Virginity

18 3 4
                                    

Mendengus, gadis itu kembali menggerutu manakala dia merasakan kakinya menginjak lumpur lagi. Kedua bola matanya merotasi jengah, sementara cahaya pada senter yang dia bawa mulai meredup dengan ponsel yang nyaris kehabisan daya.

"Kenapa juga aku harus ikut kegiatan gila kalian ini?" gerutunya lagi.

Yang dimaksud serentak menoleh padanya. Arini, gadis dengan rambut sebahu itu lalu mendengus. Sementara Hani, si gadis berkacamata yang sejak tadi menempel pada Arini, mendesis pelan. Kedua manik kembar mereka masih menerawang pada tempat yang lembab dan gelap ini. Bau busuk yang mereka tebak dari bangkai binatang itu tercium menyengat. Lantai terasa sangat basah dan kotor. Ketiga dari mereka bahkan yakin bahwa tempat itu sangat kotor.

"Sebenarnya aku ingin membuktikan urban legend yang sering aku dengar dari mulut kakakku itu," ujar Arini, sementara Hani kembali mengeratkan pelukannya pada lengan gadis itu.

"Memangnya apa?" tanya Jessie, gadis itu, dengan ekspresi wajah datar padahal Hani sejak tadi sudah mendesis meminta agar dia diam.

Arini mendengus lagi, pun menghentikan langkah kakinya dengan kedua manik menatap wajah gadis itu di antara remang-remang cahaya dari senter yang nyaris mati.

"Kata kakakku, tempat ini dulunya rumah sakit." lalu menjeda, sementara Jessie sudah berdecak kesal mendengar penjelasan tadi.

"Semua orang di kota ini tahu kalau tempat ini bekas rumah sakit, bahkan anak kecil yang cuma baru bisa menangis dan menyusu. Ini rahasia umum," sarkasnya.

Jessie memang tak membayangkan bahwa dia akan berada di tempat ini bersama seorang gadis sok berani dan sangat penakut ini. Padahal niatnya hanya untuk bermalam di rumah Arini, menghabiskan stok makanan ringan gadis itu, tetapi yang dia dapati malah terjebak di sebuah bekas rumah sakit yang digadang-gadang memiliki kisah menyeramkan. Mungkin sudah rahasia umum, tapi Jessie tidak percaya dengan semua itu dan melupakan segala hal yang membuatnya risih.

Tidak penting, katanya saat orang-orang mulai mempertanyakan kebenaran tentang rumah sakit itu.

Satu tamparan kemudian Jessie dapatkan di lengannya. Si pelaku lalu mendesis, sementara dia kini memekik kesal. "Makanya dengarkan dulu dan bukannya memotong ucapan orang lain," kata Arini lagi.

Kedua matanya lantas kembali berpindah menelusuri tempat dengan sarang laba-laba yang memenuhi sudut ruangan, serta suara daru tetesan air yang entah jatuh di tempat mana.

"Kata kakakku, tempat ini dulunya sebuah rumah singgah untuk korban pemerkosaan. Banyak anak-anak di bawah umur dalam keadaan hamil tinggal di sini karena diasingkan oleh keluarganya," kata Arini serius.

Hani di sebelahnya kembali menggigil ketakutan, kedua matanya lalu dipejamkan. Sementara Jessie masih diam mendengarkan.

"Namun sayangnya, setelah sang pemilik rumah singgah meninggal dunia dan tempat ini pindah tangan pada anaknya. Lalu setelah itu, semuanya berubah. Tempat yang seharusnya menjadi sebuah tempat berlindung, malah menjadi neraka lain untuk gadis-gadis itu."

Jessie kemudian menoleh, keningnya nampak berkerut. Arini yang menyadari bahwa gadis itu semakin penasaran lalu menghela napas.

"Banyak gadis-gadis yang memilih bunuh diri di tempat ini dengan beragam cara," katanya, "Salah satu cara yang paling terkenal di kalangan masyarakat adalah dengan mencongkel matanya."

Jessie mendadak membeku, bulu kuduknya berdiri, sementara bibirnya terkatup rapat. Kedua maniknya bergetar. Arini terdiam sebab sudah menyelesaikan ceritanya dan Hani di sebelahnya masih menggigil ketakutan. Jessie pikir cerita yang baru Arini sampaikan terdengar terlalu berlebihan, tetapi bukannya merasa biasa saja dan berdecak sebal, dia malah merasakan semua sendi pada tubuhnya tak berfungsi dengan baik.

Jessie kemudian menoleh manakala dia merasakan Hani melepaskan pelukannya. Gadis dengan kacamata membingkai matanya yang cantik itu menatap tajam pada sosok yang ada di depannya. Cahaya pada lampu senter yang dia pegang menyoroti sosok itu.

"Arini, kenapa matamu hilang?"

Satu bulan setelahnya, pihak kepolisian menemukan dua bangkai manusia di bekas rumah sakit itu. Setelah diidentifikasi, jasad tersebut adalah milik dari kedua gadis yang dinyatakan menghilang satu bulan yang lalu. Anehnya lagi, keduanya kehilangan bola mata mereka.

"Kata kakakku, sosok yang meninggal karena mencongkel matanya itu mengatakan bahwa dia akan membunuh semua perawan yang ada. Dia punya dendam dengan semua perawan itu, sebab si pemilik rumah sakit mengatakan bahwa mereka adalah sampah masyarakat yang seharusnya dibuang karena sudah tak perawan lagi."

Fin

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now