"Masih bertahan sama cowok penyakitan? Mending sama gue aja. Nggak beda jauh kan gue sama dia. Gue juga suka mural, suka takraw, juga suka lo. Hahaha" Bara tertawa mengejek di akhir kalimatnya. Benar-benar menjengkelkan.

Alana tidak menghiraukan godaan dari Bara juga suitan dari teman-teman Bara. Dia melanjutkan langkahnya, namun lengannya di cekal dengan kuat oleh Bara.

"Kak lepas." Alana mencoba melepaskan cekalan Bara, tapi Bata tak main-main, dia semakin mengeratkan cekalannya dan menyeringai.

"Cowok lo itu, bentar lagi mau mati. Lo masih bertahan sama dia? Mending lo tinggalin dia, dan pacaran sama gue." Bara memang otoriter, juga ambisius. Apapun yang diinginkannya, harus dia dapatkan.

"Lepas. Denger, Kak Naufal bakal sembuh. Dan kalau memungkinkan buat aku sama kak Naufal putus, aku nggak bakal mau sama kakak." Alana berhasil melepaskan lengannya dari cekalan Bara.

"Na" dari kejauhan, Raya memanggil namanya dan berlari menghampiri Alana, juga jangan lupakan Bara yang masih berada di sana.

"Gimana Kak Naufal? Bener yang anak-anak omongin? Lo yang sabar ya Na, pasti kak Naufal sembuh kok." Raya sudah mendengar kabar itu pastinya. Walau dia tidak ada di rumah sakit kemarin, tapi hampir semua anak-anak SMA BHAKTI membicarakan topik ini.

"Halah. Nggak bakal. Jantung itu organ yang sangat fatal. Kalo udah kena, yaudah tinggal tunggu mati nya aja." Bara lagi-lagi menyulut emosi.

"Heh lo jangan ngadi-ngadi ya. Minta di gampar, ha?" Raya yang terkenal galak, tak sekalipun takut untuk memarahi Bara.

"Widihhh galak. Nggak ada sopan-sopan nya lo sama kakak kelas." Bara dan Raya saling melempar tatapan sengit, membuat Alana menghela nafas kasar.

"Udah Ray, ayo ke kelas." Alana mulai menarik lengan perempuan pendek yang merupakan sahabatnya itu. Meninggalkan Bara yang masih setia dengan tatapan sengitnya kepada Raya.

***

Pelajaran di kelas Alana kali ini sangat membosankan. Fisika, gurunya ngelantur. Menjelaskan, buat soal, tapi di kerjakan sendiri, sungguh tidak produktif. Pak Dodi, memang terkenal sebagai guru yang di sukai anak-anak. Karena beliau hanya membiarkan  anak-anak yang berisik maupun berkeliaran saat sedang pelajaran, tidak menegur ataupun marah.

Tapi bagi Alana, itu sangat membuang-buang waktu. Dia di sini untuk belajar, namun jika gurunya seperti ini, bagaimana dia bisa paham. Semakin mengantuk yang ada. Mungkin nanti Alana akan bicara dengan guru BK.

Linea, terlihat sedang sibuk dengan ponselnya, ketawa-ketawa sendiri yang tak tahu apa penyebabnya.

"Lagi apa Lin, seneng banget." Alana bertanya karena dirinya mengantuk, untuk menghilangkan rasa kantuknya saja.

"Nih. Gue udah baikan sama Kak Ryan." Linea dengan senyum bahagia nya menunjukan ruang obrolan antara dirinya dan Ryan.
Melihat itu, Alana tersenyum pahit.

"Ehm.. Na, soal kak Ryan, gue udah ngmong sama dia, supaya ngelupain perasaan dia sama lo, terus bisa ikhlasin kepergian orang tua kalian. Tapi gue nggak tau kak Ryan bakal ngehindarin lo lagi atau nggak." Alana menoleh, melihat wajah yang terlihat sedikit sedih.

"Nggak papa, aku udah seneng kok kamu mau bantu aku, yang penting kamu udah usaha. Aku nggak papa walaupun kak Ryan masih nggak mau ngomong sama aku. Aku makasih banget sama kamu. Semoga kamu sama kak Ryan langgeng terus ya." Alana berkata tulus. Linea mengangguk, disertai senyuman manis dan tulus.

