Chapter 2. Perpindahan Sita Ke Kota

2 2 0
                                    

“Ketika langkahku tak mampu menyamai langkahmu, maka mundur dan perlahanlah ketika melangkah agar kita bisa berjalan seiring dan sejalan”
(Sita)

    Sita berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMAN 1 Negeri Balikpapan dengan hasil yang memuaskan. Keceriaan dan kebahagiaannya terpamer di raut wajah gadis ini. Sebenarnya jika mengikut hati, Sita tidak ingin melanjutkan kuliah. Namun, mama Tyo tidak ingin membeda-bedakan kedua anaknya. Orangtua Tyo sudah memutuskan agar Sita tetap melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

    Ketika pembahasan ini diungkapkan oleh mama Tyo kepada suami dan putranya ternyata keputusannya tersebut disetujui. Sita tidak bisa memberikan pendapat lagi. Apalagi mengingat hasil akhir Sita sangat memuaskan. Bagi mama Tyo sayang sekali jika tidak dilanjutkan.

“Beneran kamu mau melanjutkan?” tanya mama Tyo pada Sita.
Jawaban Sita ini sangat membahagiakannya karena itulah yang diinginkannya.

“Iya, Ma. Tetapi siapa yang akan menemai Mama nanti jika Sita pergi?” tanya Sita balik. Wajahnya tampak muram.

“Tidak masalah. Toh … kepergianmu juga tdak akan lama. Kamu bisa pulang sewaktu-waktu, kan dan menemui Mama,” jawab mama Tyo.

Sita segera memeluknya. Ia sangat menyayangi wanita dengan tubuh gempal ini. Sangat menyayanginya.

“Baiklah. Sita akan menyusul Kak Tyo, Ma. Doakan Sita ya!”

“Tentu, sayang. Doa mama dan papa selalu bersamamu dan Tyo. Loop kalian berdua bisa menjadi orang yang sukses.”

Wajah mama Tyo sangat bahagia. Ia sangat menyayangi putri angkatnya ini. Ketika hal ini disampaikan pada papa Ivan dan reaksinya sama. Papa Ivan juga sangat bahagia.

“Nah, kebetulan nih, Ma. Hari ini Papa baru menerima promosi jabatan dan akan dipindahtugas ke Jakarta. Sebenarnya Papa masih memikirkan hal ini, tetapi karena Mama membuka topik ini bagaimana menurut Mama?” Ivan menatap wajah istrinya yang tampak terkejut mendengar berita ini.

“Apa! Pindah ke Jakarta?” tanyanya lebih kepada dirinya sendiri.

“Iya, Ma. Papa dipercayakan untuk bekerja di kantor pusat karena prestasi pekerjaan Papa dinilai sangat baik. Ini adalah kesempatan yang jarang sekali diperoleh karyawan seperti Papa, Ma. Bagaimana jika kita mengambil kesempatan ini sekaligus mengatur kampus yang akan dimasuki oleh Sita?” mama Rahma tidak langsung memberi jawaban.

Wajahnya tampak murung dan sedih. Ia segera berdiri dan menatap keluar. Jendela besar itu memancarkan pancaran cahaya matahari  sore yang hangat.

“Rumah ini adalah peninggalan orangtuamu, Pa. Apakah kamu akan menjualnya?” tanya mama Tyo.

Ia merasa sedih jika harus meninggalkan rumah yang ditempatinya sejak menikah.

“Tentu saja tidak, sayang. Rumah ini akan kita sewakan. Jadi sewaktu-waktu kita bisa tetap bisa kembali ke rumah ini atau bisa ditempati Tyo dan calon istrinya nanti. Gimana?”

“Benarkah! Siapa calon istri Tyo?” tanya mama Tyo lagi.

Sang suami hanya mengangkat bahu dan segera memeluk istrinya dari belakang.

“Kita akan mendampingi Sita selama menyelesaikan pendidikannya. Kamu bisa selalu berada disisinya sesuai keinginanmu. Kamu suka, 'kan!” 

Papa Ivan mencium pipi istrinya dengan sayang. Ia sudah mengetahui ikatan yang kuat antar istri dan putri angkatnya itu. Perlahan mama Tyo berbalik dan menatap wajah suaminya.

“Kamu sangat mengetahuinya,” ucapnya sambil tersenyum.

Papa Ivan hanya menganggukkan kepala dan kembali memeluk istrinya ini.

Bukan Cinta BiasaWhere stories live. Discover now