"Kalian gitu ya, ngobrol nggak ngajak-ngajak gue." Ucap Raya.

Alana terbengong, Raya yang tadinya berada di bangku deretan seberang, tiba tiba ada di sebelah mereka, meskipun pak dodi tidak peduli, tapi tetap saja itu tidak sopan.

"Kamu sembrono banget. Sana balik ke tempat duduk kamu."

"Halah orang nggak di peduliin ini, gue bosen disana nggak ada yang asik. Lebay semua anaknya." Raya memang bar-bar, juga sedikit tomboi menurut Alana. Dia itu perempuan berani, galak, juga cerewet. Melebihi Linea.

Linea kembali ke dunia nya bersama ponsel, sedangkan Alana dan Raya masih ngobrol, entah membahas idol, drakor, atau apapun. Lumayan mampu membuat pusing Alana berkurang, dan pikiran Alana tidak hanya stuck pada keadaan Naufal. Alana bahagia memiliki mereka berdua.

***

Waktu istirahat, seperti biasa, kantin sangat ramai. Sebenarnya Alana malas jika harus berdesakan di kantin, sehingga dia menyuruh Raya dan Linea yang mengantri, sementara dia memilih meja dan menjaganya agar tidak di tempati orang lain.

Alana membuka ponselnya, ada satu pesan dari Mama Naufal. Mengabari bahwa Naufal baru saja minum obat, dan sekarang sudah tidur. Padahal Alana tidak meminta Anya untuk selalu memberi tahu apa yang Naufal lakukan, namun Anya tetap kekeuh mengirimi Alana pesan dengan rentetan kegiatan yang Naufal lakukan.

"Sendirian aja beb, boleh dong aku duduk di sini nemenin kamu." Yang berkata barusan adalah Bara, mungkin Alana harus terbiasa terganggu dengan kemunculan Bara beberapa hari ke depan.

"Diem aja beb, udah pesen makan? Mau aku pesenin?" Alana hanya diam, sambil terus memainkan ponselnya.

Hingga Alana mendengar deritan kursi di tarik di seberangnya, sontak Alana mendongak, mengira bahwa itu adalah Linea ataupun Raya. Namun, saat melihat siapa yang datang, Alana terkejut. Dia adalah Ryan, dia memberikan semangkuk bakso kuah kepada Alana tanpa mengatakan apapun.

"Kakak, ini buat aku?" Alana bertanya senang. Sementara Ryan mengangguk sambil terus menambahkan saus serta kecap ke mangkuk nya.

"Loh kamu di sini?" Linea yang baru datang terkejut melihat kekasihnya duduk di meja yang sama dengan Alana, bahkan Raya juga kaget.

"Lo juga ngapain di sini? Di sini nggak nerima anak kaya lo buat gabung." Raya berkata sengit setelah melihat kehadiran Bara di tengah-tengah mereka.

"Eh bro, gimana lomba mural minggu depan, di bawah jembatan? Lo ikut?" Bara tak menghiraukan Raya, dan malah bertanya kepada Ryan.

"Kita saling kenal?" Jleb. Ryan membalas perkataan Bara dengan sangat dingin juga menusuk. Hal itu membuat Linea tertawa, juga jangan lupakan Raya yang tertawa sangat kencang hingga memukul pundak Linea berkali-kali. Kebiasaan Raya jika tertawa.

Sementara Alana, dia terus memandang Ryan dengan tatapan bahagia, walaupun Ryan tidak berbicara sedikitpun kepada Alana, tapi Alana senang, ini merupakan perubahan besar atas sikap Ryan. Alana sungguh berterima kasih kepada Linea. Sayang Linea banyak-banyak.





Tbc.

Halo, hai, anyeong, sawadeekha🤗😂

Monmaap baru bisa update, lumayan sibuk dari kemaren😂

Semoga dapet feel nya ya zeyeng😁, Udah mendekati ending nih. Kalian mau ending yang kaya apa? Silahkan komen disini, mungkin bisa aku pertimbangkan😁😂😂

Vote ya dear, jangan jadi siders🙄

Dah ah, gud bay😗 sayang kalian banyak banyak❤

Terima kasih💜

ALANAWhere stories live. Discover now